Tag Archives: Sulawesi Selatan

Kisah-kisah di ArasoE: Meningalkan Motor di Kebun dengan Kuncinya

Meninggalkan Motor di Kebun dengan Kuncinya

Salah satu yang menarik di Arasoe adalah aman meningalkan motor dengan kuncinya atau barang2 di kebun. Meskipun motor ini ditinggal tanpa pengawasan tetap aman. Bahkan sampai berhari2 pun tetap aman. Barang2 ditinggal begitu saja juga aman. Sapi ditinggal di kebun tanpa ada yang menungguin tetap aman. Yang seperti ini tidak bisa dilakukan di Jakarta, Jadebotabek atau di kota besar lainnya di Indonesia. Jangankan ditinggal, dibawa saja dibegal orang.

Kisah-kisah di ArasoE: Musim Durian

Durian lokal di Ujung Tanah, Bone

King of Fruit, itu julukan untuk buah durian. Dan saat ini lagi mulai musim durian. Di ArasoE mulai musim durian sekitar awal bulan Januari 2020 ini. Di pinggir-pinggir jalan mulai banyak yang menjajakan durian lokal. Harganya pun cukup murah, masih dikisaran Rp. 5000 sampai Rp. 50.000 perbutir. Tergantung ukuran dan kualitas buahnya. Saya dan teman-teman tim berburu durian local bone sampai ke kebunnya.

Kebun Durian di Pattiro Riolo, Sibulue

Ternyata Kec. Cina, Kab. Bone adalah salah satu sentra durian di Sulawesi Selatan ini. Informasi pertama yang kami dapat ada sentra durian di dekat kebun Sibulue. Ketika ke kebun Polewali, sampingnya kebun Sibulue, kami minta diantarkan oleh mandor Polewali. Kami jalan menyusuri kebun ke arah Sibulue. Sibulue ini nama desa dan kecamatan. Di pasar Sibulue sudah banyak orang yang menjajakan durian di pinggir jalan. Tapi bukan di situ sentralnya. Kebun duriannya ada di desa Pattiro Riolo. Kami diajak ke desa Pattiro Riolo. 

Durian di desa ini memang murah-murah bingit. Ukurannya sih nggak terlalu besar. Cenderung kecil-kecil. Harganya murah banget, satu ikat isi3 biji cuma RP. 15rb. Yang ukurannya agak gede cuma Rp. 35rb per ikat. Meskipun kecil, tapi duriannya enak, manis dan creammy. Mantap. Kami berlima habis 5 ikat durian. Pulangnya bawa durian lagi.

Ukuran Buah Durian Lokal Bone




Kebun Durian di Ujung Tanah

Sentra durian tidak hanya di desa Pattiro Riolo saja. Ada banyak lokasi-lokasi lain. Informasi dari sinder dan mandor kebun juga. Salah satunya ada di dekat kebun Ujung Tanah. Dari kebun Ujung Tanah kita lewati sungai lalu naik ke Sanrego, trus ke atas ke arah gunung. Jalan tanah dan licin. Kami melewati kebun-kebun cengkeh. Masih naik lagi. Semakin ke atas semakin banyak kebun cengkeh yang ada pohon duriannya.

Kami berhenti di salah satu rumah pondok yang banyak pohon duriannya. Pondok itu diisi satu keluarga. Salah satu anak perempuannya menggantar kami keliling kebun mencari buah durian yang jatuh. Ada cukup lumayan banyak.

Kami makan sepuasnya. Nggak keitung lah berapa butir yang sudah kami buka. Setelah habis, ternyata penjaga kebun itu tidak mau dibayar atas buah durian yang sudah kami santap. Binggung juga kami. Tapi meskipun begitu, kami tetap menitipkan uang ke penjaga itu. 

Yogo, di antara durian-durian di kebun durian Ujung Tanah

Durian lokal di Ujung Tanah, Bone

Kisah-kisah di ArasoE: Pohon Kelapa Lagi

Masih melanjutkan kisah pohon kelapa yang kemarin. Hari ini saya coba mendekat ke pohon kelapa itu dan melihat lebih dekat kondisinya.

