Masa kecil, masa penuh kenangan. Masa kecil adalah masa bermain dan bersenang-senang. Masa kecilku juga penuh kenangan. Kalau aku datang ke tempat-tempat mainku dulu, kenangan-kenangan itu serasa muncul lagi di kepalaku. Ada satu tempat favorit kami untuk bermain, yaitu: sawah di belakang rumah.
Rumahku berdiri tepat di pinggir saluran irigasi, kami menyebutnya ‘kali bening’ artinya ‘sungai yang airnya jernih’. Memang dulu air sungai itu sangat jernih, karena sumbernya dari mata air yang juga disebut ‘kali bening’. Cerita orang-orang tua di kampungku, sungai itu tempat untuk semua aktivitas yang berhubungan dengan MCK.
Kali bening di belakang rumahku.
Waktu aku masih kecil sungai di belakang rumah sudah tidak lagi untuk mandi. Hanya sungai di bagian hulu saja yang masih digunakan untuk mandi. Tetapi air di sungai itu jernih sekali. Aku bisa melihat dasar sungai. Bahkan banyak ganggang, semacam tumbuhan air yang menjalar, yang banyak tumbuh di sungai itu. Ikan-ikannya pun bisa dilihat dengan jelas.
Kami biasa menyusuri sungai ini untuk mencari tanaman, cari ikan, atau mencari kayu bakar.
Aku biasa main menyusuri kali bening. Kadang-kadang cari ikan. Kadang-kadang cari tanaman, seperti tomat, cabe, atau jambu. Lalu tanaman itu di tanam di rumah. Atau aku membantu teman-temanku mencari kayu bakar di sepanjang sungai. Kadang-kadang kami cari kadal kecil yang warnanya menarik. Atau kami cari tanaman tambang, tanaman menjalar yang biasa digunakan untuk tali. Teman-temanku waktu ada Bambang, Sigit, Joko, Solikhin, Jujuk, dan Wawan manik.
Kini kali bening tidak seperti namanya lagi, berbalik 180o dari namanya. Airnya bukan jernih tetapi keruh dan kotor. Banyak sampah di sungai, karena kali bening ibarat tempat pembuangan sampah terpanjang di kota Magelang. Sampah-sampah itu numpuk di DAM air belakang rumahku. Airnya pun bau. Sedih rasanya…aku melihat sungai itu di atas DAM.
Kali bening namanya, tetapi airnya 180o dari namanya.
DAM itu berfungsi untuk mengendalikan debit air. Ketika air melimpah, air akan dibuang ke saluran air menuju kali Progo yang jaraknya tidak sampai 1 km dari rumahku. Dulu aku sering turun ke dasar dam itu. Ada lubang di bawah dam yang banyak ikannya.
Saluran DAM itu menuju ke bawah. Dasar anak kecil, dulu kami sering main ‘prosotan’ menuju ke bawah. Kami naik gedebog pisang lalu melunjur dari atas ke bawah. Berbahaya memang, tapi kami tidak peduli. Selama orang tua kami tidak melihat, kami bersenang-senang saja. Padalah di bagian bawahnya batu-batu semua, lho. Pingir-pingirnya juga tembok batu. Kalau kena saja bisa celaka. Untungnya belum pernah satu pun dari kami yang celaka. Alhamdulillah.
Masuk ke terowongan ini sebelum meluncur.
Lalu meluncur di saluran ini sampai ke bawah.
Prosotan di saluran ini asik lho dengan naik gedebok pisang.
Di seberang sungai itu dulu terhampar sawah-sawah. Aku ingat sekali, dulu masih banyak burung gelatik yang paruhnya warna-warni makan bulir-bulir padi di sawah. Kalau pak tani lihat, dia akan segera menarik tali dan membunyikan kaleng-kaleng dan orang-orangan sawah untuk mengusir burung gelatik itu. Kini burung-burung itu sudah tidak ada lagi.
Kalau habis panen, kami biasa main-main di sawah. Main layang-layang, main kejar-kejaran, main petak umpet. Main apa saja. Kalau main di sawah harus hati-hati, karena masih banyak ularnya. Ular itu kadang-kadang tidak terlihat, bentuknya mirip kayu atau tersamar di balik semak-semak. Kadang-kadang kami menemukan telur ular di sawah-sawah itu. Pernah juga kami menemukan sarang ular yang sedang menetas. Asik juga lihat ular menetas.
Kadang-kadang kami cari ikan kotes, bentuknya seperti ikan lele tetapi kecil dan tidak berbisa. Di beberapa bagian sawah itu ada yang selalu berair seperti kolam. Di sinilah banyak kotes berkumpul.
Tempat kotes berkumpul, sekarang jadi kolam ikan.
Dulu tempat ini adalah sawah, tempat kami main.
Yang paling asik adalah kalau sedang olah tanah. Sawah-sawah itu mulai di olah dan banyak lumpurnya. Kami asik main perang-perangan di lumpur, berguling-guling di lumpur. Saling lempar lumpur. Saling banting. Kejar-kejaran. Asik sekali. Kami berhenti bermain, kalau Pak Tani marah-marah mengusir kami.
Di sinilah dulu kami biasa main lumpur. Di pojokkan itu ada mata air.
Lalu kami mandi di mata air yang ada di bagian bawah persawahan itu. Dulu airnya deras sekali. Tempatnya rimbun karena ada beberapa pohon besar di sana. Ada batu besar di dekat mata air itu, tempat kami biasa berjemur setelah mandi.
Mata air ini dulu besar, sekarang tinggal kecil sekali.
Batu tempat kami berjemur setelah mandi.
Sawah-sawah itu sudah tidak ada lagi. Kini berubah menjadi hutan albasia. Kini mata air itu masih ada tetapi airnya kecil. Pohon-pohon yang dulu ada di sekitar mata air itupun kini sudah tak ada lagi.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Halo kang wah jadi inget disitu tempat main aku juga lo memang banyak kenangan setelah liat foto2 nya terutama setelah liat foto kali di belakang rumah meskipun cuma kelihatan belakang rumah nya saja udah bikin kangen pengen pulang he he he apa lagi kalo lagi jauh kaya gini
Pak, artikelmu bagus sekali….mbok disumbangin ke blogku…jadi kontributor ya?
see u…..