Tag Archives: Organik

Materi Pelatihan Petani FFL

Pestisida Organik: Racun Tikus

Resep pestisida organik racun tikus ini saya peroleh dari postingan FB dari akunnya Rohman Sarman. Resepnya sederhana dan mudah. Silahkan dicoba.

Cara memuatnya sederhana. Singkong direbus dengan air kelapa, lalu dijemur sampai berjamur. Kalau ada singkong pahit akah lebih baik lagi, karena sudah ada racun sianidanya. Nah, setelah itu diupankan ke tikus.

Singkong adalah karbohidrat. Jika dijemur akan ditumbuhi jamur, jamurnya mungkin dari kelompok Aspergillus sp yang memang ada yang beracun.

Populasi Mikroba di dalam Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Biopestisida

Produk-produk pupuk hayati, pupuk organik dan biopestisida yang banyak beredar di pasaran. Merek-nya bermacam-macam dan seringkali mencamtumkan kandungan mikroba berserta populasinya. Sayangnya, banyak produk-produk seperti itu yang ‘agak’ menyesatkan. Besarnya populasi seringkali tidak masuk akal dan menurut saya sih ‘mustahil’ populasinya bisa sebesar itu. Konsumen, khususnya petani, harus lebih cerdas dan hati-hati dalam memilih produk-produk bio semacam ini.

Ambil saja contoh sebuah produk pupuk hayati. Merek-nya imaginer dan di dalam labelnya tertulis seperti ini:

  • Aspergillu sp 10^10 cfu/ml
  • Azotobacter sp 10^10 cfu/ml
  • Azosprillium sp 10^10 cfu/ml
  • Pseudomonas sp 10^12 cfu/ml
  • Bacillus sp 10^12 cfu/ml
  • Trichoderma sp 10^9 cfu/ml

*) catatan: cfu singkatan dari colony forming unit dan satuannya adalah cfu per gr (kalau padatan) atau cfu per ml (kalau cairan).

Menurut saya sih, populasi mikroba yang disebutkan di dalam produk itu tidak benar. Tidak mungkin satu produk dengan kandungan campuran mikroba yang bermacam-macam dan populasinya bisa sangat tinggi.

Berbeda misalnya dengan satu produk biopestisida yang hanya mengandung satu jenis mikroba dan mencamtumkan nilai populasi mikroba yang tinggi. Misalnya:

Trichoderma sp 10^12 cfu/gr

Nah…. kalau produk kedua yang hanya mengandung satu jenis mikroba dan mencantumkan populasi tinggi masih masuk akal.

Kenapa bisa begitu…? Kira-kira begini penjelasannya.

Mikroba mudahnya bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu: bakteri dan kapang/jamur. Mikroba biofertilizer maupun mikroba yang dipakai untuk biopestisida dari dua kelompok itu, kalau tidak bakteri ya kapang. Mikroba biofertilizer berdasarkan fungsinya dikelompokkan menjadi: mikroba penambat N simbiotik, mikroba penambat N non simbiotik, mikroba pelarut P, mikroba pelarut K, mikroba pemantap agregat tanah, mikroba perangsang pertumbuhan tanaman. Ada produk yang mengandung hanya satu atau dua kelompok mikroba, tapi ada juga produk yang mencamtumkan seluruh kelompok mikroba biofertilizer.

Saya tidak tahu bagaimana produsen-produsen pupuk hayati tersebut memproduksi mikroba-mikrobanya. Namun, umumnya mikroba dikembangbiakkan dan diproduksi di dalam fermentor menggunakan kultur cair atau kultur padat. Kultur cair yang paling bayak dipraktekkan. Jadi mikroba biofertilizer dari kultur F1 diinokulasikan ke dalam media cair dan diinkubasi dalam jangka waktu tertentu. Mikroba dipanen pada saat pertumbuhannya maksimum. Setelah itu baru diformulasikan dan dicampur dengan bahan lain atau mikroba lain menjadi produk jadi yang siap dipasarkan.

