Tag Archives: anak

Bekicot Kecil Tinggal Di Hutan

Di sebuah hutan, pohon – pohon tumbuh lebat dan subur. Batangnya besar menjulang tinggi ke langit. Daunnya rimbun sekali. Ada satu pohon yang paling besar dan paling tua. Dia adalah pohon tua yang paling tinggi di hutan ini. Lingkar batang sebesar 10 lingkarang orang dewasa. Akar-akarnya besar menonjol seperti ular yang menjalar ke mana-mana. Kulit batangnya retak-retak dan berkeriput seperti kakek-kakek yang tua renta. Banyak lumut dan tanaman paku-pakuan yang tumbuh di batang pohon itu.

Di bagian bawah pohon itu terdapat lubang cukup besar. Lubang itu menjadi tempat tinggal keluarga bekicot; Ayah bekicot, ibu bekicot dan tiga orang anaknya. Bekicot yang paling sulung namanya Yan-yan, adiknya namanya Bim-bim dan yang paling kecil namanya Yo-yo.

Yan-yan adalah bekicot kecil yang kuat. Otot-otonya besar dan kuat. Dia suka olah-raga. Makannya paling banyak dan rakus. Apa saja dia makan. Kalau ada makanan di meja langsung disikatnya. Yan Yan suka tanaman. Tapi, Yan-yan tidak suka mandi dan gosok gigi. Keringatnya bau.

Bim-bim adalah bekicot yang periang dan lucu. Dia paling usil diantara saudara-saudaranya. Dia suka bercerita yang lucu-lucu. Bim-bim aslinya anak yang penakut, tetapi dia paling suka baca cerita horor. Bim-bim juga suka mengambar dan mewarnai. Tapi, Bim-bim agak pemalas. Sukanya tidur melulu dan susah dibangunin.

Yo-yo adalah bekicot yang periang, lucu dan pintar, tapi Yo-yo agak manja. Yo-yo suka membaca buku. Yo-yo suka mencari perhatian. Yo-yo juga suka dengan binatang-binatang. Yo-yo suka bercerita. Yo-yo kalau ngomong suaranya melengking kenceng banget. Apalagi kalau menangis suaranya mengagetkan seluruh penghuni hutan ini.

Suatu hari di pagi yang cerah Yo Yo bermain keluar rumah. Dia berlari-lari kecil sambil bernyanyi.

“Bersinar matahari
Wo … O … O
Wo … O … O”

Awal musim panas adalah saatnya jamur – jamur bermunculan. Ada banyak sekali jenis jamur di hutan ini. Ada jamur yang warnanya kuning seperti warna kuning telor. Ada jamur yang warnanya ungu. Ada jamur yang warnanya putih besar. Ada jamur yang warnanya abu-abu. Ada juga jamur yang warnanya merah totol-totol. Ada jamur yang enak dimakan, tapi ada juga jamur yang beracun.

“Aku akan mencari jamur. Kalau di masak pasti rasanya lezat sekali, ” kata Yo Yo dalam hati.
Sambil terus berdendang Yo Yo mulai mencari jamur di sekitar pohon besar itu. Yo Yo menyibak setiap rumput sambil mencari-cari kalau ada jamur yang tumbuh dibaliknya. Yo Yo juga mencari di sela-sela batu. Setelah mencari sekian lama. Akhirnya Yo Yo menemukan jamur.

“Horeeee ……. !!!!”

Yo Yo menemukan jamur yang berwarna kuning dan bentuknya seperti terompet. Jamur kuning ini tumbuhnya bergerombol banyak sekali. Yo Yo mencabuti jamur-jamur itu dan menaruhnya dalam keranjang. Pagi ini Yo Yo panen jamur. Keranjangnya penuh dengan jamur. Yo Yo senang sekali. Yo Yo beranjak pulang setelah semua jamur diambilnya.

Dari kejauhan Yo Yo melihat Yan Yan di dekat lubang.

