Malam itu saya mengantar umminya anak-anak ke dokter. Istri saya sudah beberapa hari batuk dan belum juga reda meskipun sudah meminum obat batuk. Dalam perjalanan kami melihat seorang gelandangan yang sedang duduk di depan sebuah ruko yang sudah tutup. Pakaiannya compang-camping, sudah robek di sana-sini. Rambutnya pun panjang dan gimbal karena tidak pernah mandi. Kami ingat gelandangan ini, beberapa hari yang lalu kami juga melihatnya di sisi jalan yang lain. Malam-malam dia berjalan di kegelapan, kemudian berhenti di sebuah tong sampah dan mengais-ngais isinya. Mungkin dia lapar lalu mencari-cari sisa makanan yang bisa untuk mengisi perutnya.
Kali ini dia duduk di trotoar yang sedikit gelap. Cahaya remang-remang dari arah depan membuat tubuhnya terlihat seperti siluet. Dia duduk termenung dan sekali-kali mengais-ngais isi keranjangnya. Entah apa yang dia cari.
‘Kasihan dia, Bi!’, celetuk istri saya.
‘Iya’, jawab saya lirih.
Continue reading








