Tag Archives: PGB

Kisah-kisah di ArasoE: Digrebeg Orang Bugis

Bruk….doorrrr…dorr…bruk…..

“Keluar…!!!!!”

Terperanjat saya. Suara pintu depan rumah digedor-gedor orang.

Waktu itu saya sedang tidur-tiduran kecapekan dan hanya pakai celana kolor saja. Sore tadi selepas sholat asar saya dan kawan saya Yogo berenang di Pemandian Bilqis, desa Tempe. Entah berapa lama saya berenang tanpa henti mengelilingi kolam renang itu. Hampir satu jam kira2. Selesai berenang badan capek dan perut lapar.

Saya membonceng Yogo naik si hitam motor Honda Win kesayangan. Biasanya saya yang di depan, tapi karena capek, saya minta Yogo yang di depan.

Hari ini ada pertandingan bola di ArasoE. Panitia meminjam lapangan bola yang kebetulan letaknya di depan rumah S13 yang saya tempati. Siang tadi, salah seorang staff TU yang minta ijin pinjam ruangan mess untuk ganti baju pemain bola. Saya persilahkan, karena memang ruangan mess cukup luas dan tidak masalah bagi saya kalau hanya sekedar ganti baju.

Jam 2 lapangan mulai ramai. Pertandingan pertama dimulai. Pintu rumah terbuka lebar. Beberapa orang sudah masuk ke rumah untuk menaruh tas dan ganti baju.

Siang ini saya sudah janjian dengan Yogo untuk berenang. Selepas sholat asar saya dan Yogo berangkat ke Tempe. Kolam renang sepi. Hanya saya dan Yogo saja yang berenang. Kolam renang seperti milik kita berdua.

Saya pemanasan sebentar. Lalu nyebur ke air. Berenang pendek dulu gaya bebas untuk memanaskan otot-otot badan. Kemudian saya mulai berenang gaya cebong mengelilingi kolam renang berlawanan arah dengan jarum jam. Seperti arahnya orang tawaf. Renang terus sampai teler. Saya berenang 12 putaran lebih, hampir satu jam tanpa henti.

Singkat cerita, waktu sampai ke komplek, lapangan bola masih ramai. Di rumah banyak motor2 yang diparkir. Ada beberapa mobil juga yang diparkir di halaman rumah.

Turun dari motor, ketika mau masuk rumah, terkejut saya. Rumah kotor sekali. Banyak sampah berserakan di mana2. Gelas air mineral, bungkus rokok, kulit pisang, bekas makanan. Berceceran di mana-mana. Darah saya naik…..

Kebetulan ada bapak mess 9, Pak Salim bapak penjaga mess 9, saya panggil dia. Saya tanya:

“Pak Salim punya nomornya Pak Taring?”

“Nggak ada, di”

Ada Bu Salim dan Mbak Nana. Kebetulan mereka punya nomornya Pak Taring. Saya minta untuk ditelponnkan Pak Taring.

“Assalamu’alaikum, Pak Taring”

“Wa’alaikum salam,” jawaban dari seberang telepon.

“Ini Isroi yang tinggal di S13. Maaf, Pak Taring. Rumah saya kotor sekali. Banyak sampah di mana-mana. Bahkan, ada motor di taruh di dalam rumah. Bagaimana ini, Pak Taring?”

“Iyek…Pak, sebentar saya ke sana..”

“Ke sini ya, Pak?”

“Iyek….Pak.. sebentar saya ke sana,” ulanginya lagi untuk meyakinkan saya.

Saya masuk rumah. Bau rokok menyengat. Plus, bau sisa-sisa makanan. Saya masuk kamar dan siap2 mandi. Masjid sudah tilawah tanda menjelang masuk waktu magrib.

Pertandingan baru selesai. Para pemain masuk ke rumah untuk ganti baju. Meski sedikit jengkel, saya biarkan mereka. Saya masih percaya kalau panitia akan bertanggung jawab. Selepas sholat magrib. Pemain sudah kosong. Lapangan sudah sepi. Rumah masih berantakan.

Pak Taring yang janji mau datang tidak kelihatan batang hidungnya. Saya mulai senewen. Darah saya naik lagi. Saya telpon lagi pak Taring. Telponnya nggak aktif. Saya ulangi lagi beberapa kali. Nihil.

