Kemarin saya bertemu dengan kenalan baru yang menekuni percabaian. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Malam-malam saya berkunjung ke rumahnya. Karena baru kenal, kami basa-basi seperlunya. Kemudian mulai dia cerita tentang percabaian. Boleh dibilang teman saya ini adalah kolektor bibit/benih cabe dan mulai bercocok tanam hidroponik.
Koleksinya tidak terlalu banyak dan tempatnya pun tidak terlalu besar. Ada sebuah Green House (GH) sederhana di depan rumahnya dan ada juga banyak bibit-bibit cabe yang baru ditanam dengan sistem hidroponik. Ada cukup banyak gelas-gelas bekas minuman yang dijadikan sebagi tempat menanam hidroponik. Menarik.
Saya jadi inggat, mungkin 25 tahun yang lalu, ketika itu masih SMA. Saya membeli sebuah buku hidroponik terjemahan. Sampul bukunya putih dan ada tulisannya Hidroponik. Saya tertarik membeli buku itu karena penasaran dengan pengantarnya, menanam tanaman dengan air. Kendala waktu itu adalah sarana dan prasarananya tidak banyak tersedia seperti sekarang ini. Saya paling sulit mendapatkan bahan-bahan kimia untuk media tanamanya. Alhasil, saya menyerah dengan sendirinya. Entah ke mana buku hidroponik itu sekarang.
Kami cerita ke mana-mana, ngalor-ngidul. Mulai dari pertanian, kondisi ekonomi kita, politik pertanian, tilang polisi dan tentunya tentang cabe. Nah, yang menarik adalah alasan kenapa dia tertarik menekuni cabe. Awalnya dia pernah mencoba menanam bermacam-macam tanaman. Mulai dari tanaman kehutanan, tanaman hortikultura, buah-buahan dan akhirnya cabai. Alasanya, karena cabe adalah komoditas yang unik di Indonesia. Harga cabe bisa gila-gilaan. Harga cabe bisa lebih mahal dari harga daging sapi di pasaran. Bahkan, ekonomi Indonesia pun bisa goyah kalau harga cabe memumbung tinggi.
Orang Indonesia memang seperti tidak bisa dipisahkan dengan cabe. Cabe memang bukan makanan pokok, tapi mayoritas orang Indonesia hampir selalu makan dengan cabe setiap hari. Masakan Indonesia hampir semua ada citarasa pedasnya. Bisa dibayangngkan jika cabe menghilang dari pasaran bagaimana rasanya masakan warung padang. Aneh sekali kan?
Harga cabe memang berfluktuasi mulai dari belasan ribu per kg sampai lebih dari seratus ribu per kilo. Menanam cabe juga tidak mudah, apalagi di musim penghujan. Cabe rentan penyakit dan hama. Cabe tanaman yang manja, harus diberi perhatian penuh. Kalau tidak bisa tidak panen.
Konon, ini menurut cerita dia, Indonesia juga kaya akan plasma nutfah cabe. Di Indonesia tumbuh tanaman cabe asli Indonesia dan ada juga yang cabe purba. Misalnya saja cabe jawa yang biasanya untuk jamu di Magelang. Termasuk tanaman cabe asli Indonesia, katanya. Masih banyak jenis-jenis cabe asli Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Menarik.
Dan hari ini harga cabe (CMB &CMK) di tingkat petani Blitar dan sekitarnya dibawah Rp 5000/Kg. Sulitkah bagi pemerintah untuk berdiri diantara petani & konsumen? Petani inginkan harga yang “Pantas” atas jerih payah & Resiko yg dihadapi. Dikala pupuk subsidi mulai sulit didapat, dikala pupuk abal2 mulai menyeruak dalam kesenyapan. Disaat hama telah resisten terhadap pestisida. Dibawah bayang2 operasi pasar atas komoditas yg berasal dari impor. Disisi lain konsumen menuntut harga semurah-murahnya disaat daya beli yg semakin rendah. Sementara pemerintah sangat berkepentingan dalam pengendalian inflasi. Harus berpihak kepada siapakah pemerintah? Sungguh tidak mudah. Biarlah waktu yg akan menjawab.
Semoga pemerintah masih punya nurani.
cabe jawa sepertinya bukan termasuk cabe (genus capsicum), jadi…