
Bunga Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis
PHALAENOPSIS AMABILIS
Oleh: F. Rahardi
Tahun 1752, seorang peneliti botani dari Swedia bernama Pehr Osbeck (1723 – 1805), singgah di pelabuhan Banten, dalam perjalanan pulang menuju Eropa. Ia baru saja meneliti flora, fauna, dan masyarakat di Kanton, China, selama sekitar empat bulan. Kapal yang ditumpangi Osbeck dari China cukup besar, hingga tidak bisa merapat di dermaga Banten.
Maka untuk menuju pantai, dalam cuaca gerimis, ia harus dipanggul oleh seorang tenaga pribumi dari kapal tersebut. Di Banten ia bermalam di sebuah penginapan sederhana di dekat pelabuhan. Selain dipenuhi tumbuhan mangrove, pantai teluk Banten ketika itu masih banyak ditumbuhi pohon nyamplung, keben, ketapang dan waru laut, yang sebagian cabangnya menjorok ke laut. Di kamarnya yang sempit itu, telinga Osbeck sangat terganggu oleh bunyi tonggeret yang berisik terus-menerus berkepanjangan. Sore itu dalam suasana bete dari jendela kamarnya, Osbeck melihat ada kerumunan kupu-kupu putih di sebuah “ranting pohon tropis” yang menjorok ke pantai. Setelah mendekat, yang ia sangka kupu-kupu itu, ternyata untaian tangkai anggrek, yang dipenuhi oleh kuntum bunga berwarna putih. Ia lalu memetik satu, dan ditaruh diantara dua lipatan kertas halaman bukunya.
Setiba di Eropa, spesimen kuntum bunga anggrek itu ia serahkan ke sahabatnya Carl Linnaeus (1707 – 1778), seorang ahli botani yang juga berasal dari Swedia. Tahun 1753, Linnaeus mengumumkan spesimen bunga anggrek oleh-oleh Osbeck ini sebagai Epidendrum amabile. Baik Pehr Osbeck, maupun Carl Linnaeus sama sekali tidak tahu, bahwa hampir 100 tahun sebelumnya seorang ahli botani Jerman bernama Georg Eberhard Rumphius (1627 – 1702), telah menemukan anggrek yang sama, dan baru pada tahun 1750, hampir 50 tahun setelah Rumphius meninggal, anggrek ini diberi nama Angraecum album majus. Setelah berganti-ganti nama, akhirnya pada tahun 1825, anggrek temuan Osbeck dan Rumphius ini diberi nama Phalaenopsis amabilis oleh Karl Ludwig von Blume (1796 – 1862), seorang ahli botani berdarah Jerman Belanda. Sampai sekarang nama pemberian Blume itulah yang terus dipakai untuk spesies anggrek, yang dalam Bahasa Indonesia kita kenal sebagai anggrek bulan putih.
Blume memberi nama Phalaenopsis amabilis, untuk mengenang kisah penemuan anggrek ini oleh Osbeck di Pelabuhan Banten. Phalaenopsis terdiri dari dua kata Bahasa Yunani, yakni “Phalaena” dan “Opsis”, yang berarti tampak mirip kupu-kupu. Sementara amabilis berarti indah dan mempesona. Anggrek bulan temuan Osbeck dan Rumphius ini, oleh Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 tahun 1993, yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto, telah ditetapkan menjadi identitas bangsa sebagai Puspa Pesona, bersama bunga melati Jasminum sambac sebagai Puspa Bangsa, dan bunga Rafflesia arnoldi sebagai Puspa Langka. Bersamaan dengan penetapan tiga bunga identitas bangsa tersebut dinyatakan pula Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional tiap tanggal 5 November.
# # #

Anggrek bulan Phalaenopsis amabilis
Meskipun tahun 1825 Blume sudah memberi nama Phalaenopsis amabilis terhadap anggrek bulan ini, dan bisa diterima oleh masyarakat peranggrekan dunia sampai sekarang, nama-nama baru masih terus bermunculan. Tahun 1832 William Roxburgh (1751 –1815), seorang ahli botani Skotlandia yang berdomisili di Kalkuta, memberi nama anggrek bulan kita ini dengan Cymbidium amabile. Penamaan baru terhadap Phalaenopsis amabilis juga dilakukan oleh Constantine Samuel Rafinesque-Schmaltz (1783 -1840), dengan nama Synadena amabilis (1838). Kemudian John Lindley FRS (1799 –1865), yang menamakannya dengan Phalaenopsis grandiflora (1848). Selain pemberian nama baru, ada pula klaim varietas. Tahun 1968, ada klaim Phalaenopsis amabilis varietas pleihari, dari Kalimantan Selatan, oleh Hans Edmund Nikola Burgeff (1883 – 1976), seorang ahli botani Jerman..
Sebelumnya, Friedrich Richard Rudolf Schlechter (1872 – 1925), juga seorang ahli taksonomi dan botani dari Jerman, pada tahun 1911 mengklaim Phalaenopsis amabilis var. moluccana, dan pada tahun 1913 ia kembali mengklaim keberadaan Phalaenopsis amabilis varietas papuana. Penampilan Phalaenopsis amabilis dari Pleihari, Kalimantan Selatan, memang berbeda dengan spesies serupa dari Jawa dan pulau-pulau lain. Perbedaan yang paling mencolok terdapat pada ukuran dan bentuk sepal serta petalnya, yang lebih besar, lebih penuh, dan lebih membulat. Sementara Phalaenopsis amabilis var. papuana (Schlt 1913) dari Papua dan Australia Utara, sepal dan petalnya lebih ramping, labellumnya juga lebih panjang, dengan warna kuning lebih kuat.
Dari tiga klaim varietas tersebut, yang paling sering menjadi bahan perdebatan adalah varietas pleihari dan papuana, sementara varietas molucana kurang menjadi bahan pembicaraan. Selain tiga klaim tersebut, sebenarnya masih ada beberapa klaim lain seperti: Phalaenopsis amabilis var.aurea (Rolfe1886); Phalaenopsis amabilis var. rimestadiana (Linden 1901); dan Phalaenopsis amabilis var.cinerascens (JJ Smith 1917). Klaim Phalaenopsis amabilis yang tidak terkait dengan nama daerah ini, juga tidak terlalu banyak diperdebatkan. Secara formal, klaim-klaim tersebut masih belum bisa diterima sebagai varietas, maupun forma. Penemuan, perubahan atau penambahan nama botani, baru diakui secara internasional, apabila telah tercatat dalam The International Plant Names Index (IPNI), yang dikelola bersama oleh The Royal Botanic Gardens, Kew (Index Kewensis), The Harvard University Herbaria (Gray Herbarium Index), dan The Australian National Herbarium (APNI). Sebutan kultivar pun juga tidak dimungkinkan, karena nama Phalaenopsis amabilis “pleihari” tidak hanya digunakan untuk tanaman yang telah dibudidayakan, melainkan juga yang masih berada di alam.
# # #