Pohon kelapa itu posisinya di tengah kebun, jarak dari jalan poros sekitar 50 meter dan pas di got malang. Memang, dengan posisi seperti itu akan sangat mengganggu kegiatan kultivasi tanaman tebu, terutama yang menggunakan traktor.

Tingginya kurang lebih 30 meter. Mungkin umurnya sudah cukup tua. Daunnya agak jarang, seperti dimakan kumbang. Dan tidak ada buahnya.

Bagian pangkal batang bawahnya memang ada bekas seperti kena doser. Mungkin ini bekas luka ketika ditumbangkan dulu. Bagian pangkal batangnya juga ada bekas terbakar. Setelah tebang memang ada kegiatan bakar daduk. Mungkin ini bekasnya.

Pohon kelapa ini masih berdiri kokoh. Entah sampai kapan, dan akan tetap menyimpan misteri kebun Tempeh ini.

Kisah-kisah di ArasoE: Serangan Lebah di Kebun Tempeh

Seperti hari-hari biasanya. Setiap sore SKW atau sinder kebun wilayah akan mengontrol kebunnya. Apalagi kalau musim tebang seperti sekarang ini. Sore2 biasanya mereka membakar daduk (daun tebu kering) sisa tebangan hari ini.

Selepas asar, Pak Rusli SKW C1 keliling kebun. Sambil naik motor KLX-nya yang gagah. Pak Rusli keliling dari jalan poros kebun ke Darampa lalu belok ke Tempeh. Pak Rusli ini orangnya kecil, tubuhnya langsing dan berjenggot tipis. Naik motor KLX warna hijau. Keren banget.

Pak Rusli menyusuri pingir kebun Tempeh yang berbatasan dengan kampung dan kebun warga. Di pinggir kebun banyak pohon besar dan rindang. Pak Rusli menaiki motornya pelan2 sambil memperhatikan kalau ada sapi yang masuk kebun.

Tiba2 ada tawon yang hinggap di dadanya. Pak Rusli mengibaskan tangan untuk mengusir tawon itu. Lalu datang lagi tawon lain. Pak Rusli memukul dadanya dan membuang lagi tawon itu.

Tak diduga. Datang kawanan lebah menyerang Pak Rusli. Tawon2 itu mulai menyengat tangan dan leher pak Rusli. Pak Rusli menghentikan motornya dan menangkis tawon2 yang datang.

Tawon yang menyerang semakin banyak. Topi dan wajahnya mulai tertutup oleh tawon2 itu. Pak Rusli lari menuju kampung dan minta pertolongan warga.

Namun, warga malah lari ketakutan dan menutup pintu rumah mereka. Mereka kira ada babi yang datang. Soalnya, seluruh tubuh Pak Rusli sudah tertutup ribuan lebah. Hitam semua.

Pak Rusli mulai kesakitan. Sengatan lebah terasa panas di wajahnya. Matanya mulai tidak bisa melihat, karena matanya mulai tertutup oleh lebah2 itu. Setiap kali dia ambil dengan tangan lebah2 itu. Ribuan lebah lain segera menyerangnya. Lebah2 itu masuk ke baju dan celananya.

“Tolong ….tolong…!!!!!”, teriaknya meminta pertolongan.

Nggak ada orang yang menolongnya.

“Mati aku ….”, pikirnya dalam hati.

Antara sadar dan tidak, Pak Rusli ingat kalau lemab takut dengan api. Dia merogoh saku jaketnya. Ada korek di situ.

Dia ambil kain, kebetulan ada solar. Kainnya dibasahi dengan solar dan hendak dibakarnya. Tapi, tangannya mulai kaku. Tangannya tidak bisa menyalakan api.

Pak Rusli lari lagi. Sayup2 dia mendengar ada ibu2 yang teriak dari dalam rumah;

“Buka semua bajunya ki.. sambil lari..”

Pak Rusli membuang topinya. Lebah2 menyerang topinya itu.

Pak Rusli membuang kaosnya yang berwarna putih. Kaosnya dalam sekejan jadi hitam karena dikerumuni lebah.

Dia buang celanya, hingga hanya tersisa celana dalam.

Ada warga yang berani keluar dan menyalakan api dari daun2 kering. Pak Rusli segera menuju api itu dan duduk di dekatnya.