“Yan Yan… Yan Yan….!!!! Lihat apa yang aku temukan!” teriak Yo Yo.

“Aku menemukan jamur kuning yang lezat!”

Yan Yan pun bergegas menghampiri Yo Yo.
“Mana – mana! Aku mau lihat!”
“Nih…. bayak, kan?”
“Woooowww, banyak sekali.”

Teriakan Yo Yo terdengar sampai ke dalam rumah. Bim Bim yang sedang malas-malasan di tempat tidur pun beranjak keluar.

“Wooowww…… banyak sekali. Aku mau. Aku mau ….!”

Mereka beramai-ramai membawa jamur itu ke dalam rumah dan menyerahkannya ke Ibu Bekicot yang sedang ada di dapur.

Modus Anak Pengemis dan Pemulung di Ciomas

Hati siapa yang tidak akan ‘trenyuh’ kalau melihat anak kecil mengemis dan memulung. Rasa iba akan meluluhkan hati para dermawan untuk mengulurkan tangan dan memberi sedekah pada anak-anak ini. Justru ini yang dijadikan ‘modus’ oleh para pengemis-pengemis ini.

Kalau Anda sering melintasi jalan Pasir Kuda – Ciomas, Bogor, dalam minggu-minggu terakhir ini mungkin sering melihat anak kecil yang duduk di belokan Bojong Menteng dekat Sekolah Rimba Raya. Anak ini duduk sambil membawa kantung plastik besar dan memasang wajah yang seperti kesakitan. Siapa pun orang yang melihatnya pasti akan iba. Banyak orang yang melintas dan memberikan uang atau makanan.

Anak ini adalah anak yang sama, kira-kira setengah tahun yang lalu yang sering lewat di perumahan kami. Waktu itu dia juga duduk sambil memegangi perutnya. Selepas magrib dan hujan rintik-rintik. Dia seperti meringis menahan sakit dan lapar. Saya panggil anak itu, saya ajak ke rumah. Saya tanyakan siapa namanya, berapa umurnya, tinggal di mana, masih sekolah tidak dan kenama memulung.

Dia menyebutkan namanya. Tinggalnya di Kreteg. Ibunya di rumah dan ada seorang adiknya. Bapaknya katanya galak, suka mabuk dan suka berjudi. Dia masih sekolah kelas 5. Dia memulung untuk membantu mencari uang keluarga buat makan. Dia bercerita kalau dia dan adiknya belum makan.

Hati saya luluh. Saya beri dua uang, cukup untuk makan sekeluarga beberapa hari. Saya kasih juga makanan yang ada di rumah. Saya berjanji akan mencoba mencarikan donatur/dermawan yang bisa memberikan bantuan sehingga dia tidak perlu lagi memulung atau mengemis. Saya juga berencana untuk menengok rumahnya. Ketika saya mau antar dia pulang, dia menolak diantar.

Beberapa hari kemudian dia muncul lagi. Saya beri lagi sedikit rizqi. Ini berlangsung cukup lama. Lama-lama saya ‘curiga’ juga. Anak ini kalau dikasih makanan seperti menolak dan lebih memilih dikasih uang.

Kemudian dia mangkal di jalan dekat masjid. Selepas sholat berjama’ah banyak yang lewat jalan ini. Saya tanya ke Pak Haji tetangga saya, “Kasihan anak itu, Pak Haji,”
“Biarkan saja, anak itu memang kerjaannya mengemis”,

Saya sedikit kaget dengan jawaban Pak Haji ini setahu saya adalah orang yang dermawan.

Lama-lama saya juga tidak lagi rutin memberi uang ke anak ini.

Entah sejak kapan, anak ini tidak lagi terlihat di komplek perumahan kami. Tahu-tahu dia sudah ada di pertigaan Bojong Menteng itu.

