Tag Archives: Bugis

Kisah-kisah di ArasoE: Tidur di Pondok Kayu

Terlelap sebentar di pondok kayu di tengah kebun. Alasnya papan kayu dan bantalnya buah kelapa tua. Nyenyak.

Seperti biasanya, pagi habis sarapan menuju ke kebun. Kali ini saya ke kebun upland wilayah barat; Kebun Walenreng 1. Jaraknya cukup jauh dari mess PG. Saya berangkat berdua dengan Ai. Saya naik Honda Win dan Ai naik Beat.

Jalan poros makadam kita lalui. Pertama kita singgah di Kebun Lompu. Lalu ke Kebun Talaga. Singgah sebentar beli minum di pondok rayon Barat; warungnya mandor Agus. Lanjut lagi, menyusuri tiang listrik, membelah kampung, lalu ke kebun Walenreng. Di sini sedang ada penanaman PC atau tebu baru.

Kami parkir motor di pinggir kebun dekat dengan kebun kakao milik warga. Kita cari-cari mandor kebunnya; Pak Iskandar. Nggak terlihat, padahal motor winnya parkir bersebelahan dengan motor saya.

Kita coba cari-cari di sekitar kebun tidak terlihat. Hanya ada beberapa buruh tanam yang sedang kletek bibit dan potong2 bibit.

Di kebun warga ada pondok kayu. Pondok kebun sederhana. Ukuranya 3 m x 6 m. Pondok ini berbentuk panggung tingginya hampir setinggi kepalaku. Di depannya ada tangga kecil kenuju ke teras pondok. Di teras ini terlihat ada orang tiduran di atas dipan kayu, Itu dia Pak Iskandar.

Kami segera menuju pondok dan naik di terasnya. “Assalamu’alaikum”, ucap kami hampir serempak sambil melambaikan tanggan. Pak Iskandar menyambut salam kami dengan wajah ceria. Di pelipisnya ada luka bekas jahitan. Seminggu yang lalu, jam 10 malam, Pak Iskandar kecelakaan menabrak kuda yang lari di tengah jalan. Tanggannya masih terkilir dan kepalanya masih kadang2 pusing.

Kami ngobrol di teras pondok. Di tempat itu ada banyak sekali buah kelapa tua. Ada satu dipan kayu panjang di sisi dalam. Anggin bertiup pelan membuat kesegaran di tengah terik matahari musim kemarau ini.

Lama2 mata jadi berat. Pingin tidur rasanya. Semakin lama pelupuk mata semakin berat dan sulit dibuka.

“Pinggin merbahkan badan, Pak Iskandar. Mata berat sekali. “

Saya ambil beberapa ikat buah kelapa muda dan saya letakkan di ujung dipan kayu. Saya rebahkan badan dan kepala di atas buah kelapa. Dipan kayu ini sempit, lebarnya sekitar 25 cm. Geser sedikit saja bisa jatuh.

Kesadaran saya pelan2 hilang. Saya miring sedikit ke arah dinding papan kayu. Melayang ke dunia mimpi.

***

Kenikmatan tidur bukan di atas spring bad yang empuk. Atau sejuknya AC. Mata yang terpejam dan pikiran lelap. Sebentar melupakan keruwetan.

Badan hampir iatuh. Lalu saya terbangun. Saya usap bibir dan dagu yang basah. Duduk sebentar sampai kesadaran saya pulih.

Matahari sudah condong ke barat. Perut mulai keroncongan. Saatnya makan siang. Kami pun turun dari pondok balik ke komplek PG.

Kisah-kisah di ArasoE: Digrebeg Orang Bugis

Bruk….doorrrr…dorr…bruk…..

“Keluar…!!!!!”

Terperanjat saya. Suara pintu depan rumah digedor-gedor orang.

Waktu itu saya sedang tidur-tiduran kecapekan dan hanya pakai celana kolor saja. Sore tadi selepas sholat asar saya dan kawan saya Yogo berenang di Pemandian Bilqis, desa Tempe. Entah berapa lama saya berenang tanpa henti mengelilingi kolam renang itu. Hampir satu jam kira2. Selesai berenang badan capek dan perut lapar.

Saya membonceng Yogo naik si hitam motor Honda Win kesayangan. Biasanya saya yang di depan, tapi karena capek, saya minta Yogo yang di depan.

Hari ini ada pertandingan bola di ArasoE. Panitia meminjam lapangan bola yang kebetulan letaknya di depan rumah S13 yang saya tempati. Siang tadi, salah seorang staff TU yang minta ijin pinjam ruangan mess untuk ganti baju pemain bola. Saya persilahkan, karena memang ruangan mess cukup luas dan tidak masalah bagi saya kalau hanya sekedar ganti baju.

