Orang kota tidak punya lahan. Namun, banyak orang kota yang ingin ‘bercocok tanam’. Solusinya adalah ‘bercocok tanam’ dengan mengoptimalkan lahan yang ada, seefisien mungkin. Misalnya dengan metode vertikultur, hidroponik, ataun aquaponik. Apalagi jika bisa dibuat full organik akan lebih sehat.
Ide itu dilontarkan oleh teman yang baru saja hadir di komunitas petani organik kota Bandung. Idenya memang menarik. Saya yang sudah lama ingin ‘bercocok tanam’ jadi mulai bergairah lagi. Saya bisa membuat kompos sendiri, pupuk organik cair sendiri, dan pestisida nabati sendiri. Saya bisa menerapkannya dalam skala kecil di rumah saya sendiri.
Pilihan awal saya adalah dengan metode vertikultur. Tempat untuk menanam bisa memanfaatkan botol bekas air mineral. Komposnya memakai kompos dedaunan yang dibuat dengan Promi.
Sedangkan jenis sayuran yang akan saya tanam adalah sayuran yang bisa tumbuh baik di dataran rendah. Mungkin saya akan menanam bayam cabut, kangkung cabut, sawi, caisim, cabe rawit, dan tomat. Bibit/benih tanaman akan menggunakan benih lokal yang dijamin bukan GMO atau GMP. Sementara sayur2an organik itu untuk dimakan sendiri.
Sekalian saya penasaran untuk membuat percobaan kecil2lan memanan sayuran full organik skala rumah tangga. Saya akan hitung berapa produktivitasnya, berapa kebutuhan komposnya, berapa perlu biang POCnya, dan tentunya berapa biayanya.
“Bercocok tanam” di kota adalah hobi yang menghasilkan. Kenikmatannya justru ketika memelihara dan merawat sayuran-sayuran itu. Melihat tanaman tumbuh, hijau, dan subur adalah kesenangan tersendiri. Sayuran juga bisa menambah asri suasana rumah. Tentu penempatannya harus rapi dan bersih.
Saya ingin mencobanya sendiri lebih dulu. Kalau berhasil akan saya tularkan ke tetangga dan teman2 yang lain. Catatannya tentu saja akan saya tulis di blog ini.
Insya Allah.
Berbagi Tak Pernah Rugi 