Lebah2 mulai pergi. Setelah lebah2 pergi. Warga mulai datang menolongnya. Pak Rusli diangkat ke teras salah satu rumah warga. Mereka beramai2 mencabuti sisa2 sengatan yang ada di tubuhnya. Ada ribuan sengatan; di wajah, kepala, telapak tangan, leher. Hampir semua tubuhnya banyak sisa sengatan.

Antara sadar dan tidak sadar, Pak Rusli minta di telponkan asistennya dan wakernya yang rumahnya tidak jauh dari kampung ini.

Asistennya, Pak Umar datang. Setengah panik dia menelpon pak SKK untuk minta pertolongan. Kebetulan waktu itu Pak SKK sedang di kebun kasimpureng. Tidak jauh lokasinya.

“Assalamu’alaikum, Puang. Bisa minta bantuan ta’? Pak Rusli diserang lebah. Sekarang di tempeh.”

“Leh…leh… di mana itu ki?”

Karen panik pak SKK naik mobil jip daihatsunya menuju tempeh. Beliau belum hafal jalanan di situ. Di tengah jalan dia tanya ke petani yang ada di jalan. Ditunjunkkan arahnya.

“Terima kasih, pak di!” Katanya sambil menjalankan mobilnya.

Tanpa disadari di depannya ada got besar. Ban mobilnya tergelincir masuk got, mobilnya terguling di dasar got. Roda2nya menghadap ke atas.

Pak Umar mulai gelisah; kenapa pak SKK lama sekali nggak sampai2.

Pak Rusli mulai pingsan. Disengat satu ekor lebah saja sakit. Apalagi ini ribuan lebah. Nggak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya; panas, perih dan gatal di seluruh tubuh.

Pak Umar menelpon Pak SKK;

“Sampai mana, puang? Kenapa lama sekali?”

“Mobilku kebalik di kebun. Nggak bisa jalan ini.”

Mandor2 kebun lainnya berdatangan untuk menolong Pak SKK.

Akhirnya, Pak Rusli dibawa ke puskesmas Cina dengan naik motor.

Satu malam Pak Rusli dirawat. Setelah agak mendingan, Pak Rusli minta pulang ke rumah. Dokter hanya memberi obat penahan sakit dan vitamin.

Pak Rusli dirawat di rumah. Tiga hari kemudian, saya sudah ketemu dengannya di masjid waktu sholat subuh.

Alhamdulillah.

Kisah-kisah di ArasoE: Pengembala Kesurupan di Sibulue

Sibulue adalah nama gunung kecil atau bukit di sebelah utara pabrik gula. Di sekeliling gunung ini terletak beberapa kebun tebu; Sibulue, Polewali, Kaju dan ArasoE. Nama-nama kebun sama dengan nama desa yang mengelilingi bukit Sibulue. Beberapa tempat di bukit Sibulue ini terkenal angker dan ada ‘penunggu’-nya. Kepercayaan masyarakat setempat.

Bukit Sibulue bukan bukit yang besar. Bukit ini banyak batu-batu kapurnya. Batu-batunya ada yang berukuran besar. Pohon-pohonnya tidak terlalu lebat dan rapat. Malah cenderung jarang-jarang, karena sedang musim kemarau panjang seperti saat ini. Rumput-rumputnya nampak kuning kecoklatan karena kering.

Warga kampung sekitar bukit Sibulue banyak yang memilhara sapi. Sapi-sapi itu digembalakan di pematang-pematang kebun tebu, di sawah-sawah atau di ladang-ladang terbuka lainnya yang ada rumpunya. Banyak juga warga yang membuat kandang di kaki bukit Sibulue. Luas kandangnya bisa ratusan meter dan diisi beberapa ekor sapi. Kadang ini dikelilingi oleh pagar kayu atau bambu dan kawat berduri. Setiap hari yang punya sapi akan datang dua kali, pagi dan sore hari, untuk memberi minum dan pakan untuk sapi-sapinya.

Ada juga peternak yang memiliki banyak ekor sapi, tetapi tidak punya kadang di kaki bukit. Mereka biasanya mengembalakan sapi-sapinya di kaki bukit Sibulue. Suatu hari ada warga desa yang mengembalakan sapinya ke Sibulue. Semua tanpak normal-normal saja. Pengembala menunggu sapi-sapinya makan sambil berteduh di bawah pohon. Dia mengawasi sapi-sapinya dari kejauhan. Mereka biasanya membawa bekal makan, minum dan tentunya juga rokok.