Jam 2 lapangan mulai ramai. Pertandingan pertama dimulai. Pintu rumah terbuka lebar. Beberapa orang sudah masuk ke rumah untuk menaruh tas dan ganti baju.

Siang ini saya sudah janjian dengan Yogo untuk berenang. Selepas sholat asar saya dan Yogo berangkat ke Tempe. Kolam renang sepi. Hanya saya dan Yogo saja yang berenang. Kolam renang seperti milik kita berdua.

Saya pemanasan sebentar. Lalu nyebur ke air. Berenang pendek dulu gaya bebas untuk memanaskan otot-otot badan. Kemudian saya mulai berenang gaya cebong mengelilingi kolam renang berlawanan arah dengan jarum jam. Seperti arahnya orang tawaf. Renang terus sampai teler. Saya berenang 12 putaran lebih, hampir satu jam tanpa henti.

Singkat cerita, waktu sampai ke komplek, lapangan bola masih ramai. Di rumah banyak motor2 yang diparkir. Ada beberapa mobil juga yang diparkir di halaman rumah.

Turun dari motor, ketika mau masuk rumah, terkejut saya. Rumah kotor sekali. Banyak sampah berserakan di mana2. Gelas air mineral, bungkus rokok, kulit pisang, bekas makanan. Berceceran di mana-mana. Darah saya naik…..

Kebetulan ada bapak mess 9, Pak Salim bapak penjaga mess 9, saya panggil dia. Saya tanya:

“Pak Salim punya nomornya Pak Taring?”

“Nggak ada, di”

Ada Bu Salim dan Mbak Nana. Kebetulan mereka punya nomornya Pak Taring. Saya minta untuk ditelponnkan Pak Taring.

“Assalamu’alaikum, Pak Taring”

“Wa’alaikum salam,” jawaban dari seberang telepon.

“Ini Isroi yang tinggal di S13. Maaf, Pak Taring. Rumah saya kotor sekali. Banyak sampah di mana-mana. Bahkan, ada motor di taruh di dalam rumah. Bagaimana ini, Pak Taring?”

“Iyek…Pak, sebentar saya ke sana..”

“Ke sini ya, Pak?”

“Iyek….Pak.. sebentar saya ke sana,” ulanginya lagi untuk meyakinkan saya.

Saya masuk rumah. Bau rokok menyengat. Plus, bau sisa-sisa makanan. Saya masuk kamar dan siap2 mandi. Masjid sudah tilawah tanda menjelang masuk waktu magrib.

Pertandingan baru selesai. Para pemain masuk ke rumah untuk ganti baju. Meski sedikit jengkel, saya biarkan mereka. Saya masih percaya kalau panitia akan bertanggung jawab. Selepas sholat magrib. Pemain sudah kosong. Lapangan sudah sepi. Rumah masih berantakan.

Pak Taring yang janji mau datang tidak kelihatan batang hidungnya. Saya mulai senewen. Darah saya naik lagi. Saya telpon lagi pak Taring. Telponnya nggak aktif. Saya ulangi lagi beberapa kali. Nihil.

Lalu saya telepon Pak Ka TU. Saya laporkan perihal ini dan saya sampaikan juga kalau saya tidak bisa terima rumah saya kotor sekali. Ditambah ada motor ditaruh di dalam rumah tanpa ijin.

Pak Ka TU bilang, “Kenapa dikasih ijin, Pak? Jangan. Itu bukan kegiatan perusahaan.”

“Yang bilang ke saya Pak Taring, staff bapak. Saya pikir dari PG.”

“Bukan, Pak. Itu urusan pribadi. Jangan boleh, Pak.”

“Baik, Pak. Saya bilang ke Pak Taring.”

Adzan isya’ saya ke masjid. Saya ke Mess S9 untuk makan malam. Saya telp Pak Taring lagi. Nggak diangkat. Tambah emosi saya.

Lalu saya tanya ke kawan2 di mess. Rumah pak Taring di mana? Siapa yang dekat dengan rumahnya?

Adi, karyawan keuangan yang dulu tinggal di S13 rumahnya dekat dengan Pak Taring.

Saya minta untuk ditelponkan Adi. Saya minta ke Adi untuk memberitahu Pak Taring agar segera ke rumah S13. Saya minta tanggungjawabnya. Rumah seperti tempat sampah dan entah motor siapa yang ditaruh di dalam rumah. Minta tolong kasih tahu yang punya motor untuk mengeluarkannya. Kalau tidak motornya saya buang. Ancam saya.

Di S9 saya cukup lama. Karena capek. Saya pulamg. Amarah masih membara di dada. Kalau Pak Taring tidak datang, motor itu benar2 saya keluarkan dari rumah.

Saya tlp sekali lagi ke Pak Taring. Nihil. Darah saya naik semakin tinggi. Saya ajak temen2 untuk mengeluarkan motor dari rumah.