Lalu saya telepon Pak Ka TU. Saya laporkan perihal ini dan saya sampaikan juga kalau saya tidak bisa terima rumah saya kotor sekali. Ditambah ada motor ditaruh di dalam rumah tanpa ijin.

Pak Ka TU bilang, “Kenapa dikasih ijin, Pak? Jangan. Itu bukan kegiatan perusahaan.”

“Yang bilang ke saya Pak Taring, staff bapak. Saya pikir dari PG.”

“Bukan, Pak. Itu urusan pribadi. Jangan boleh, Pak.”

“Baik, Pak. Saya bilang ke Pak Taring.”

Adzan isya’ saya ke masjid. Saya ke Mess S9 untuk makan malam. Saya telp Pak Taring lagi. Nggak diangkat. Tambah emosi saya.

Lalu saya tanya ke kawan2 di mess. Rumah pak Taring di mana? Siapa yang dekat dengan rumahnya?

Adi, karyawan keuangan yang dulu tinggal di S13 rumahnya dekat dengan Pak Taring.

Saya minta untuk ditelponkan Adi. Saya minta ke Adi untuk memberitahu Pak Taring agar segera ke rumah S13. Saya minta tanggungjawabnya. Rumah seperti tempat sampah dan entah motor siapa yang ditaruh di dalam rumah. Minta tolong kasih tahu yang punya motor untuk mengeluarkannya. Kalau tidak motornya saya buang. Ancam saya.

Di S9 saya cukup lama. Karena capek. Saya pulamg. Amarah masih membara di dada. Kalau Pak Taring tidak datang, motor itu benar2 saya keluarkan dari rumah.

Saya tlp sekali lagi ke Pak Taring. Nihil. Darah saya naik semakin tinggi. Saya ajak temen2 untuk mengeluarkan motor dari rumah.

Ada salah satu karyawan risbang yang datang membantu. Kebetulan dia kenal dengan yang punya motor. Di telpon yang punya motor itu. Saya minta telponnya. Dengan nada tinggi, karena sudah jengkel sekali. Saya bilang kalau motornya saya keluarkan dari rumah, segera ambil, saya tidak bertanggungjawab kalau ada kerusakan.

Saya masuk rumah dan mulai memejamkan mata.

Antara sadar dan tidak sadar, pintu rumah digedor-gedor orang. Orang teriak dari luar.

Saya loncat, hanya pakai celaka kolor saja saya keluar. Saya coba buka pintu. Nggak bisa. Pintu terkunci. Ada beberapa orang masuk ke halaman rumah. Menunjuk saya dan mengancam saya untuk keluar rumah.

Saya kembali masuk kamar. Saya pakai celana, baju dan ambil kunci.

Saya buka pintu. Rumah sudah ramai orang. Satu orang emosi ngajak berantem. Mereka ramai-ramai. Banyak pemuda datang. Sebagian saya kenal.

Saya bukan orang penakut dan tidak takut. Emosi saya jadi ikutan naik.

Pak Kepala Desa hadir. Pak Taring juga ada. Beberapa orang lagi menghalangi saya dan menahan orang emosional itu.

Tak berapa lama sekuriti datang. Brimob juga ada.

Debat pun semakin panas. Kepala saya semakin panas juga jadinya. Saya jelaskan kronologinya. Pak Taring mengelak dan selalu ‘ngeles’. Tambah naik darah saya. Orang semakin ramai dan suasana mulai panas.

Pak Kepala Desa yang bijaksana meredam suasana. Pak Polisi ikut mendinginkan suasana.

Berangsur-angsur reda. Perlahan mereka bubar. Beberapa sekuriti masih berjaga di depan rumah.

***
Esok hari saya ke kebun seperti biasa. Kali ini saya update data capaian kebun. Badan saya masih terasa capek, kerena habis berenang kemarin. Ketika matahari mulai naik, saya ke kebun Lompu dengan Ai (Suaib, tapi panggilannya Ai). Selesai dari Lompu saya ke Talaga. Singgah melepas dahaga di pondok kantor Rayon Barat di Talaga. Lalu saya lanjut ke Walenreng. Di sana ketemu dengan mandor Pak Iskandar. Duduk-duduk di gubuk tengah kebun. Udara yang semilir membua mata saya jadi berat. Saya memejamkan mata sebentar melepas rasa kantuk yang berat. Matahari sudah lewat dari ubun-ubun ketika saya bangun. Saya dan Ai beranjak pulang.