Si pengembala merasa pingin buang hajat kecil. Dia berdiri dari tempat duduknya semula. Lalu ‘clingak-clinguk’ mencari tempat yang relatin ‘aman’. Dia berjalan menuju balik batu besar dan melampiaskan hajatnya di situ. Seeerr…..  Lega.

Tiba-tiba…. belum selesai dia memasukkan burungnya lagi, lehernya seperti tercekik.

“eerrgghhhh…..”

Buru-buru dia merapikan diri lalu kembali ke tempatnya semula sambil sedikit berlari. Tangannya memegangi lehernya. Tak berapa lama wajahnya memerah…..lalu lama-lama membiru………..

Dia beranjak pulang dengan langkah sedikit gontai…sapi-sapinya ditinggalkannya begitu saja. Di tengah jalan dia ketemu dengan tetangganya…

“Kenapa kamu…???” tanya tetangganya dengan terheran-heran.

Si pengembala tidak banyak menjawab, hanya menunjuk ke lehernya yang agak susah bernapas. Tetangganya mengantarkannya pulang ke rumah. Dia ditidurkan di tempat tidurnya.

Kabar menyebar dengan cepat. Tetangganya berdatangan ke rumah kayunya, karena penasaran dan pingin tahu. Rumahnya jadi ramai.

Singkat cerita, mereka jadi tahu kalau si pengembala ini ‘mungkin’ kerusupan atau diganggu jin. Mereka memanggil tetua kampung untuk menolongnya.Tetua kampung datang dan melihat kondisinya. Lalu dia berkata pada keluarganya:

“Ambilkan ayam….!”

Keluarganya pun segera mencari ayam dan diserahkan ke tetua kampung itu.

Continue reading

Para Pemburu Celeng dari Menado

Para pemburu celeng

Celeng menjadi hama di kebun tebu Camming dan Bone. Terutama yang terletak di pinggir-pinggir hutan. Sebenarnya celeng2 ini hanya sedikit makan tebu, tapi batang tebu yang dirusak banyak banget. Macam-macam cara sudah pernah dicoba; diracun, kawat listrik dan lain2. Ngggak mempan. Karena populasi celeng sangat banyak, sekali beranak bisa 6 ekor.

Akhirnya salah satu sinder berinisiatif untuk menyewa pemburu celeng dari Menado. Orang2 Menado terkenal makan binatang apa saja, apalagi celeng dan babi. Mereka pun terkenal sebagai pemburu ulung. Singkat cerita, diundanglah mereka untuk memburu babi di kebun tebu mulai tahun 2016. Pemburu ini akan mendapatkan premi dari setiap ekor celeng yang berhasil ditangkap/dibunuh. Keuntunga mereka juga mendapatkan daging celeng yang dijual ke Menado.

Jumlah pemburu yang datang hanya 10 orang saja. Mereka memasang jerat di dalam kebun. Ratusan jerat yang mereka pasang di tempat2 strategis. Pemburu2 ini tahu tempat yang akan dijadikan sarang celeng. Jalan2 yang dilalui celeng juga mereka tahu. Setelah jerat di pasang, setiap hari mereka patroli di kebun.

Hasil tangkapan mereka sungguh luar biasa. Informasi dari Pak ADM tahun 2016 dalam setahun mereka sudah menangkap 2500 ekor celeng.

Celeng2 yang tertangkap ditusuk sampai mati. Kepala dan jeroan dibuang. Dagingnya dieskan. Kalau sudah terkumpul satu tronton mereka bawa ke Menado. Katanya celeng dari camming banyak disukai orang menado. Dagingnya manis. Ya iyalah… makannya tebu, bagaimana nggak manis…!!!!

Tahun berikutnya serangan celeng menurun drastis. Tahun 2019 ini mulai banyak lagi. Mereka kembali diminta berburu di Camming. Jumlah pemburunya tidak banyak, 5 orang saja. Dalam 3 bulan mereka sudah dapat 350 ekor celeng.