Membaca puisi dan cerpennya Pak Sapardi, seperti sedang mengelana di dunia khayal. Peristiwa-peristiwa muncul tak terduga, dan ada humor yang lembut.
Pertama kali saya membaca karya Pak Sapardi adalah ketika di SMU (SMA N 1 Magelang). Sekolah saya memiliki perpustakaan yang cukup lengkap, termasuk koleksi buku-buku sastra. Saya paling suka ke perpustakaan dan mungkin saya siswa yang paling banyak meminjam (dan sebagian tidak terkembalikan) buku. Buku sastra yang paling saya suka adalah kumpulan puisinya Pak Sapardi Djoko Damono. Ada dua buku kumpulan puisi yang masih saya simpan sampai sekarang, yaitu: Perahu Kertas dan Mata Pisau. Namun, saya belum pernah membaca cerpen-cerpennya Pak Sapardi.
Sampai suatu ketika saya sedang naik pesawat dan tersedia koran gratis. Saya ambil Kompas minggu. Sambil menunggu terbang saya baca-baca koran itu, sampailah saya di halaman 20 yang membuat rubrik seni. Biasanya saya lewati halaman ini. Kali ini cerpen yang ditampilkan adalah cerpennya Pak Sapardi. Ada lima cerpen di halaman itu; yaitu: Wartawan itu menunggu pengadilan terakhir, Dalam tugas, Naik Ka-Er-El, Naik Garuda, dan Meditasi Sunan Kalijaga.
Saya tetap membaca dan tidak peduli meskipun lampu dalam kabin dimatikan. Saya nyalakan lampu baca dan terus membaca cerpen-cerpen itu.
Cerpen-cerpen Pak Sapardi mirip dengan puisi-puisinya. Cerpennya singkat, jauh lebih singkat daripada cerpen-cerpen yang lain. Mungkin hanya sekitar 500-2000 kata saja. Saya suka cerpen-cerpen ini, bahkan saya membacanya berkali-kali. Sepertinya saya tidak pernah bosan membaca cerpen-cerpen itu.
Pak Sapardi dengan nakal membuat peristiwa-peristiwa absurd yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Seperti halnya wartawan yang mau mewancarai kakek-nya di cerpen Wartawan itu Menunggu Pengadilan Terakhir. Atau peristiwa tertukarnya kaki penumpang Ka-Er-El. Kita akan menemukan sebuah kesimpulan atau penutup yang benar-benar tidak terduga. Meskipun tidak disampaikan secara eksplisit, tetapi kita akan tahu siapa yang dimaksud dalam cerita itu.
Misalnya, tentang kakek, kita akan tahu bahwa si kakek yang dimaksud adalah kakek kita semua, kakek seluruh ummat manusia, yaitu Nabi Adam.
Di cerpen kedua, Dalam Tugas, saya menduga Pak Sapardi sedang bercerita tentang foto Eddie Adam yang memotret eksekusi petani di vietnam. Kita jadi berfikir bagaimana perasaan sang fotografer ketika mengabadikan foto itu.

Yang paling absurd adalah cerpen Naik Ka-Er-El, bagaimana mungkin kaki bisa tertukar gara-gara naik Ke-Er-El. Namun, Pak Sapardi menyampaikannya dengan sangat menarik. Dan saya pun tertawa ketika membacanya. Apalagi cerpen Naik Garuda. Kebetulan saya sedang naik Garuda, jadi membayangkan bagaimana jika si kakek itu adalah orang di sebelah saya…..hiiiii……
Cerpen terakhir, meditasi Sunan Kalijaga, saya tidak tahu. Tapi mungkin ini gambaran kekecewaan Pak Sapardi ketika menyaksikan pertunjukan teater atau seni yang diluar ekspektasinya. Mungkin.
Saya masih membaca lagi 5 cerpen itu. Dan lagi.

Cerpen Sapardi Djoko Damono
Like this:
Like Loading...