Saya mencoba mencari tahu ke tetangga sekitar dan beberapa orang tentang anak ini. Saya terkejut dan sedikit jengkel juga. Pertama, anak ini tinggal di kampung di dekat sekolah anak saya. Beberapa teman anak saya kenal dan tahu anak ini. Pantas saja anak saya tidak mau ketika saya minta untuk memberikan sedekah ke anak ini.
“Bi, nggak usah ngasih uang ke anak itu,”
“Kenapa?”
“Kata temenku, uangnya dipakai untuk ‘ngenet’ di warnet di dekat sekolah.”
“Masa…???”
“Iya…Abi sih suka nggak percaya.”

Di pertigaan Bojong Menteng (Bomen), saya coba tanya ke pedagang sepatu dan tukang gosok batu.

“Uuuuu…anak itu mah…memang begitu. Bandel.”
“Tuh….noh Bapaknya nongkrong di warteg. Bapaknya jagain di sana.”

Orang-orang di situ mengenal Bapaknya yang suka berjudi dan mabok. Dia yang mengajari anaknya untuk memulung dan mengemis. Dia gunakan uang itu untuk main judi dan mabok. Anaknya juga sama saja, lebih banyak menggunakan uangnya untuk ‘berfoya-foya’ dan main di warnet.

“Coba dikasih makanan, pasti anak itu tidak mau. Maunya dikasih uang.”

Saya baru menyadari kenapa tetangga saya yang awalnya iba dan kasihan, kemudian berubah mengacuhkan anak ini. Sebenarnya ada banyak lembaga dan dermawan yang bisa dan bersedia untuk membantu biaya hidup dan biaya sekolah anak ini. Tetapi, kalau anaknya sendiri lebih memilih untuk ‘menjual’ kefakirannya dan seperti tidak mau di tolong, mau bagaiman lagi.

Catatan buku: Buku Cerita Anak-anak

image

Ketika kecil dulu Bapak sering bercerita ke saya. Bukan membaca buku cerita, karena Bapak buta huruf. Bapak bercerita tentang perjalanan hidupnya. Cerita-cerita itu sangat berkesan. Saya pun ingin melestarikan kebiasaan ini ke anak-anak saya; Royan, Abim, & Yusuf.

anak2 membaca itu asik

Saya sering membelikan buku anak untuk mereka. Royan & Abim sering memilih buku2nya sendiri. Royan suka membeli buku tentang mobil, mesin, motor, dan pesawat. Kalau Abim suka membeli buku tentang dinosaurus, binatang, monster, dan karakter2 aneh lainnya. Kadang2 saya membacakan buku-buku itu ke mereka. Kadang2 saya bercerita tentang kisah hidup Mbah Magelang atau cerita2 saya ketika masih kecil dulu.

Kini ketika anak ketiga kami, Yusuf,  hadir di tengah2 keluarga kami, kami pun membacakan buku-buku cerita untuk Yusuf. Tapi, kami jarang membeli buku baru. Buku cerita yang kami bacakan adalah buku cerita warisan kakak-kakaknya.

image

Anak kecil suka buku yang gambarnya menarik. Gambar2nya besar dan warnanya mencolok. Begitu juga tulisannya sedikit. Buku2 seperti itu membebaskan orang tua untuk bercerita. Bercerita dengan bahasa sendiri asalkan tidak melenceng dari alur cerita. Yusuf pun mendengarkan dengan wajah penuh ekspresi.

Cerita itu diulang2 sampai Yusuf hafal dengan isi ceritanya. Seringkali Yusuf yang gantian bercerita dan kami yang jadi pendengarnya. Semalam Yusuf bisa minta dibacakan 2-3 buku. Wadeehhhh….. capek deh….

image

Banyak buku yang dia suka; Timun Emas, Creole, Frangklin si kura2, Semut dan Pak Tani, Madu Libi, Pelahap Muffin, dan lain2.

image

image

Mas Royan membaca buku dengan Adik Yusuf


Baca catatan buku yang lain: BUKU


Catatan buku: Creole

image


Baca catatan buku yang lain: BUKU


Kelompok buku yang juga memenuhi rak buku kami adalah buku cerita anak. Ada banyak buku cerita yang kami miliki mulai dari kisah2 nabi, sahabat, atau cerita2 saduran dari luar negeri. Salah satu buku cerita anak yang disukai anak-anak adalah Creole.

