Muhammad Ibrahim

Anak Kedua

abim Muhammad Ibrahim adalah anak keduaku. Lahir pada tanggal 28 dhulhijah 1422 H atau 13 Maret 2002. Lahir hanya berselang 14 bulan setelah kelahiran kakaknya. Panggilan kesayangan M. Ibrahim adalah Abim, nama ini adalah nama panggilan kakaknya yang waktu itu masih belum jelas ngomongnya. Mas Royan agak susah bilang Ibrahim, dia akan selalu menyebutnya Abim. Jadilah Abim nama panggilan Muhammad Ibrahim.

Abim lahir di Bogor. Waktu itu aku sedang liqo (ngaji), yang merupakan jadwal mingguanku. Jadwal hari ini liqo di rumahku, waktu itu aku ngontrak di Jabaru III. Selesai kira-kira jam 11 malam. Istriku yang sudah merasa mules sejak tadi sore bilang: “Bik, rasanya sudah tidak kuat. Sepertinya sudah saatnya mau lahir” kata istriku sambil meringis menahan sakit.
“Baik, kalau begitu segera kita ke Bu Sri Doddy sekarang”, sahutku.
Aku segera mengeluarkan motor RX King milikku. Istriku menyiapkan barang-barang bawaan yang diperlukan dengan dibantu Mbak Eti.
“Mbak Eti, jaga rumah dan Royan, ya…. Abi karo Ummi mau ke Bidan. Mungkin adiknya Royan wis meh lahir”, pesanku pada Mbak Eti.

Malam itu juga kami berangkat ke rumah bidan Sri Doddy, di Gunung Batu. Jaraknya kurang lebih satu kilo meter dari rumah kami. Udara agak dingin malam ini, untungnya tidak hujan. Kalau hujan agak berabe jadinya, maklum Bogor adalah kota hujan. Kalau sudah mulai hujan bisa semalam suntuk. Sambil menahan sakit diperutnya, istriku mendekap erat pingganku. Aku menjalankan motorku perlahan-lahan.

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga kami di rumah bidan Sri Doddy. Rumah bidan ini letaknya di belakang pasar Purbasari Gunung Batu. Kalau siang hari macetnya ‘naudhubillah’ alias ‘muaceeeettttt zekali…..”. Jarak yang cuma 1 km bisa ditempuh dalam waktu setengah jam. Padahal normalnya paling cuma 10 menit. Untungnya ini malam hari jadi tidak macet.

Karena sudah larut malam pintu pagar sudah ditutup, aku pencet bel yang ada di dekat pintu. Tak berapa lama ada seorang perawat membukakan pintu dan menyilahkan kami masuk.  Setelah di data kami segera dipersilahkan masuk.  Kebetulan hari itu banyak yang melahirkan, semua kamar penuh terisi.  Terpaksa istriku ditempatkan di ruang pemeriksaan.  Perawat itu memeriksa “bukaan” istriku, katanya: “Baru bukaan dua, Bu, masih lama.  Silahkan istirahat dulu.”

Aku menunggu di sisi ranjang, sambil ku elus-elus kepalanya, “Sabar ya…”
Tak beberapa lama, ternyata ada lagi seorang wanita hamil yang datang.  Bahkan datangnya dipapah oleh beberapa orang. Wanita ini mengerang-ngerang kesakitan sambil memegangi perutnya.

Perawat mendatangi kamar pemeriksaan:” Maaf, Bu. Ibu pindah ke ruang bersalin sebelah ujung…ya…, karena ada yang mau diperiksa di sini.” katanya.

Dengan menahan perutnya yang sudah buncit, aku papah istriku menuju kamar yang ditunjukkan oleh perawat itu.  Ternyata ruangan itu adalah ruangan bersalin, bukan kamar inap. Istriku mulai berbaring di ranjang khusus bersalin.  Ranjang itu agak tinggi, busanya tipis dan dilapisi platik hitam.  Di ujung bagian bawah ada lubang, tepat di bagian dubur pasien. Di sisi samping ada semacam meja kecil.  Ada beberapa peralatan yang aku lihat di sana, seperti ember kecil, handuk, dan lain-lain.  Istriku tidur di ranjang itu sambil menahan sakit diperutnya.

Perawat membolehkan aku menunggui istriku di ruang besalin itu, bahkan aku boleh menungguinya saat melahirkan.

Melihat Proses Kelahiran Ibrahim

Perut istriku terasa semakin sakit.  Keringatnya mulai bercucuran.  Aku coba menghiburnya. Tetepi dia mengeluh…:
“Sakit, Mas…..sakit sekali….. ummi tidak kuat….” rintihnya.

Aku segera memanggil perawat yang sedang jaga.  Segera ia memeriksan “bukaan” istriku lagi….: “Baru bukaan 5, masih beberapa waktu lagi”, katanya.

Istriku masih terus meringis menahan sakit diperutnya.  Melihat itu kasihan juga aku.  Aku coba menghiburnya dan membimbing dia agar berdoa: Allahumma yasirru wala tu’asir (Ya…Allah mudahkanlah dan jangan dipersulit).

Istriku membaca dzikir itu terus, akupun juga membacanya.