Di tengah jalan, Yogo kirim WA menanyakan posisi saya di mana?

Sampailah saya di Mess S9 untuk makan siang. Di mess ternyata sudah ada Bapak Kelapa Desa Arasoe. Kita ngobrol santai sambil minum kopi di ruangan dapur belakang. Ngobrol ngalor ngidul macam-macam. Ngobrol tentang pengombatan Korea, orang Bugis, Janitri sampai ke batu akik. He…he…he…

Setelah suasana mencair, saya sampaikan permintaan maaf saya ke Pak Kepala Desa, kalau semalam saya emosional karena terpancing juga. Untung ada Pak Kepala Desa yang sangat disegani dan sudah 18 tahun jadi kepala desa. Puang menceritakan kronologi versi Beliau.

Terungkaplah, ketika saya telp berkali-kali ke Pak Taring dan tidak diangkat atau dijawab. Ternyata dia yang mendatangi pemuda ArasoE. Entah apa yang dia ceritakan. Singkat cerita, pemuda-pemuda itu marah dan berkumpul untuk ‘menyerbu’ rumah S13. Untung ada kepala dusun yang tahu dan memberitahukan ke Puang Kepala Desa ArasoE.

Puang Kepala Desa sangat disegani di ArasoE. Apa yang dia bilang akan diikuti oleh warga desa, termasuk pemuda-pemuda desa. Dia bilang, masalah sudah clear, pentolan pemuda ArasoE adalah anaknya. Dia sendiri yang akan memberitahukan ke anaknya.

***

Saya tidak ingin cari musuh di ArasoE ini. Saya cuma menjalankan tugas kerjaan. Saya ingin mencari teman sebanyak-banyaknya. Tapi, kalau saya dilecehkan dan diintimidasi saya juga tidak terima. Saya tidak takut, meski saya kalah jumlah dan mungkin akan babak belur. Saya berani karena saya yakin tidak salah.

Semoga masalah ini selesai sampai malam ini saja. Besok membuka lembaran baru. Tambah teman, tambah sahabat, tambah saudara.

Aamiin.

Kisah-kisah di ArasoE: Kisah Pohon Kelapa di Kebun Tempei

Pohon kelapa yang tumbuh sendirian di tengah kebun Tempeh ini ternyata punya kisah seru.Lokasi tepatnya ada di Kebun Tempe IV blok 25.

Ketika saya lewat di kebun Tempe, ada yang menarik perhatian saya; yaitu: satu pohon kelapa yang tumbuh sendirian di tengah-tengah kebun. Pohon kelapa ini benar-benar sendirian saja. Di area kebun yang luasnya beberapa puluh hektar ini tidak ada pohon lainnya. Pohon kelapa Jomblo.

Saya sangat ingin foto pohon kelapa ini, karena memang menarik bagi saya. Saya foto dari sisi kanan, sisi kiri, kadang-kadang dari timur atau dari barat, tergantung posisi matahari di saat itu. Nggak ada foto yang bagus.

Hari ini saya ketemu dengan SKW wilayah itu, Pak Rusli, yang beberapa hari sebelumnya di sengat lebah di kebun Tempeh (Baca kisahnya di sini: Pak Rusli diserang lebah). Saya tanya tentang pohon kelapa yang ada di tengah kebun Tempe ini. Lalu, Pak Rusli mulai menceritakan kisah pohon kelapa di tengah kebun ini.

Pohon kelapa ini pernah ditumbangkan dengan bulldoser sampai roboh. Keesok harinya, pagi-pagi ketika warga mulai berangkat ke kebun, orang-orang terkejut dan terheran-heran, karena pohon kelapa ini sudah berdiri tegak lagi. Aneh memang, tapi nyata.

Kebun tempeh ini memang terkenal angker di kalangan tenaga tebang tebu. Dulu tidak jauh dari lokasi pohon ini ada bangsal penebang. Bangsal atau pondok ini  semacam barak panjang yang jadi tempat tinggal sementara tenaga tebang. Posisinya ada di pojok kebun. Dalam satu bangsal ada ratusan orang penebang. Mereka datang dari jauh; Bulukumba, Palu, NTT, Jawa Timur atau Jawa Tenggah. Setiap musim tebang, di pondok ini selalu ada tenaga tebang yang meninggal. Hanya tahun 2019 ini saja tida ada tenaga penebang yang meninggal di kebun ini. Sekarang pondok ini sudah tidak ada, karena tidak ada yang mau menempatinya lagi.

