Seperti hari-hari biasanya. Setiap sore SKW atau sinder kebun wilayah akan mengontrol kebunnya. Apalagi kalau musim tebang seperti sekarang ini. Sore2 biasanya mereka membakar daduk (daun tebu kering) sisa tebangan hari ini.
Selepas asar, Pak Rusli SKW C1 keliling kebun. Sambil naik motor KLX-nya yang gagah. Pak Rusli keliling dari jalan poros kebun ke Darampa lalu belok ke Tempeh. Pak Rusli ini orangnya kecil, tubuhnya langsing dan berjenggot tipis. Naik motor KLX warna hijau. Keren banget.
Pak Rusli menyusuri pingir kebun Tempeh yang berbatasan dengan kampung dan kebun warga. Di pinggir kebun banyak pohon besar dan rindang. Pak Rusli menaiki motornya pelan2 sambil memperhatikan kalau ada sapi yang masuk kebun.
Tiba2 ada tawon yang hinggap di dadanya. Pak Rusli mengibaskan tangan untuk mengusir tawon itu. Lalu datang lagi tawon lain. Pak Rusli memukul dadanya dan membuang lagi tawon itu.
Tak diduga. Datang kawanan lebah menyerang Pak Rusli. Tawon2 itu mulai menyengat tangan dan leher pak Rusli. Pak Rusli menghentikan motornya dan menangkis tawon2 yang datang.
Tawon yang menyerang semakin banyak. Topi dan wajahnya mulai tertutup oleh tawon2 itu. Pak Rusli lari menuju kampung dan minta pertolongan warga.
Namun, warga malah lari ketakutan dan menutup pintu rumah mereka. Mereka kira ada babi yang datang. Soalnya, seluruh tubuh Pak Rusli sudah tertutup ribuan lebah. Hitam semua.
Pak Rusli mulai kesakitan. Sengatan lebah terasa panas di wajahnya. Matanya mulai tidak bisa melihat, karena matanya mulai tertutup oleh lebah2 itu. Setiap kali dia ambil dengan tangan lebah2 itu. Ribuan lebah lain segera menyerangnya. Lebah2 itu masuk ke baju dan celananya.
“Tolong ….tolong…!!!!!”, teriaknya meminta pertolongan.
Nggak ada orang yang menolongnya.
“Mati aku ….”, pikirnya dalam hati.
Antara sadar dan tidak, Pak Rusli ingat kalau lemab takut dengan api. Dia merogoh saku jaketnya. Ada korek di situ.
Dia ambil kain, kebetulan ada solar. Kainnya dibasahi dengan solar dan hendak dibakarnya. Tapi, tangannya mulai kaku. Tangannya tidak bisa menyalakan api.
Pak Rusli lari lagi. Sayup2 dia mendengar ada ibu2 yang teriak dari dalam rumah;
“Buka semua bajunya ki.. sambil lari..”
Pak Rusli membuang topinya. Lebah2 menyerang topinya itu.
Pak Rusli membuang kaosnya yang berwarna putih. Kaosnya dalam sekejan jadi hitam karena dikerumuni lebah.
Dia buang celanya, hingga hanya tersisa celana dalam.
Ada warga yang berani keluar dan menyalakan api dari daun2 kering. Pak Rusli segera menuju api itu dan duduk di dekatnya.
Lebah2 mulai pergi. Setelah lebah2 pergi. Warga mulai datang menolongnya. Pak Rusli diangkat ke teras salah satu rumah warga. Mereka beramai2 mencabuti sisa2 sengatan yang ada di tubuhnya. Ada ribuan sengatan; di wajah, kepala, telapak tangan, leher. Hampir semua tubuhnya banyak sisa sengatan.
Antara sadar dan tidak sadar, Pak Rusli minta di telponkan asistennya dan wakernya yang rumahnya tidak jauh dari kampung ini.
Asistennya, Pak Umar datang. Setengah panik dia menelpon pak SKK untuk minta pertolongan. Kebetulan waktu itu Pak SKK sedang di kebun kasimpureng. Tidak jauh lokasinya.
“Assalamu’alaikum, Puang. Bisa minta bantuan ta’? Pak Rusli diserang lebah. Sekarang di tempeh.”
“Leh…leh… di mana itu ki?”
Karen panik pak SKK naik mobil jip daihatsunya menuju tempeh. Beliau belum hafal jalanan di situ. Di tengah jalan dia tanya ke petani yang ada di jalan. Ditunjunkkan arahnya.
“Terima kasih, pak di!” Katanya sambil menjalankan mobilnya.
Tanpa disadari di depannya ada got besar. Ban mobilnya tergelincir masuk got, mobilnya terguling di dasar got. Roda2nya menghadap ke atas.
Pak Umar mulai gelisah; kenapa pak SKK lama sekali nggak sampai2.
Pak Rusli mulai pingsan. Disengat satu ekor lebah saja sakit. Apalagi ini ribuan lebah. Nggak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya; panas, perih dan gatal di seluruh tubuh.
Pak Umar menelpon Pak SKK;
“Sampai mana, puang? Kenapa lama sekali?”
“Mobilku kebalik di kebun. Nggak bisa jalan ini.”
Mandor2 kebun lainnya berdatangan untuk menolong Pak SKK.
Akhirnya, Pak Rusli dibawa ke puskesmas Cina dengan naik motor.
Satu malam Pak Rusli dirawat. Setelah agak mendingan, Pak Rusli minta pulang ke rumah. Dokter hanya memberi obat penahan sakit dan vitamin.
Pak Rusli dirawat di rumah. Tiga hari kemudian, saya sudah ketemu dengannya di masjid waktu sholat subuh.
Alhamdulillah.
Pingback: Kisah-kisah di ArasoE: Kisah Pohon Kelapa di Kebun Tempeh | Berbagi Tak Pernah Rugi