Creole adalah buku cerita bergambar. Ceritanya sederhana dan tersirat nilai2 kemanusiaan. Dikisahkan tentang kehidupan di hutan di tepi rawa. Kehidupan di rawa itu awalnya tenang dan damai hingga suatu ketika lahirlah seekor binatang yang sangat jelek rupanya. Namanya Creole.

Binatang2 lain ditempat itu membenci dan takut dengan Creole. Mereka takut dan berburuk sangka karena fisik Creole yang buruk dan menakutkan. Binatang2 itu beranggapan bahwa mahluk yang rupanya buruk pasti juga buruk dan jahat.

Creole justru sebaliknya. Creole berhati lembut dan penyayang. Hati dan perangainya lembut dan baik. Selama ini penghuni rawa itu telah berburuk sangka dengan Creole. Kecuali satu binatang anak buaya yang tidak takut kepada Creole.

Melalui anak buaya itu akhirnya Creole bisa diterima dan berkawan dengan binatang2 lain penghuni rawa.

Buku itu sudah kami miliki sejak Royan dan Abim masih kecil. Dulu Abim yang jadi Creolenya. Sekarang Yusuf yang suka dengan cerita itu dan sering menceritakan kembali dengan gayanya yang lucu.

image

Anak-anak Perkasa

Sulit saya mengungkapkan isi perasaan saya. Iba, sedih, marah, kecewa, geram, miris bercampur aduk jadi satu. Orang-orang yang tidak punya banyak saya temui di sekeliling saya. Mereka bukan pengemis, tetapi mereka yang berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup dan berjuang. Entah dengan cara apa saya bisa membantu orang-orang ini.

Saya tidak bercerita tentang pengemis dan gelandangan. Terus terang saya jarang sekali memberi uang kepada pengemis yang sering mangkal di pingir jalan atau di masjid-masjid selesai sholat jum’at. Saya sangat selektif sekali kalau mau memberi uang kepada pengemis. Saya lebih ‘respect’ pada orang-orang miskin yang berusaha untuk bertahan hidup tanpa harus meminta-minta dengan mengeksploitasi kemiskinannya dan kemalangannya. Misalnya, Aki Penjual Telur Ayam.

Anak penjual combro

Beberapa waktu yang lalu banyak diberitakan di media tentang kisah Aisyah yang merawat bapaknya di dalam becak. Sebenarnya banyak anak-anak seperti mereka yang ada di sekitar kita. Pernahkah kita sedikit memperhatikan lingkungan kita. Banyak sekali anak-anak seperti Aisyah dan mereka membutuhkan uluran tangan kita.

Pernah saya temui seorang anak yang menjual combro malam-malam. Hujan gerimis dan malam sudah larut, tapi anak itu masih keliling komplek menjajakan dagangannya. Saya panggil anak itu. Saya pegang dagangannya sudah dingin semua. Saya tanya ke dia;”Kenapa malam-malam masih berjualan dan tidak pulang saja?”
“Takut dimarahi emak, karena dagangannya belum laku”, jawabnya singkat.
Deg…seperti disambar geledek saya mendengarnya. Saya borong gorengan-gorengan itu dan saya suruh dia segera pulang.

Anak Pemulung 1
Suatu malam saya makan di warung tenda dekat pasar. Selesai makan saya mau membayar makanan saya. Di balik gelapnya malam dan ramainya kendaraan, saya melihat seorang anak melintas dengan membawa kantong plastik. Dia memakai kaos hitam, celana seragam SD merah panjang dan tidak memakai alas kaki. Saya perhatikan anak itu memunguti botol dan gelas plastik bekas air mineral. Setelah berjalan beberapa jauh dia duduk termenung di pinggir jalan. Saya lihat jam tangan saya menunjuk angka 09.30.