Aku panggil perawat itu lagi, karena istriku semakin kesakitan.  Tak berapa lama Bidan Sri sendiri yang melihat “bukaan” istriku:  “Ya… sebentar lagi…”

Tak berapa lama beberapa perawat mulai mempersiapkan proses persalinan.  Ada dua perawat yang menyiapkan.  Aku sendiri terus menunggui istriku yang kesakitan.

Waktu istriku kesakitan agak sedikit aneh.  Aku merasa pusing dan berkunang-kunang.  Rasanya aku ikut merasakan sakit yang dialami istriku.  Kepalaku pusing, pandangannku agak kabur, dan rasanya mau jatuh.  Aku kuatkan diriku dan tetap kupegang erat tanggannya.

Bu Sri sudah siap memulai proses persalinan.  Kaki istriku diangkat tinggi-tinggi.  Beliau siap diantara ke dua kaki istriku.  Tampak tenang sekali dia.  Kelihatan kalau beliau sudah sangat pengalaman.  Semua dilakukan dengan penuh kecermatan.  Tidak tampak rasa gugup atau tergesa-gesa.  Berbeda dengan dua perawat yang membantu proses persalinan itu.

“Ya…sudah hampir, nanti kalau saya kasih tanda, ditekan yang kuat …ya…” katanya pada istriku.

Istriku menganggukkan kepalanya sambil menahan rasa sakit luar biasa di perutnya.  Dapat aku rasakan bagaimana kesakitannya istriku pada waktu itu.

“Ayo…ditekan….. ya.. terus…” kata Bu Sri.

Dengan sedikikit berteriak dan mengerang, istriku mencoba “ngeden” agar jabang bayi segera keluar.  Kepalaku semakin terasa sakit, rasanya aku mau pingsang. Tetepi aku kuatkan diriku untuk tetap menunggui istriku.

Istriku tampak kesakitan sekali, dia terus “ngeden”.

“Ya…. sedikit lagi…. ” , tangan Bu Sri sigap menyambut keluarnya jabang bayi.

Aku dapat melihat kepala yang mulai menyembul keluar di antara kedua kaki istriku.  Kelapa itu semakin banyak yang menyembul keluar.  Bersamaan dengan “edenan” istriku.  Jabang bayi itu semakin lama semakin terlihat.
“Subhanallah”, ucapku lirih.  Aku terus berdzikir dengan dzikir “Allahumma yasirru wala tu’asir” (Ya.. Allah mudahkanlan dan jangan dipersulit).   Aku baca terus dzikir itu sambil kupegang erat tangan istriku.

Aku tidak dapat ceritakan bagaimana anak kedua lahir.  Aku tidak dapat lukiskan dengan kata-kata proses itu.  Aku hanya tertegun melihat proses bagaimana seorang manusia lahir ke dunia dari rahim ibunya.

Sungguh benar kata Rasulullah bahwa perjuangan seorang ibu yang sedang melahirkan adalah perjuangan hidup dan mati.  Aku liahat sendiri bagaimana rasa sakit yang dialami istriku.  Sepertinya aku dapat merasakan rasa sakit yang dideritanya.  Semua ibu yang melahirkan dengan cara yang normal (bukan dengan bedah cecar) pasti merasakan sakit yang sama.  Belum bagaimana penderitaan seorang ibu yang mengandung anaknya selama sembilan bulan. Perjuangan yang sangat luar biasa dari seorang ibu. Karenanya tidak salah kalau ada hadist yang menjelaskan bahwa surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk berbakti pada orang tua “Birrul wali dain”. Khususnya ibu yang telah mengandung dan melahirkan. Jangan sampai kita menyakiti orang tua, berkata kasar, menghardiknya, apalagi menyia-nyiakannya.

Rasanya cepat sekali proses kelahiran Ibrahim, rasanya tidak ada sepuluh menit setelah Bu Sri Doddy memulai proses kelahirannya.  Entah aku yang lupa waktu karena takjub dengan proses kelahiran atau memang prosesnya begitu cepat, aku tidak yakin.  Yang aku ingat waktu itu Bu Sri Doddy dengan sigap mengangkat bayi yang baru lahir dan langsung memandikannya di bak yang sudah disiapkan tadi.  Perawat yang membantu bidan Sri segera merawat istriku.  Membersihkan bagian-bagian yang kena darah, membereskan peralatan bidan yang lain.

Bayi itu sesaat segera menangis cukup keras- kalau tidak bisa dibilang keras sekali.  Aku tidak begitu memperhatikan bagaimana Bidan Sri memandikan Ibrahim.  Perhatianku segera tertuju pada istriku.  Aku ciumi dia sambil menghiburnya kalau anak kedua kita sudah lahir.  Dengan wajah penuh peluh dan terlihat sangat kecapaian, istriku tersenyum simpul.

Setelah Ibrahim dibandikan, segera perawat menyerahkannya pada istriku. Istriku segera menyambut bayi itu, bayi yang masih merah dan mengatup kedua matanya.  Dia taruh di samping kanan dan segera di”nenenni” agar mendapatkan ASI Eksklusif.  Kata orang asi ini adalah ASI yang paling baik untuk bayi.   

 

One response to “Muhammad Ibrahim

  1. Pingback: Muhammad Ibrahim « isroi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s