Bakteri umumnya tumbuh dengan cepat dan sampai pada pertumbuhan maksimum dalam waktu beberapa jam saja. Kapan/jamur tumbuh lebih lambat dan mencapai pertumbuhan maksimum setelah beberapa hari. Populasi maksimum untuk bakteri biasanya di kisaran 10^10 sampai 10^12 cfu/ml. Kalau jamur umumnya hanya sampai 10^10 cfu. Mikroba yang bisa tumbuh maksimum ini jika ditumbuhkan dalam kultur tunggal dan media spesifik. Mikroba dengan populasi sangat tinggi kalau dilihat kulturnya sangat keruh, tidak jernih, dan mengeluarkan bau yang khas mikroba tersebut.

Nah, anggaplah, produsen pupuk hayati itu memiliki fasilitas untuk memproduksi mikroba tunggal dengan kultur cair. Dan, populasi maksimum ketika panen adalah 10^12 cfu/ml.

Andaikan setelah dipanen kemudian dimix atau dicampur menjadi satu produk, apa yang terjadi dengan populasi mikrobanya.

Misalkan ada 2 jenis mikroba dan rasio pencampurannya adalah 1:1. Artinya, 1 liter kultur mikroba A dengan populasi 10^12 cfu/ml dicampur dengan 1 liter kultur mikroba B dengan populasi 10^12 cfu/ml. Populasi akhir dari masing-masing mikroba adalah:

Populasi akhir mikroba A = (1000 ml x 10^12 cfu/ml)/( 1000 + 1000)ml = 10^13 cfu/2000ml = 5 x 10^9 cfu/ml

Populasi mikroba B juga sama = 5 x 10^9 cfu/ml

Kalau ada 3 mikroba yang ditambahkan. Dengan cara perhitungan yang sama, populasi masing-masing mikrobanya adalah:

= 3 x 10^9 cfu/ml

Kalau mikroba yang ditambahkan semakin banyak, maka populasinya juga akan semakin turun.

Beberapa mikroba setahu saya jarang bisa mencapai populasi yang tinggi, seperti Azosprillium sp dan Rhizobium sp. Mikroba penambat N simbiotik umumnya tidak bisa mencapai kepadatan populasi yang sangat tinggi pada kultur tunggal. Masalah akan terjadi jika masing-masing mikroba populasinya berbeda-beda. Mungkin ada yang 10^9 cfu/ml, ada yang 10^10 cfu/ml atau ada yang 10^12 cfu/ml. Mudahkan, nilai pangkat sepuluhnya dikurangi tiga. Misal kalau 10^9 cfu/ml dicampur dengan rasio 1:1 populasinya akan menjadi 10^6 cfu/ml.

Ini kalau masing-masing mikroba ditumbuhkan pada kultur tunggal. Pertumbuhannya bisa maksimal.

Ada produsen pupuk hayati yang memproduksi mikroba dalam kultur majemuk. Artinya, mikroba-mikroba ditumbuhkan dalam satu fermentor. Saya ragu-ragu masing-masing mikroba akan bisa mencapai kurva pertumbuhan yang maksimal. Mikroba-mikroba yang ditumbuhkan dengan cara ini tidak akan bisa tumbuh maksimal. Mikroba akan tumbuh sub optimal dan bahkan bisa tidak tumbuh sama sekali. Kenapa bisa begitu? Karena masing-masing mikroba memerlukan media dan syarat tumbuh-nya masing-masing. Ketika ditumbuhkan dalam satu fermentor, mikroba bisa saling bersaing dan ‘berantem’.

