Siang tadi di sela-sela acara Workshop PUI saya ngobrol santai dengan Bu Oha (Dr. Rohayati), Kabid Riset Pusat Penelitian Teh dan Kina. Beliau cerita banyak tentang teh di Indonesia. Sampailah pada ceita tentang teh wangi melati.
Kalau diperhatikan, sebagian besar teh yang dikonsumsi di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah teh melati. Berbeda dengan teh yang banyak diminum di Sumatera atau di Jawa Barat. Kalau orang Jateng minum teh di Jabar akan terasa sedikit aneh. Orang Sunda lebih suka minum teh tawar bening. Oranf Jateng lebih suka minum teh tubruk yang super manis. Kalau di daerah Slawi, Tegal dan sekitarnya, teh diminum dengan gula batu; manis banget.
Bu Oha sedikit cerita tentang asal-usul dan sejarah teh wangi ini. Seperti yang kita ketahui, teh adalah tanaman yang diintroduksikan oleh kolonial Belanda. Mereka menanam teh di daerah jajahan mereka, salah satunya di Indonesia. Sejak jaman dulu teh adalah komoditas eksport. Teh yang dihasilkan dari perkebunan di Indonesia dikirim ke Eropa. Teh-teh yang dikirim ini adalah teh-teh2 yang berkualitas bagus.
Sisa-sisa produksi teh eksport ini yang hanya batang2 dan sisa2 daun yang sudah tidak laku. Ya… boleh dikatakan sampahnya lah…. Teh itulah yang diseduh dan dikonsumsi oleh budak2 pribumi di perkebunan teh. Karena kwalitasnya yang sangat jelek, citarasa tehnya pun sangat jelek. Kalau menurut bu Oha, sudah tidak ada rasa tehnya.
Nah, rupanya orang jawa cukup kreatif. Teh2 yang rasanya tidak jelas ini diberi tambahan aroma dan yang dipakai adalah bunga melati. Aroma melati harum dan wangi. Teh melati ini rupanya disukai oleh orang pribumi.
Singkat cerita, orang Jawa kemudian banyak minum teh melati ini. Industri teh melati mulai berkembang di Jawa. Sebagian besar perusahaan2 teh melati ada di Jawa Tengah; Tegal, Slawi, Pekalongan.
Hanya saja, karena sudah terbiasa minum teh grade rendah yang diberi aroma melati, orang Jawa dan orang Indonesia merasa aneh ketika minum teh yang berkwalitas grade 1. Coba saja ditest dengan berbagai seduhan teh kwalitas BP1 misalnya, orang awam tidak akan menyukainya.
Orang Jawa juga lebih suka minum teh yang super manis. Ini tidak lepas dari kebijakan kolonial Belanda tentang pabrik gula. Semua pabrik gula yang bangun ada di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di perbatasan, Cirebon dan Cilacap, ada pembatasan peredaran gula yang masuk ke Jabar. Akibatnya orang Sunda lebih sulit mendapatkan gula dan harganya mahal. Orang Sunda menjadi terbiasa minum teh tanpa gula. Teh di Jabar juga lebih bening daripada teh yang biasa di minum di Jateng. Teh grade rendah kalau diseduh pekat rasanya tentunya tidak enak.
****
Saya tidak tahu apakah cerita ini.benar atau tidak. Belum diverifikasi. Namun, minimal sudah bisa menjelaskan tentang perbedaan kebiasaan minum teh di Jawa.