Setelah menikah kami mengontrak rumah petak berukuran kira-kira 6 x 6 m terpotong. Rumah itu berada paling pojok, dibangun di atas bekas empang kecil, dan bentuk tanahnya miring seperti trapesium. Di rumah itu hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu, dan dapur yang menyatu dengan kamar mandi. Di samping rumah masih ada sedikit kolam ikan yang disisakan dan tepat di teras rumah masih ada lubang sumurnya. Meskipun kami tinggal di rumah yang boleh dibilang RSSSS (Rumah Sangat-Sangat Sederhana Sekali), kami tinggal dengan tentram, senang, dan bahagia. Di rumah mungil ini, alhadulillah, setahun kemudian anak pertama kami lahir; Arroyan.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin meningkat, selain kerja honorer, saya mencoba untuk berusaha dan berkerja apa saja. Menjelang hari raya qurban biasanya saya berjualan hewan qurban domba dan sapi. Penjualan hewan qurban cukup laris, omzetnya pernah mencapai 210 ekor domba plus 10 ekor sapi. Sampai-sampai teman-teman saya menjuluki saya JURKAM (Juragan Kambing). Saya juga pernah berjualan komputer bekas ex luar negeri. Dari usaha kecil-kecilan itu Allah memberikan rizqi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya masih bisa bershodaqoh dan menambung dari sisa rizqi yang ada. Alhamdulillah.
Continue reading