Setelah mikroba-mikroba tersebut dicampur menjadi satu, mikroba ini akan hidup dalam kultur majemuk. Masalah timbul lagi. Dalam kultur majemuk dengan populasi tinggi, mikroba-mikroba itu akan saling ‘berantem’ untuk berebut makanan. Populasi mikroba biasanya akan turun secara gradual. Bahkan bisa turun drastis. Nah, jika Anda membeli produk biofertilizer atau POC yang mengandung banyak mikroba dan waktu expired-nya sudah dekat, hampir bisa dipastikan kalau populasi mikrobanya lebih rendah daripada ketika dicampur pertama kali.

Yang lebih mengelikan adalah ada produk pupuk hayati yang mencantumkan populasi mikroba sangat tinggi (10^10 cfu/ml), tapi ketika dilihat produknya jernih. Secara visual saja sudah bisa dilihat jika populasi mikrobanya rendah. Populasi mikroba yang tinggi menyebabkan warna cairan di dalam produk bio, khususnya yang cair, akan berwarna keruh.

Jadi, para petani dan konsumen pupuk hayati, pupuk organik cair, atau biopestisida jangan mudah tergiur dengan produk yang mencamtumkan populasi mikroba sangat tinggi dan banyak jenisnya. Populasi yang tinggi tidak selalu benar dan tidak selalu menjamin jika produk tersebut bagus ketika diaplikasikan ke lapangan/lahan.

Lubang Besar untuk Sampah Organik Rumah Tangga

Kami sudah cukup lama mulai memiliah sampah organik dan an-organik. Sayangnya, meskipun kami sudah memilahnya, petugas sampahnya masih mengangkutnya dalam satu truk sampah yang sama. Padahal maksud kami adalah ingin membantu mengurangi sampah yang dibawa ke TPA. Muncullah ide untuk membuat lubang di teras depan untuk menampung sampah organik.

Saya meyakini kalau pemilahan sampah organik dan an-organik di tingkat rumah tangga bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan sampah. Berdasarkan statistik, volume sampah organik cukup besar, lebih dari 50% dari volume sampah yang dihasilkan dalam satu keluarga. Kalau sampah organik ini bisa diolah dan tidak ikut diangkut ke TPA akan bisa sangat signifikan mengurangi volume sampah. Keluarga kami sudah mulai untuk memilah sampah cukup lama (Baca: Memilah Sampah Organik). Namun sayangnya, di Indonesia ini pengangkutan sampah masih dijadikan satu. Jadi, meskipun kami sudah susah payah memilah sampah, akhirnya akan dijadikan satu juga oleh petugas pengangkut sampah. Kesel banget nggak tuh….

Ada banyak cara untuk mengolah sampah organik. Misalnya saja yang paling mudah dan gampang adalah dengan membuat kompos. Saya pernah juga mencoba membuat tong sampah organik khusus untuk membuat kompos (Baca: Komposter Sampah Sederhana). Prinsipnya sih memang sederhana dan mudah, namun applikasinya ternyata tidaklah mudah. Kenapa? Pertama, pernah komposter saya diangkut oleh pemulung. Jengkel banget deh… Kedua, masih muncul bau tidak sedap dari komposter ini. Lah.. rumah kami kan mungil. Bau dari depan rumah bisa masuk ke dalam rumah, bahkan mungkin rumah tetangga. Ketiga, setelah jadi kompos mau dipakai untuk apa. Halaman kami sempit dan penuh dengan pot-pot tanaman. Produksi komposnya melebihi kebutuhan kompos kami.

Continue reading

Serangga Sahabat Petani yang Memakan Serangga Hama

Tidak semua serangga menjadi hama untuk pertanian. Ada juga serangga yang menjadi predator bagi serangga-serangga hama yang lain. Salah satunya adalah lady bug atau kalau di jawa dinamakan Bapak Pucung. Serangga ini memakan telur-telur seranga hama dan membantu keseimbangan ekosistem agar tidak terjadi ledakan serangga hama yang bisa merugikan petani.

Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan akan mematikan semua serangga, termasuk seranggga-serangga yang baik ini. Bijaklah dalam mengaplikasikan pestisida kimia. Gunakan cara-cara alami yang lebih ramah lingkungan.

Dalam ekosistem yang seimbang, maksudnya antara serangga hama dan serangga musuhnya dalam jumlah yang seimbang, serangga hama tidak akan membuat kerugian pada tanaman-tanaman budidaya. Serangga hama itu jumlahnya sedikit dan hanya menyerang tanaman secukupnya saja. Kerugian akan terjadi ketika jumlah dan populasi serangga hama sangat besar sehingga banyak menyerang tanaman budidaya.

Cara Pengendalian Serangga Hama dengan Umpan Alami

umpan serangga alami

Umpan serangga alami dari keong dan sabut kelapa.

Cara ini saya dapatkan dari Wall temen di FB, Mas Wiwit Setyoko. Petani kita dari jaman dulu punya cara sederhana untuk mengalihkan perhatian serangga hama agar tidak menyerang tanaman padi atau tanaman yang dibudidayakan. Umpan serangga ini dibuat dari keong sawah atau keong emas sawah yang juga menjadi hama di sawah. Caranya, keong dipecah cangkangnya, lalu diletakkan di atas sabut kelapa tua. Umpan ini dipasang di atas kayu atau bambu dan ditancapkan di sudut-sudut sawah.

Dengan umpan ini serangga-serangga hama akan tertarik untuk datang dan bertelur di tempat ini. Secara berkala umpan ini diganti/diperbaharui sesuai kebutuhan.

Baca juga artikel tentang pestisida organik di link ini: Pestisida Organik/Nabati.

umpan serangga alami

umpan serangga alami

Pengomposan Limbah Kayu dengan Promi

limbah serutan kayu

Limbah serutan kayu

Limbah kayu seperti serbuk gergaji, sisa serutan kayu atau serpihan-serpihan kayu banyak dihasilkan dari pabrik-pabrik pengolahan kayu maupun produk jadi kayu. Kayu, apalagi kayu-kayu yang terkenal awet, tidak mudah dikomposkan. Rasio C/N kayu umumnya sangat tinggi, artinya kandungan N-nya sangat rendah atau C-nya sangat tinggi. Beberapa kayu yang terkenal awet, seperti kayu jati, lebih sulit lagi untuk dikomposkan.

Rasio C/N dari sampel limbah kayu yang saya analisa sebesar 359. Nilai ini besar sekali jika dibandingkan dengan rasio C/N dari tankos sawit yang hanya 60-an atau sampah yang kurang dari 40. Pengomposan limbah kayu tanpa perlakuan apa-apa bisa membutuhkan waktu yang sangat lama. Meskipun dengan penambahan aktivator pengomposan.

Pertama kali saya mencoba mengkomposkan limbah kayu ini hanya dengan aktivator pengomposan hasilnya sangat diluar harapan. Sampai tiga bulan, proses pengomposannya berjalan sangat lambat, atau boleh dikatakan tidak terkomposakan sama sekali. Kemudian kami mencoba mencari cara agar limbah kayu seperti ini bisa lebih cepat dikomposkan. Alhamdulillah, ada kemajuan proses pengomposan limbah kayu ini.

Berikut ini beberapa stategi yang kami lakukan untuk mengkomposkan limbah kayu dengan Promi.

1. Menambahkan bahan lain yang relatif lebih mudah dikomposkan pada limbah kayu tersebut. Kami menggunakan daun-daun atau seresah yang ditambahkan pada serutan kayu. Cara ini ternyata cukup efektif. Mikroba aktivator promi bisa tumbuh lebih dulu di daun-daunan ini.