Kejadian aneh-aneh juga sering terjadi di kebun ini. Beberapa waktu lalu ada kerjaan kletek daun tebu. Tujuannya kletek adalah untuk meningkatkan rendemen dan agar tebunya lebih ‘matang’. Selama pekerjaan itu dilakukan, ada empat tenaga buruh kletek yang kesurupan. Salah satu dari mereka menceritakan ke Pak Rusli, kalau ada orang tinggi besar dan hitam mencekik lehernya. Tenaga kerja kesurupan adalah hal biasa di kebun Tempeh ini. 

Ada kejadian lain lagi. Ada salah satu tenaga yang tidur-tiduran di bawah pohon kelapa itu. Cuaca yang panas dan terik, memang paling enak berteduh di bawah pohon. Angin semilir membuat mata menjadi berat. Orang ini tidur terus nggak bangun-bangun; tahu-tahu sudah meninggal.

Karena itu sekarang SKW pak Rusli selalu berpesan ke tenaga yang kerja di kebun Tempeh ini untuk banyak berdzikir ketika kerja, tidak banyak bercanda, tidak melakukan aktivitas yang aneh-aneh. Jangan sampai melamun, orang melamun gampang banget ‘kesambet’. 

Pak Rusli sendiri nggak pernah melihat sesuatu yang aneh di sekitar pohon ini. Sebagai sinder wilayah, kadang-kadang dia mesti keluar malam-malam untuk mengecek kebunnya. Keluar jam 2 malam. Biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Hanya beberapa waktu lalu Pak Rusli kena musibah di serang lebah, tapi lokasinya agak jauh dari pohon kelapa ini.

Entah ‘dunia’ apa yang ada di sekitar pohon kelapa ini. Di mata saya hanya sebatang pohon kelapa yang tumbuh sendirian di tengah kebun.

Wallahua’lam.

Yang penasaran dengan lokasi pohonnya bisa lihat di google maps: https://goo.gl/maps/gzonv2bHudw96E4U8

Pohon Kelapa di Tengah Kebun Tempe

Toko Penjual Asesoris Furniture yang Lengkap di Bogor; Toko Formica

toko penjual asesoris furniture bogor

Toko Formica yang menjual perlengkapan asesoris furniture lengkap. Alamatnya ada di jalan Merdeka Bogor

Kalau Anda sedang mencari-cari asesoris dan perlengkapan furniture yang lengkap di Bogor, maka toko yang paling direkomendasikan adalah toko Formica. Letak toko ini ada di Jalan Merdeka, tepatnya di depan kantor cabang Bank BNI Syariah yang di jalan Merdeka. Jadi arahnya dari bekas biokop Presiden ke arah PGB Merdeka. Posisinya di sisi kanan jalan. Kalau dilihat sepintas tokonya seperti kecil saja, tapi kalau sudah masuk lengkap sekali barang-barang furniture di toko ini.

Toko ini menjual handle laci meja, handel pintu, kunci, roll, roda meda, ganjalan pintu, roda-roda, penutup baut, gantungan baju, dan lain-lain. Perlengkapan-perlengkapan meubeler dan furniture yang sering kita lihat di hotel-hotel bisa kita temukan di sini. Untuk satu macam item saja mereka menjual bermacam-macam model, dengan berbagai ukuran dan harga.

toko penjual asesoris furniture bogor

Contoh bermacam-macam handle pintu, laci meja, dan kaki kursi yang dijual di Toko Formica, Bogor.

toko penjual asesoris furniture bogor

Contoh-contoh penutup baut, kaitan, sekrup dari stainless steel yang dijual di Toko Formica, Bogor.

Saya beberapa kali beli ke toko ini. Pertamanya dulu saya cari-cari onderdil laci meja yang rusak. Saya cari-cari di toko besi nggak ketemu. Toko besi langganan saya menyarankan, kalau mau beli onderdil furniture seperti itu cari saja ke Toko Formica. Bener saja, ternyata di toko ini hampir semua perlengkapan furniture dan asesorisnya ada.
Continue reading