Di posting sebelumnya saya sudah bisa menanam jamur pelapuk putih (JPP) tanpa sterilisasi substratnya. Karena terdesak keadaan. Sekarang, saya mencoba mengulang metode ini dengan skala yang lebih kecil, sekitar beberapa puluh gram saja. Ada sekitar 8 isolat JPP yang aku coba, dan untuk substratnya menggunakan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Untuk ‘fermentor’-nya masih menggunakan plastik. Fermentor ini saya pilih karena lebih mudah di dapat dan murah.
Jadi, aku masukkan beberapa puluh gram tkks ke dalam plastik. Di basahi secukupnya, kemudian aku masukkan beberapa cuplikan kecil kultur murni JPP. Kemudian diinkbasi. Setelah 2 minggu, alhamdulillah, JPP tumbuh dengan sangat subur bin makmur.
Kalau pada percobaan sebelumnya aku tidak memakai kontrol. Kali ini aku coba juga tkks yang disterilkan dengan autoclave untuk melihat perbandingan pertumbuhannya. Ternyata, secara visual pertumbuhan JPP tidak jauh berbeda, sama-sama subur makmur gemah ripah loh jinawi.
Eaureka……………..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!??????????????????????????
Ada yang menarik dari percobaan kali ini. Kebetulan beberapa hari libur, jadi laboratorium tutup. Saya dan temen saya, Arima, tidak sempat mengamati pertumbuhan jamur. Di dalam kantong plastik, sebagian, ada yang dimasukki serangga. Kalau diperhatikan seperti lalat buah. Banyak lagi……!!!!????
Menariknya….Aneh bin ajaib….kultur JPP tetap tumbuh subur. Sepertinya pertumbuhan JPP tidak terpengaruh dengan keberadaan serangga itu. Tidak ada kontaminasi jamur lainnya.
Aku coba pikir-pikir, kenapa JPP ini bisa tumbuh di media tanpa sterilisasi. Padahal, setahu saya, untuk menanam jamur biasanya perlu sterilisasi, kalau tidak pasti gagal karena terkontaminasi jamur lain atau bakteri-bakteri lain.
Ini analisa sementara saya untuk menjelaskan kenapa JPP ini bisa tumbuh dengan subur bin makmur:
-
Kondisi lingkungan optimal untuk pertumbuhan JPP dan kurang optimal untuk pertumbuhan mikroba kontaminan lain.
-
TKKS cukup miskin hara, jadi mikroba lain dan jamur lain malas untuk tumbuh di atasnya.
-
JPP dapat tumbuh dengan cepat, sehingga jamur atau mikroba lain akan tertutupi. JPP akan mendominasi tkks.
-
JPP-nya memang bandel-bandel, kuat-kuat, strong, dan memiliki daya tahan yang ruar biasa.
Hasil ini membawa implikasi yang ruar biasa:
-
Potensi diaplikasikan dalam skala industri yang besar. Tidak perlu sterilisasi/pasteurisasi berarti sangat menghemat energi. Mashood Akhtar yang ahli biopulping saja masih melakukan pasteurisasi.
-
Potensi untuk diaplikasikan dalam skala laboratorium, mungkin hanya dengan beberapa gram substrat. Jadi bisa lebih cepat, lebih hemat, dan lebih mudah.
Further research:
Nah, bagian ini yang paling menarik. Saya akan mencoba lagi untuk
1. Kultur JPP dengan skala yang lebih kecil. Mungkin dengan tabung reaksi biasa, jadi hanya beberapa gram saja. Kalau ini berhasil, penelitian saya selanjutnya akan menggunakan metode ini.
2.Kultur JPP dengan skala 100 ton di lapangan. Kebetulan sedang ada penelitian di Sumut. Kalau bisa numpang nyoba kultur ini dengan skala 100 ton. Kalau ini berhasil, tinggal beberapa langkah lagi menuju aplikasi skala industri. Insya Allah.
Dengan metode ini bisa dibuat bermacam-macam aplikasi, bisa untuk biopulping, bisa untuk biobleaching, bisa untuk produksi selulosa, bisa untuk produksi bioethanol, bisa untuk produksi biogas. Pendek dan singkat kata, ada banyak peluang aplikasi yang sangat menjanjikan. Wallahu’alam.
Penemuan yang sangat menarik …….., tetapi kemungkinan tidak berlaku untuk semua jenis jamur. Kalau untuk jenis jamur pelapuk sih mungkin saja bisa tumbuh tanpa hrs disterilisasi. Akan lebih bermanfaat lagi kalau anda bisa menanam jamur tiram putih atau jamur merang pada media tanam yang tidak disterilkan……… kita tunggu informasinya
memang benar, tidak bisa berlaku untuk semua jenis jamur. Cara ini bisa digunakan untuk menanam jamur tiram putih, tetapi kalau jamur merang kemungkinan masih sulit.
Pingback: Jamurku Berhasil Muncul Tubuh Buahnya (tanpa sterilisasi media) « Berbagi Tak Pernah Rugi
tapi pak isroi, kalau digunakan untuk jamur konsumsi seperti jamur tiram dengan keadaan yang bapak jelaskan kurang optimum, berarti ada kemungkinan hasil produksinya juga tidak maksimal. dan apabila media itu kemudian dipindahkan ke tempat yang optimum dengan harapan jamur konsumsi dapat berproduksi maksimal, dikhawatirkan terjadi ledakan kontaminan juga…
ya tentu saja ini tidak menutup kemungkinan untuk berhasil, terima kasih infonya pak… 🙂
Tidak optimum karena faktor lingkungannya. Hasilnya juga rasanya tidak optimum. Mungkin kalau dicobain di tempat yang bisa di-set kondisinya bisa optimum juga.
menanam cendawan (jamur) tiram putih (Pleurotus cystiodeses) tanpa steril (pengenyah kuman) telah saya cuba hampir 30 tahun dahulu (awal tahun 1980) di tempat saya di Pontian Johor, Malaysia, semasa saya memberi kuliah secara teori kepada petani-petani saya praktikkan untuk demonstrasi kepada petani2. pertumbuhan maiseliumnya pantas sekali berbanding jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor caju) yang perlu di steril sebelum di inokulasi. tetapi di tempat saya sekarang ini, jamur putih tidak laku, orang ramai lebih gemar jamur tiram kelabu dari jamur putih, maka tidak ada lagi petani yang mengusahakan jamur tiram putih.
Bagaimana pun, usahamu kawan, saya sanjung tinggi. usaha ini amat bernilai selagi hasilnya mendapat permintaan tinggi di pasaran. jamur tiram putih sebaiknya diolah dengan pelbagai by-produk (hasil nilai tambah) seperti digoreng menjadi kerepek, membuat sosej. di sini produk sampingan mendapat permintaan tinggi tetapi sumbernya agak kurang. ini disebabkan terutamanya, sisa bahan buangan pertanian seperti habuk kayu, jerami, habuk sabut kelapa untuk dijadikan substrat agak berkurangan dan bersaing berbanding di Indonesia.