2. Kadar air harus cukup. Kayu relatif sulit menyerap air. Jadi sebelum proses pengomposan harus dikondisikan agar kadar air di dalam bahan mencukupi untuk proses pengomposan. Kadar air yang dianjurkan kurang lebih 60%. Namun, proses penambahan air bisa lebih dari itu, apalagi untuk kayu-kayu yang sudah dikeringkan.
Continue reading

Pengaruh Kompos Terhadap Kesuburan Tanah – KTK

kompos jerami padi untuk sawah

Kompos jerami dengan aktivator Promi


Aplikasi kompos, pupuk kandang, atau pupuk organik padat sudah terbukti bisa meningkatkan kesuburan tanah. Aplikasi bahan organik yang sudah matang seperti ini akan meningkatkan efisiensi pemupukan maupuan serapan hara oleh tanaman. Aplikasi pupuk kimia akan lebih baik dan meningkat efisiensinya jika dikombinasikan dengan aplikasi pupuk organik/kompos/pupuk kandang.

Bagaimana ini bisa terjadi??

Salah satu jawabannya ada di buku “Produksi Sayuran di Daerah Tropika” karangan C.W. Williams, yang diterbitkan oleh UGM Press. Di dalam buku ini, di halaman 32 ditunjukkan hasil-hasil percobaan ilmiah yang melihat pengaruh penambahan bahan organik ke tanah terhadap nilai KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Gambarnya ada di bawah ini:

bahan organik KTK

Pengaruh bahan organik terhadap nilai KTK, semakin tinggi bahan organik tanah akan semakin meningkat nilai KTK-nya.

Dari grafik hasil percobaan tersebut terlihat jelas bahwa bahan organik tanah berkorelasi positif terhadap nilai KTK. Artinya, penambahan bahan organik ke tanah akan linier meningkatkan nilai KTK tanah tersebut. Semakin banyak bahan organik yang diberikan akan semakin tinggi nilai KTK-nya. Nilai KTK ini mengambarkan kemampuan tanah untuk ‘memegang’ hara pupuk yang kita berikan ke tanah. Hara itu menjadi lebih mudah untuk diserap oleh akar tanaman dan tidak mudah hilang/tercuci.

Tanah-tanah yang miskin/kurus/tidak subur hampir dapat dipastikan memiliki nilai KTK yang sangat rendah. Misalnya saja, tanah berpasir. Efektivitas pupuk yang diberikakan juga sangat rendah. Hara-hara pupuk itu akan tidak dapat ‘dipegang’ oleh tanahnya, cepat hilang karena tercuci atau penguapan dan akibatnya sedikit yang bisa diambil dan diserap oleh akar tanaman.

Bahan organik seperti kompos memiliki muatan negatif di permukaannya. Hara di dalam pupuk umumnya bermuatan positif. Kalau positif ketemu negatif akan saling berikatan. Jadi, hara yang bermuatan positif itu akan dengan suka-cita untuk berikatan dengan muatan negatif yang ada di permukaan bahan organik. Bahan organik yang ditambahkan ke tanah yang miskin akan meningkatkan KTK ini.

Konsep KTK Tanah

Konsep KTK (Sumber Wikipedia)


(Sumber: Wikipedia)

Akar tanaman dalam menyerap hara dari pupuk akan melakukan ‘pertukaran’ kation. Hara-hara dalam bentuk kation yang sudah ‘dipegang’ oleh bahan organik ini akan dilepaskan dan diserap oleh akar tanaman. Kira-kira seperti itu ceritanya, kenapa pupuk kimia yang diaplikasikan bersama dengan pupuk organik akan lebih baik efisiensinya.

Aplikasi pupuk organik/bahan organik dalam skala yang besar biasanya tidak efisien, bulky, memerlukan jumlah yang sangat besar dan membutuhkan biaya yang besar juga. Salah satu cara untuk menyiasatinya adalah dengan pemberian di lubang tanam. Jadi tidak diaplikasikan ke seluruh lahan, hanya di lubang tanamanya saja atau hanya di guludannya saja.

Semoga bermanfaat.