Ada salah satu karyawan risbang yang datang membantu. Kebetulan dia kenal dengan yang punya motor. Di telpon yang punya motor itu. Saya minta telponnya. Dengan nada tinggi, karena sudah jengkel sekali. Saya bilang kalau motornya saya keluarkan dari rumah, segera ambil, saya tidak bertanggungjawab kalau ada kerusakan.

Saya masuk rumah dan mulai memejamkan mata.

Antara sadar dan tidak sadar, pintu rumah digedor-gedor orang. Orang teriak dari luar.

Saya loncat, hanya pakai celaka kolor saja saya keluar. Saya coba buka pintu. Nggak bisa. Pintu terkunci. Ada beberapa orang masuk ke halaman rumah. Menunjuk saya dan mengancam saya untuk keluar rumah.

Saya kembali masuk kamar. Saya pakai celana, baju dan ambil kunci.

Saya buka pintu. Rumah sudah ramai orang. Satu orang emosi ngajak berantem. Mereka ramai-ramai. Banyak pemuda datang. Sebagian saya kenal.

Saya bukan orang penakut dan tidak takut. Emosi saya jadi ikutan naik.

Pak Kepala Desa hadir. Pak Taring juga ada. Beberapa orang lagi menghalangi saya dan menahan orang emosional itu.

Tak berapa lama sekuriti datang. Brimob juga ada.

Debat pun semakin panas. Kepala saya semakin panas juga jadinya. Saya jelaskan kronologinya. Pak Taring mengelak dan selalu ‘ngeles’. Tambah naik darah saya. Orang semakin ramai dan suasana mulai panas.

Pak Kepala Desa yang bijaksana meredam suasana. Pak Polisi ikut mendinginkan suasana.

Berangsur-angsur reda. Perlahan mereka bubar. Beberapa sekuriti masih berjaga di depan rumah.

***
Esok hari saya ke kebun seperti biasa. Kali ini saya update data capaian kebun. Badan saya masih terasa capek, kerena habis berenang kemarin. Ketika matahari mulai naik, saya ke kebun Lompu dengan Ai (Suaib, tapi panggilannya Ai). Selesai dari Lompu saya ke Talaga. Singgah melepas dahaga di pondok kantor Rayon Barat di Talaga. Lalu saya lanjut ke Walenreng. Di sana ketemu dengan mandor Pak Iskandar. Duduk-duduk di gubuk tengah kebun. Udara yang semilir membua mata saya jadi berat. Saya memejamkan mata sebentar melepas rasa kantuk yang berat. Matahari sudah lewat dari ubun-ubun ketika saya bangun. Saya dan Ai beranjak pulang.

Di tengah jalan, Yogo kirim WA menanyakan posisi saya di mana?

Sampailah saya di Mess S9 untuk makan siang. Di mess ternyata sudah ada Bapak Kelapa Desa Arasoe. Kita ngobrol santai sambil minum kopi di ruangan dapur belakang. Ngobrol ngalor ngidul macam-macam. Ngobrol tentang pengombatan Korea, orang Bugis, Janitri sampai ke batu akik. He…he…he…

Setelah suasana mencair, saya sampaikan permintaan maaf saya ke Pak Kepala Desa, kalau semalam saya emosional karena terpancing juga. Untung ada Pak Kepala Desa yang sangat disegani dan sudah 18 tahun jadi kepala desa. Puang menceritakan kronologi versi Beliau.

Terungkaplah, ketika saya telp berkali-kali ke Pak Taring dan tidak diangkat atau dijawab. Ternyata dia yang mendatangi pemuda ArasoE. Entah apa yang dia ceritakan. Singkat cerita, pemuda-pemuda itu marah dan berkumpul untuk ‘menyerbu’ rumah S13. Untung ada kepala dusun yang tahu dan memberitahukan ke Puang Kepala Desa ArasoE.

Puang Kepala Desa sangat disegani di ArasoE. Apa yang dia bilang akan diikuti oleh warga desa, termasuk pemuda-pemuda desa. Dia bilang, masalah sudah clear, pentolan pemuda ArasoE adalah anaknya. Dia sendiri yang akan memberitahukan ke anaknya.

***

Saya tidak ingin cari musuh di ArasoE ini. Saya cuma menjalankan tugas kerjaan. Saya ingin mencari teman sebanyak-banyaknya. Tapi, kalau saya dilecehkan dan diintimidasi saya juga tidak terima. Saya tidak takut, meski saya kalah jumlah dan mungkin akan babak belur. Saya berani karena saya yakin tidak salah.

Semoga masalah ini selesai sampai malam ini saja. Besok membuka lembaran baru. Tambah teman, tambah sahabat, tambah saudara.

Aamiin.