Aku, Dani Penjol, Celiene, dan ‘Car’-nya Dani
Di apartemen ini kami lah yang datang pertama. Saya satu kamar dengan Pak Muslikhin. Hari pertama datang badan penat luar biasa setelah menempuh perjalanan lebih dari 18 jam. Pinginnya langsung glosor aja.
Di kamar cuma ada satu tempat tidur ukuran satu orang, untungnya ada kasur tipis extra yang bisa dijadikan alas tidur. Saya pakai kasur itu untuk tepar. Dalam sekejab saya sudah melanglang buana di dunia mimpi.
Sedangkan Pak Mus yang belum bisa tidur, karena mesti menunggu kopernya yang tertinggal di KLM Airlines. Pihak KLM janji sore hari mau mengantar ke apartemen, karena itu Pak Mus tetap menjaga mata tetap terbuka. Menjelang sore bel telepon berbunyi. Pak Mus pikir ini dia orang dari KLM.
“Hello….!!!!” terdengar suara orang dari luar apartemen. Gedung apartemen pintunya terkunci. Hanya penghuni yang punya kuncinya dan bisa masuk gedung. Kalau ada tamu, dia mesti pencet tombol bel semacam interkom. Kalau tuan rumah pencet tombol telepon maka pintu gerbang akan terbuka.
“Hai…Hello..Are Your from the air port?”, tanya Pak Mus.
“Yes…I am from the air port”, jawab orang itu dengan mantap. Lalu tombol telpon dipencet untuk membuka pintu gerbang.
Apartemen kami ada di gedung no. 32 lantai tujuh No. 315. Tak berapa lama terdengar lift berhenti di lantai kami. Pak Mus yang dengan kegirangan – dalam pikirannya kopernya bisa segera kembali – segera membuka pintu apartemen.
Setelah dibuka, berdiri sesosok manusia asing di depan pintu. Kepalanya lonjong penjol dan plontos. Rambutnya mungkin baru tumbuh kurang dari satu mm. Licin kepalanya. Tingginya sekitar 160-an cm. Cukup pendek untuk ukuran orang eropa. Dia membawa koper besar dan tas. Tapi, bukan tasnya Pak Mus.
Dengan wajah penuh ragu, Pak Mus bertanya sekali lagi untuk meyakinkan: “Are You from the air port?”
“Yes…yes…I’m from the airport. You not believe me?”, dia balik bertanya dengan bahasa Inggris yang sedikit kacau.
Wajah Pak Mus semakin ragu, apalagi orangnya tampak tidak meyakinkan. Rupanya orang itu merasa kalau dirinya diragukan.
“I have a key…I have a key…You not bilieve me?” katanya sambil menunjukkan kunci untuk meyakinkan. Lalu dia masuk ke dalam apartemen.
Continue reading