Saya dekati anak itu, saya tanya namanya;”Siapa namamu, Dik?”
“Ucup”, jawabnya singkat. Saya tidak begitu jelas mendengarnya.
“Kamu sekolah?” tanya saya lagi.
Dia mengangguk singkat.
“Kamu tinggal di mana?” lanjut saya.
“Di Gang Bengkong,” jawabnya.
Trenyuh saya mendengarnya. Uang yang ada di saku saya serahkan ke dia,”Ini untuk sekolah kamu.”

Tak beberapa lama melintas seorang ibu menarik gerobak dan dibelakangnya ada seorang anak kecil lain yang juga membawa kantong plastik. Ternyata si Ibu itu adalah ibunya Ucup dan anak kecil itu adiknya.

Air mata saya tumpah tanpa terasa. Saya pulang dengan perasaaan campur aduk tidak karuan.

Anak Pemulung 2
Sore hari pulang kerja, saya melihat seorang anak berjongkok di perempatan komplek dekat rumah. Dari jauh anak itu seperti meringis, entah menangis, entah menahan sakit. Sampai di rumah saya minta orang yang kerja di rumah untuk menemui anak itu.embua
“Coba lihat, kenapa anak itu menangis,” pinta saya.
“Ajak anak itu ke rumah,” suruh saya lagi.

“Kemu kenapa menangis?” tanya saya ke anak itu.
“Tidak apa-apa,” jawabnya malu-malu.
“siapa namamu?”
“Rizki.”
“Rizki, kenapa kamu menangis? Ada anak yang nakal sama kamu?”
Riski mengeleng pelan.
“Perut saya sakit….belum makan”, jawabnya lirih sambil menunduk.

“Dir, ambil kue yang di meja dan buatkan anak ini minum!” pinta saya. Kebetulan di rumah sedang tidak ada makanan apa2, hanya ada sisa kue kemarin saja.

Anak itu saya suruh duduk di teras rumah. Sambil makan biskuit saya tanya lagi anak itu, dia tinggal di mana, apakah dia sekolah, dan orang tuanya siapa.

Rizki anak pertama dari empat bersaudara. Adiknya ada yang meninggal satu. Bapaknya kerja buruh membuat sepatu, tapi bapaknya suka main judi dan mabok. Jadi tidak pernah punya uang. Ibunya yang kerja serabutan. Dia memulung untuk mencari tambahan uang. Rizki sekolah di MI swasta sudah kelas 6, tapi tidak tahu apakah bisa melanjutkan sekolah atau tidak.

***
Hidup ini memang keras. Ada anak-anak perkasa yang harus berjuang bertahan hidup.

Ajit

image

Ajit, malam2 mencari sampah untuk biaya sekolah

Namanya Ajit, tinggal di Gang Bengkong. Umurnya sekitar 10 tahunan. Pakai celana merah panjang sebetis, seragam SD, kaos oblong hitam dan tidak beralas kaki.  Malam2 seperti ini dia menyusuri jalanan dengan membawa karung. Dia punguti gelas & botol bekas air mineral. Dia punguti ‘sampah’ yang masih bisa dijual lagi.

Dia duduk di pinggir jalan sambil mengamati kendaraan & orang2 yang berlalu lalang. Saya tanya ke dia, ” Kamu sekolah?”
“Ya…”, jawabnya singkat.

Wajahnya polos. Pandangannya cerah. Saya melihat cahaya semangat di matanya.

“Sekolah yang rajin, ya”,  lanjutku.
Dia mengangguk sedikit.

Ternyata dia tidak sendiri. Adik laki2nya membututi agak jauh darinya. Di belakangnya lagi aku lihat seorang ibu2 menarik gerobak rongsokan.

