Waktu sholat magrib ditandai ketika Sang Mentari mulai singgah ke peraduannya. Adalah saat Sang Mentari masih terlihat malu-malu di ufuk dan memancarkan warna jingga keemasan. Di desaku, yang tidak jauh dari garis katulistiwa, waktu magrib hampir selalu sama setiap harinya, yaitu antara pukul 17.30 – 18.30 WIB.
Saya mengalami ‘shock’ waktu sholat ketika tinggal di kota Gothenburg, Swedia. Waktu sholat yang berdasarkan posisi matahari ini tidak sama setiap harinya. Di kota yang lebih dekat ke kutup utara daripada katulistiwa ini, waktu terbit dan terbenamnya matahari berubah-ubah setiap hari. Di musim dingin, bulan Desember – Maret, Sang Surya malas bersinar. Hari lebih banyak gelapnya daripada terangnya. Gelap dan dingin……bbbrrrrr…..
Sedangkan di musim panas, bulan Juni-Agustus, Sang Surya sedang giat-giatnya menyinari bumi Skandinavia. Waktu siang lebih panjang daripada waktu malam. Di puncak musim panas, Sang Surya sudah ‘bangun’ pukul 2.30 pagi. Semburat warna merah terlihat di langit timur, tanda waktu sholat subuh. Pukul 5 pagi sudah terang benderang.
Udara menghangat dan orang-orang dengan riang menyambutnya. Wajah-wajah orang terlihat lebih cerah, senyum terkembang, dan menyapa ramah. Waktu siang sungguh panjang sekali. Sang Surya seperti tidak pernah lelah bersinar, menemani orang-orang yang bercanda riang dan berjemur di bawahnya. Lapangan sepakbola di seberang apartemen masih ramai hingga tengah malam.
Saya menunggu waktu magrib tiba, sekitar pukul 22.00 malam. Setelah sholat magrib, saya melihat keluar dari jendela apartemen. Banyak anak-anak yang masih bermain sepakbola di lapangan. Langit mulai berwarna jingga, namun mentari masih malu-malu di batas cakrawala. Saya siapkan kamera dan tripod. Saya melangkah ke luar menuju rawa hitam (Svartemosse). (Saya lakukan ini beberapa kali di malam summer).
Jalan menuju Svartemosse masih terang, meskipun gelap samar-samar mulai datang. Saya lihat ke angkas, burung Kaja (baca Kaya) – seperti burung gagak – terbang berbondong-bondong kembali ke sarang. Kaja adalah burung yang tepat waktu, saya pehartikan mereka selalu keluar sesaat setelah fajar meyingsing dan kembali ketika matahari mulai terbenam.
Burung-burung camar (Black-headed Gull) masih berteriak-teriak ramai di tepian danau. Beberapa angsa dan bebek ada di antara burung-burung camar itu. Burung-burung camar tinggal dan membuat sarang di pulau-pulau kecil yang ada di tengah danau. Sedangkan bebek dan angsa bermalam di tepian danau.

Burung camar, angsa, dan bebek bercanda riang di pingir danau. Jam sudah menunjukkan tengah malam, namun mahatari masih bersinar.
Hampir tengah malam, Sang Mentari mulai beranjak ke ufuk barat. Semburat kuning emas memancar di batas cakrawala. Malam di puncak musim panas tidak benar-benar gelap. Bias sinar Sang Surya masih terlihat, menyinari malam menjadi terang.
Foto-foto berikut ini adalalah suasana matahari tenggelam di danau Svartemossa di puncak musim panas (akhir bulan Juli) antara pukul 10.00 sampai 0.30 malam.
kalo musim dingin, di negara yang sama, sunset jam 2an. sebaliknya matahari terbit baru jam 9-10an, itupun secara “malu-malu”…:D