Tag Archives: pengemis

Modus Anak Pengemis dan Pemulung di Ciomas

Hati siapa yang tidak akan ‘trenyuh’ kalau melihat anak kecil mengemis dan memulung. Rasa iba akan meluluhkan hati para dermawan untuk mengulurkan tangan dan memberi sedekah pada anak-anak ini. Justru ini yang dijadikan ‘modus’ oleh para pengemis-pengemis ini.

Kalau Anda sering melintasi jalan Pasir Kuda – Ciomas, Bogor, dalam minggu-minggu terakhir ini mungkin sering melihat anak kecil yang duduk di belokan Bojong Menteng dekat Sekolah Rimba Raya. Anak ini duduk sambil membawa kantung plastik besar dan memasang wajah yang seperti kesakitan. Siapa pun orang yang melihatnya pasti akan iba. Banyak orang yang melintas dan memberikan uang atau makanan.

Anak ini adalah anak yang sama, kira-kira setengah tahun yang lalu yang sering lewat di perumahan kami. Waktu itu dia juga duduk sambil memegangi perutnya. Selepas magrib dan hujan rintik-rintik. Dia seperti meringis menahan sakit dan lapar. Saya panggil anak itu, saya ajak ke rumah. Saya tanyakan siapa namanya, berapa umurnya, tinggal di mana, masih sekolah tidak dan kenama memulung.

Dia menyebutkan namanya. Tinggalnya di Kreteg. Ibunya di rumah dan ada seorang adiknya. Bapaknya katanya galak, suka mabuk dan suka berjudi. Dia masih sekolah kelas 5. Dia memulung untuk membantu mencari uang keluarga buat makan. Dia bercerita kalau dia dan adiknya belum makan.

Hati saya luluh. Saya beri dua uang, cukup untuk makan sekeluarga beberapa hari. Saya kasih juga makanan yang ada di rumah. Saya berjanji akan mencoba mencarikan donatur/dermawan yang bisa memberikan bantuan sehingga dia tidak perlu lagi memulung atau mengemis. Saya juga berencana untuk menengok rumahnya. Ketika saya mau antar dia pulang, dia menolak diantar.

Beberapa hari kemudian dia muncul lagi. Saya beri lagi sedikit rizqi. Ini berlangsung cukup lama. Lama-lama saya ‘curiga’ juga. Anak ini kalau dikasih makanan seperti menolak dan lebih memilih dikasih uang.

Kemudian dia mangkal di jalan dekat masjid. Selepas sholat berjama’ah banyak yang lewat jalan ini. Saya tanya ke Pak Haji tetangga saya, “Kasihan anak itu, Pak Haji,”
“Biarkan saja, anak itu memang kerjaannya mengemis”,

Saya sedikit kaget dengan jawaban Pak Haji ini setahu saya adalah orang yang dermawan.

Lama-lama saya juga tidak lagi rutin memberi uang ke anak ini.

Entah sejak kapan, anak ini tidak lagi terlihat di komplek perumahan kami. Tahu-tahu dia sudah ada di pertigaan Bojong Menteng itu.

Saya mencoba mencari tahu ke tetangga sekitar dan beberapa orang tentang anak ini. Saya terkejut dan sedikit jengkel juga. Pertama, anak ini tinggal di kampung di dekat sekolah anak saya. Beberapa teman anak saya kenal dan tahu anak ini. Pantas saja anak saya tidak mau ketika saya minta untuk memberikan sedekah ke anak ini.
“Bi, nggak usah ngasih uang ke anak itu,”
“Kenapa?”
“Kata temenku, uangnya dipakai untuk ‘ngenet’ di warnet di dekat sekolah.”
“Masa…???”
“Iya…Abi sih suka nggak percaya.”

Di pertigaan Bojong Menteng (Bomen), saya coba tanya ke pedagang sepatu dan tukang gosok batu.

“Uuuuu…anak itu mah…memang begitu. Bandel.”
“Tuh….noh Bapaknya nongkrong di warteg. Bapaknya jagain di sana.”

Orang-orang di situ mengenal Bapaknya yang suka berjudi dan mabok. Dia yang mengajari anaknya untuk memulung dan mengemis. Dia gunakan uang itu untuk main judi dan mabok. Anaknya juga sama saja, lebih banyak menggunakan uangnya untuk ‘berfoya-foya’ dan main di warnet.

“Coba dikasih makanan, pasti anak itu tidak mau. Maunya dikasih uang.”

Saya baru menyadari kenapa tetangga saya yang awalnya iba dan kasihan, kemudian berubah mengacuhkan anak ini. Sebenarnya ada banyak lembaga dan dermawan yang bisa dan bersedia untuk membantu biaya hidup dan biaya sekolah anak ini. Tetapi, kalau anaknya sendiri lebih memilih untuk ‘menjual’ kefakirannya dan seperti tidak mau di tolong, mau bagaiman lagi.

Indahnya Berbagi

Di hari jum’at yang penuh barokah ini saya menyaksikan pemandangan yang menyentuh hati. Seperti biasa, setiap jam berangkat kerja jalanan selalu macet. Orang-orang bergegas ingin segera sampai ke tempat kerja. Tak terkecuali para pengemis yang sudah berada di ‘pos’-nya masing2 di trotoar jalan. Di tengah-tengah kemacetan itu saya melihat ibu-ibu, naik motor matic dan membawa kantong plastik penuh nasi bungkus. Ketika sampai di dekat salah satu pengemis dia mengeluarkan nasi bungkus dan memberikannya pada pengemis itu. Dia berjalan lagi, berhenti lagi dan melakukan hal sama ke pengemis-pengemis lainnya. Saya sengaja jalan pelan2 di belakang motor si Ibu itu. Subhanallah, ternyata Ibu itu membagikan nasi bungkus ke semua pengemis yang mangkal di sepanjang jalan ini.

Hari jum’at adalah hari yang penuh barokah. Sedekah di hari ini akan dilipatkan pahalanya. Ya Rabb, lipatgandakan pahala sedekah Ibu itu dan berilah balasan yang lebih baik dari sisi-Mu. Engkalah Yang Maha Mengetahui dan Maha Pengasih. Amin.