……………….
;-(

Puisinya Abim: Tamanku

Anakku yang nomor dua, Dedek Abim alias Ibrahim (8 tahun), mulai belajar menulis. Anaknya periang, sensitif, dan sedikit romantis. Hari ini dia mengirimkan puisi gubahannya yang pertama via Skype. Ini dia puisinya:

Tamanku

tamanku kau bersih sekali,
aku lihat burung bernyanyi riang,
tidak ada sampah dimana – mana,
tamanku kau indah sekali,
karena kubersihkan setiap hari.

Pati, 30 Oktober 2010
Abim

100_1154

Ibrahim dan Royan di Taman Reptil

100_1154Ibrahim suka dengan binatang. Hampir semua binantang dia suka. Ibrahim suka menangkap belalang, kupu-kupu, bahkan capung yang sulit ditangkap dia bisa menangkapnya. Dia juga tidak takut atau jijik dengan cacing, luwing (kaki seribu), dan kepiting. Ibrahim juga punya buku yang banyak sekali tentang binatang. Saat liburan sekolah, kami sempat bermain di Taman Reptil, Purbalingga. Ibrahim senang sekali. Di sini ada pengalaman yang menarik sekali, ternyata Ibrahim juga tidak takut dengan ular.

Ceritanya waktu itu kami pergi ke Purwokerto untuk menghadiri acara reuni di kampus Fakultas Biologi, Unsoed. Ibrahim sempat bertemu dengan Mas Imung, temanku yang jadi pendongeng cerita anak-anak di Banyumas. Mas Imung menceritakan kalau di Purbalingga ada Taman Reptil, pasti Abim suka. “Di sana ada ular yang boleh dipegang, lho..”, lanjut Mas Imung. Ibrahim senang sekali dan merengek-rengek minta di antar ke Taman Reptil.
Continue reading

Muhammad Ibrahim

Muhammad Ibrahim

Rasanya di dunia ini tidak ada yang benar-benar sama, meskipun dicetak dari cetakan yang sama. Aku punya dua anak, meskipun dibuat dari ‘cetakan’ yang sama, keduanya berbeda. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam beberapa hal Ibrahim bertolak belakang dari kakaknya, Ar Royan.

Ibrahim lebih sensitive perasaannya dari pada Ar Royan. Dia lebih mudah tersinggung, lebih mudah cemburu, dan lebih cari perhatian dari pada kakaknya. Misalnya saja kalau Ibrahim aku goda, dia akan cepat marah dan segera mencakar-cakar aku. Atau jika aku lebih memperhatikan mas Royan, dia akan mulai berulah untuk mencari perhatian kami.


Link Terkait:
Muhammad Ibrahim 1 | Abi….Bangun Sudah Adzan Subuh.. | Ajarkan Anak Anda Mencintai Buku Sejak Dini | Royan dan Mobil-mobilannya | Mas Royan Keluar Lewat Mana…???? | ALLAH RAKSASA | KAPAN MAS ROYAN MENINGGAL??? | Asad Muhyidin Ar Royan – 2 | Asad Muhyidin Ar Royan – 1


Continue reading

Mengenalkan Komputer pada Anak

Pengenalan Sejak Dini

Belajar Komputer Sejak Dini

Belajar Komputer Sejak Dini

Dalam sebuah puisinya Khalil Gibran mengatakan bahwa: anak-anak kita bukanlah anak kita, tetapi anak jamanya sendiri. Artinya anak-anak kita harus dipersiapkan untuk menghadapi jamannya sendiri. Salah satunya adalah mengenalkan dunia komputer pada Anak.

Kalau dulu jaman saya, saya mengenal komputer di tahun-tahun pertama kuliah. Itu saja layarnya masih ‘biru’. Sekarang OS sudah canggih sekali, fiturnya pun luar biasanya banyaknya. Komputer pun sudah masuk hampir ke semua bidang. Anak-anak kita sebaiknya diperkenalkan dengan komputer sedini mungkin.

Continue reading