Buku Produksi Sayuran di Daerah Tropika

Buku Produksi Sayuran di Daerah Tropika

Pengomposan Limbah Kulit Singkong dengan Promi

kompos kulit singkong promi

Pengomposan kulit singkong dengan Promi di Lampung

Artikel ini saya buat berdasarkan pengalaman petani cabe di Kota Gajah, Lampung, Bapak Wahyu. Sudah setahun lebih beliau menggunakan Promi untuk pengompsan limbah kulit singkong dan digunakan untuk memupuk tanaman-tanaman di ladangnya, terutama cabe.

Lampung adalah salah satu penghasil singkong terbesar di Indonesia. Di Lampung banyak sekali pabrik-pabrik tepung tapioka. Satu limbah pabrik tapioka yang melimpah dan tidak banyak dimanfaatkan adalah limbah kulit singkong. Limbah ini menggunung dan pabrik juga binggung mau diapakan. Bapak Wahyu menghubungi saya dan menanyakan bagimana cara memafaatkan limbah kulit singkong ini untuk kompos dan pupuk organik.

Awalnya beliau hanya mengomposakan dalam skala kecil saja, yaitu 5 ton atau satu rit truk. Hasilnya ternyata bagus. Saya sempat berkunjung sekali ke rumahnya. Alhamdulillah.

Sekarang, Pak Wahyu sudah mulai rutin mengomposakan kulit singkong dengan Promi dan dijadikan pupuk organik untuk tanaman cabe.

Artikel lain tentang pengomposan limbah organik dan kohe dengan Promi, silahkan lihat di link berikut ini: Promi.

kompos kulit singkong promi

Kulit singkong yang akan dikomposkan dengan Promi

kompos kulit singkong promi

Pengomposan kulit singkong dengan promi di Kota Gajah, Lampung


Continue reading

Buku Metode Analisis Biologi Tanah

Metode Analisis Biologi Tanah, Prof. Rasti Saraswati

Metode Analisis Biologi Tanah, Prof. Rasti Saraswati

Download buku ini versi pdf gratis: Metode Analisis Biologi Tanah

Buku untuk Pecinta Biofertilizer alias Pupuk Hayati alias Pupuk Mikroba.
Ternyata petani-petani kita sangat haus ilmu. Saya upload foto buku tentang kesuburan tanah langsung banyak yang pesan. Buku itu memang rekomended banget sih, karena sangat jarang ada buku berbahasa Indonesia yang membahas topik itu dengan sangat detail.

Satu lagi buku yang sangat bagus untuk teman-teman yang berkecimpung di dunia ber-pupukkan hayati atau pupuk mikroba atau biofertilizer. Terus terang saya belum pernah mendapatkan buku yang membahas tentang topik ini dengan cukup detail dan lengkap.

Buku dengan judul ‘Metode Analisis Biologi Tanah’ yang ditulis oleh salah satu dedengkot biofertilizer Indonesia, Prof. Rasti Saraswati ini bisa mengisi kekosongan itu. Judulnya memang metode, tapi isinya cukup detail mulai dari pengenalan mikroba tanah, isolasi mikroba-mikroba fungsional, cara kultur, pemurnian biakan, identifikasi dan juga cara perbanyakannya.

Memang, sebagian besar metode yang ditampilkan adalah metode kerja di laboratorium. Ada beberapa bagian yang belum dibahas jika akan menuju ke produksi biofertilizer. Namun, minimal dengan buku ini bisa menjadi panduan untuk mengembangkan biofertilizer.

Buku ini cukup tebal: 300 halaman. Kertasnya art paper, kertas cetak yang mahal dan bagus. Foto-fotonya berwarna. Di cetak oleh Badan Litbang Pertanian tahun 2012.

Saya tidak tahu apakah buku ini masih tersedia atau tidak. Terakhir saya main ke lab tanah, tempat bu Rasti bekerja, bukunya off stock.

Continue reading