Meskipun jalannya agak sedikit terhambat, bis Santoso yang aku naiki sudah sampai di terminal Jombor sekitar jam 3 pagi. Hari ini aku baru saja kembali dari Bogor. Dua hari yang lalu aku menitipkan motor di salah satu penitipan motor di sini. Rencananya agar aku bisa cepat kembali ke rumah. Ternyata penitipan motor tutup dan tidak bisa dihubungi. Di depan pintu, tertulis bahwa motor bisa diambil setelah jam 5 pagi….. Wealah….berarti saya harus nunggu dua jam lagi.
Capek dan ngantuk semakin menambah rasa kesal dan bosanku. Kemudian aku mencari tempat duduk untuk menunggu sekalian nunggu waktu sholat subuh tiba. Sekitar satu setengah jam kemudian terdengar adzan sholat subuh bersahut-sahutan. Aku pun segera mencari masjid terdekat yang suaranya agak kenceng. Masjid itu terletak tidak jauh dari terminal Jombor. Dari arah jalan keluar bis, ke arah Magelang, lalu ada apotek, majidnya terletak persis di belakang apotek.
Masjid sederhana dan ukurannya tidak terlalu luas. Ketika aku datang cuma ada beberapa orang kakek-kakek yang sedang menunggu waktu sholat. Aku pun segera berwudhu dan masuk ke dalam masjid. Sholat subuh ini hanya diikuti sekitar 5 orang makmum, termasuk aku, 80%-nya sudah kakek-kakek. Pemandangan yang sangat lumrah hampir disetiap masjid yang pernah aku kunjungi. Kalau sholat subuh, kebanyakan kakek-kakek. Mana orang-orang mudanya…..????
Yang menjadi iman juga kakek-kakek. Umurnya kurang lebih 80-an tahun. Tubuhnya kecil dan sedikit bungkuk. Yang agak menarik adalah kakek itu tidak memakai sarung yang lazim dipakai oleh orang Jogja. Pake baju batik dan celana lusuh yang bagian bawahnya sedikit dilinting ke atas hingga di atas mata kaki. Pak tua itu memakai kopiah hitam yang sudah agak lusuh.
Bacaan pak tua sangat lantang dan bertenaga meskipun sudah berumur. Dia juga membaca pengalan surat-surat yang pajang, kalau tidak salah beberapa ayat dari surat al baqoroh. Hanya sekitar 2 atau tiga ayat per rakaatnya. Ini sangat menarik bagiku, karena biasanya hanya seputar kulhu saja atau paling banter, alhakumut. Pak tua juga tidak membaca do’a qunut, tetapi pada saat berdiri dari ruku di rakaat terkhir berdirinya agak lama sedikit. Aku tidak tahu apa yang beliau baca.
Selesai sholat, setelah berdzikir sebentar pak tua berbalik ke belakang. Dia duduk menghadap ke jamaah dan membuka buku kecil lusuh di sampulnya tertulis Hadist Arbain Imam Nawawiyah. Buku itu lusuh dan terlihat sering dibuka-buka, umurnya pun mungkin juga sudah tua, karena warnanya sudah coklat tua.
Ternyata Pak tua akan memberikan kultum/kajian bagda sholat subuh. Pak tua memberikan ceramah dalam bahasa jawa, suaranya sedikit serak dan pelan. Kami, jamaah yang hanya sedikit ini, khidmad mendengarkan khotbahnya.
Menurutku isi kajian yang diberikan Pak Tua sangat berisi dan berbobot, yaitu tentang terkabulkannya doa. Dia membuka khotbah ini dengan sangat baik sekali dan sangat berkesan. Penyampaiannya sangat tegas dan jelas. Artikulasinya jelas. Bahasanya juga sangat teratur, menandakan beliau sudah terbiasa untuk berceramah. Meskipun tidak tampak bahwa beliau seorang ustad atau kyai, seperti orang kebanyakan saja.
Di penutup ceramahnya ada kata-kata yang menarik dari beliau:
“Mangan kuwi kanggo kebutuhane urip, dudu urip mung kanggo mangan. Nek wis cukup kanggo mangan yo..engal-engal ngetoake sodaqohe. Ora usah nunggu okeh rejekine. Nek rejekine sithik yoo..shodaqohe sithik, nek rejekine akeh yo..shodaqohe sing akeh. Mengko sing moho kuwaos engkang paring balesan.”
Aku tidak beranjak dari tempat dudukku sampai ceramah pak tua selesai. Ceramah yang sangat menggugah hatiku, sangat menyentuh, meskipun disampaikan oleh orang tua yang biasa-biasa saja.
Ya benar itu mas, apalagi niatnya benar untuk mencari ridhonya Allah SWT! Kalau kita menolong agama Allah, Allah pasti menolong kita! (QS Muhammad : 7) dan Allah tidak mungkin ingkar janji, bukan ceramah lho mas tetapi saya cuma menyampaikan yang saya tahu.