Memisahkan Sampah Organik – Non Organik Mulai dari Rumah Sendiri

Seperti yang sudah aku sampaikan pada posting-posting sebelumnya bahwa sortasi sampah warga adalah pekerjaan paling menyusahkan(coba lihat di sini). Oleh karena itu cara terbaik yang mudah dilakukan adalah dengan memisahkan sampah sejak pertama kali sesuatu berubah menjadi sampah. Jadi sampah organik dibuang ditempat sampah organik, sampah plastik dibuang di tempat sampah plastik, sampah kertas dibuang di tempat sampah kertas, demikian seterusnya. Upaya ini bukanlah sesuatu yang mudah. Sebenarnya apa sih susahnya membuang sampah sesuai tempatnya. Mudah. Yang susah adalah membiasakan diri atau lebih tepatnya memaksakan diri untuk melakukan hal itu.


Link terkait: Mengelola Sampah Warga



Sampah bukan MASALAH, SAMPAH ADALAH BERKAH.
Info lengkap pelatihan pengelolaan sampah klik disini: BERKAH DARI SAMPAH


Aku mencoba mulai dari diriku sendiri. Dalam Islam dikenal dengan ibda’ bi nafsi, mulai dari diri sendiri. Lalu orang-orang di sekitarku, keluargaku sendiri. Awalnya agak sulit juga meyakinkan istriku untuk memisahkan sampah menjadi dua kelompok saja: organik – non organik. Lama-lama bisa juga. Kemudian mengajari anak-anakku. Ini lebih mudah daripada meyakinkan istriku, karena aku bisa menggunakan ‘power’-ku sebagai ‘Abi’. Aku bilang, sampah ini dibuang di sini, maka anak-anak akan menurutinya. Mula-mula harus diberi tahu terus, tetapi lama-lama menjadi kebiasaan dan mereka sudah pada tahu sendiri. (lihat di sini). Aku belum mengolah sampah organikku sendiri, baru memisahkannya saja. Ini pun masih banyak yang harus dibenahi di rumahku sendiri. Tidak mengapa, paling tidak ini sudah merupakan awal yang bagus.

pisah sampah

Bulan Maret 2008 aku mudik ke rumah orang tuaku di Magelang. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah masalah sampah. Orang tuaku tidak banyak berbeda dengan orang-orang kebanyakan, buang sampah di bak sampah di rumah. Tetapi buang kantong sampahnya di sungai belakang rumah. Ampun deh….

dam tempat membuang sampah
DAM yang juga merangkap tempat pembuangan sampah.

DAM ini jadi tempat pembuangan sampah warga. Perhatikan masih ada orang yang membuang sampah di sini, ada bekas sampah di dasar dam itu.

Aku coba memberi pengertian pada orang tuaku. Rasanya aku lebih mudah meyakinkan orang lain dari pada orang tuaku sendiri. Aku jelaskan semua yang aku tahu dan aku bisa. Aku ngak tahu apakah kata-kataku bisa masuk ke pikiran orang tuaku atau tidak. Bagiku aku sudah melakukan kewajibanku: mencoba meyakinkan orang lain untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Nah…kebetulan kampungku menjadi percontohan untuk pengolahan sampah warga. Kelurahan menyediakan tong sampah sesuai dengan kelompoknya. Lalu sampah organiknya dibuat kompos. Aku mendengarkan ini dari adikku yang jadi ketua remaja di kampung. Aku tidak banyak komentar, karena waktuku sedikit. Tetapi dari apa yang aku lihat banyak yang belum dilaksanakan dengan benar. Pengomposan itu tidak berhasil.

Sambil lalu aku menjelaskan apa yang aku tahu pada adikku.

tong sampah warga

Tiga tong sampah untuk tiga macam sampah: organik, plastik, dan kertas. Belum berfungsi dengan baik.

Dua bulan berlalu, aku mampir lagi ke rumah. Perhatianku masih sama: sampah di rumah. Aku belum sempat tanya, Bapakku sudah cerita duluan. Pertama: dia sudah membuat lubang di kebun di seberang sungai. Lubang-lubang ini untuk membuang sampah organik biar jadi kompos, katanya. Lalu aku lihat banyak sekali kantong plastik bergelantungan di berisi plastik dan kertas. Bapakku menjelaskan, kalau sekarang dia selalu mengumpulkan sampah-sampah plastik dan kertas di kantong plastik sendiri.

Sambil menyelidik aku bertanya lagi, ” Kenapa tidak dibuang saja ke tong-tong sampah khusus yang di depan rumah itu, Pak?”

kantong sortasi sampah

kantong sampah warga

kantong sampah warga

Orang tuaku dan saudaraku mengumpulkan sampah di kantong-kantong plastik ini.

Alasannya, di tong sampah itu masih campur aduk. Walaupun sudah dikelompokkan, tetapi warga masih mencampur sampahnya. Jadi Bapak lebih memilih mengumpulkan sampah di rumah sendiri. Ketika sudah saatnya sortasi sampah, kantong-kantong plastik penuh sampah itu baru diberikan pada petugasnya. Hebat juga pikirku…..

Ini luar biasa pikirku…., karena seingatku aku tidak pernah meminta atau mengajari orang tuaku tentang hal ini.

7 responses to “Memisahkan Sampah Organik – Non Organik Mulai dari Rumah Sendiri

  1. assalamu’alaikum wr.wb
    senang sekali bersilaturahmi dengan anda mas is.
    walau hanya melalui blog.
    saya senang, bisa menambah pertemanan dengan anda yang mempunyai kepedulian serupa terhadap saya, yaitu : mengelola sampah.
    jujur, kepedulian anda dan teman-teman yang “sepaham” mengenai sampah menjadi modal saya untuk lebih istiqomah lagi dalam menjalani hidup 4R.
    oh, iya mas is tinggal di daerah mana? saya di bojong baru, kab. bogor.
    bolehkah blog ini saya tautkan ke blog saya?

    wassalamu’alaikum wr,wb

  2. smangattt,,,,,
    bon courage!

  3. Ass.wr.wb
    Menarik sekali dan patut ditiru, bersyukur bisa bersilaturahim.
    Kami akan coba untuk dirumah, syukur-syukur bisa ditiru oleh seluruh warga RW.
    Mohon ijin untuk mempublikasikan artikel ini ke warga kami, semoga berguna. Terimakasih.
    Wassalam.

  4. Sampah

  5. makasih atas infonya pak, di rumahku sdh dicoba bedakan sampah organik n sampah an organik. sampah organik kutumpuk di pangkal pohon2 yang ada di rumahku, n sampah an organik??? ini yang sering bikin masalah, kupilih bakar aja, he he, tp kalau musim penghujan repot juga bkr sampahnya. makasih atas infonya… pelajaran baru : sampah kertas n sampah plastik, dua2nya bisa dijual kiloan ke tukang kupul barang bekas, ^_^

  6. setuju! sortasi sampah slhsatu wujud dari kesadaran masyarakat akan hidup bersih, juga dpt untung dari kompos!

  7. MANK BANYAK BANGET SAMPAH DI MEDAN NI

Leave a comment