Tag Archives: LiP

Metode Analisa Enzyme Ligninolitik; lac, MnP, LiP

ANALISA AKTIVITAS ENZIME LIGNINOLITIK (revised)

Download manual ini dalam format pdf: Metode Analisa Enzyme Ligninolitik
Lihat juga metode dari Sigma Aldrich : Peroxidase Assay

Download buku dan referensi lain: Klik Di Sini.


Baca metode penelitian dari jurnal kadang-kadang bisa membuat pening kepala. Apalagi ketika baru pertama mau mulai dan tidak punya dasar-dasarnya. Bisa tidak mudheng sama sekali. Sama seperti saya waktu pertama kali mau analisa enzyme, mesti buka-buka texbook dan catatan lama, plus tanya sana-sini. Setelah itu baru sedikit ngeh. Saya bagikan prosedur ini untuk temen-temen yang mungkin membutuhkannya. Metodenya tidak mesti persis sama seperti yang saya uraikan di sini, yang penting tahu apa yang dilakukan dan bisa menghitungnya. Semoga bermanfaat.


Catatan:

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pengukuran aktivitas enzyme.
1. Ekstraksi enzyme dan analisa mesti dilakukan pada hari yang sama. Aktivitas enzyme bisa cepat berubah jika disimpan. Jika Anda akan mengukur aktivitas enzyme ligninolitik, mesti segera dilakukan setelah ekstraksi enzyme. Penyimpanan dalam lemari pendingin atau dibekukan akan menghasilkan aktivitas enzyme yang berbeda.

2. Resep di bawah ini bisa saja dimodifikasi dengan mengatur komposisinya agar absorbansinya di antara 0 dan 1. Jika absorbansinya lebih dari 1, encerkan larutan enzymenya.

3. Waktu jeda analisa juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Waktu bisa dikurangi atau ditambah hingga data absorbansinya cukup terbaca antara 0 dan 1.

A. Ekstrasi Enzyme

Ekstraksi Enzym dengan metode sentrifugasi (Gassara, Brar et al. 2010):
1. Satu gram sample dicampur dengan buffer phosphate 50mM pH 6,5 dengan perbandingan 10/1 (v/w).
2. Kemudian dishaker pada kecepatan 150 rpm selama 1 jam.
3. Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan 7000xg selama 20 menit.
4. Supernatan cair dipisahkan dan digunakan untuk analisa aktivitas enzyme.

Metode ini bisa dimodifikasi, langkah ke-2 diganti dengan digerus pada kondisi dingin. Pengerusan dilakukan dengan mortar dan letakan es disekitar mortar tersebut.Hasil gerusan kemudian disaring dan filtratnya disentrifugasi seperti cara di atas.

B. Pengukuran Aktivitas Enzyme

B.1. Laccase (Lac)

Pada cuvet masukkan:
– 0,5 buffer asetat pH5 0,5 M
– 0,1 ml ABTS 1 mM
– 0,4 ml filtrate enzim
Volume total 1 ml. Tabung/cuvet dikocok perlahan agar semua bahan tercampur.
Reaksi aktvitas enzyme dilakukan pada suhu 20±1 oC.
Absorbansi diukur pada waktu 0 dan beberapa menit (5 atau 10 menit, atau lebih lama lagi) pada panjang gelombang  420 nm.

Rumus perhitungan:

Aktivitas enzyme (U/ml) = (∆OD420 x Vtot (ml) x 10^9)/(εmax x d x Vol enzyme (ml) x t)

ε maks = absorpsivitas molar ABTS (36000 M-1 cm-1)
Continue reading

Keunikan Jamur Pelapuk Putih: Selektif mendegradasi lignin

grafik jamur pelapuk putih
Grafik perubahan komponen lignoselulosa (selulosa, hemiselulosa, HWS, dan lignin setelah diinkubasi dengan jamur pelapuk putih). Perhatikan lignin terdegradasi dengan cepat, sedangkan selulosa relatif konstants


Jamur pelapuk putih memiliki keistimewaan yang unik, yaitu kemampuannya untuk mendegradasi lignin. Jamur pelapuk putih sanggup menguraikan lignin secara sempurna menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Lebih menajubkan lagi, dia lebih suka ‘makan’ lignin daripada selulosa.

Secara garis besar selulosa terdiri dari 3 komponen utama, yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Selulosa berbentuk serat panjang. Rantai selulosa menyatu dengan ikatan hidrogen membentuk serat selulosa. Serat-serat ini diikat menjadi satu oleh hemiselulosa membentuk benang halus. Beberapa serat diikat dan diselubungi oleh lignin.

Hemiselulosa adalah komponen yang paling mudah didegradasi. Selanjutnya, selulosa ‘agak’ mudah terdegradasi. Kebanyakan mikroba suka ‘makan’ selulosa & hemiselulosa ini. Sedangkan lignin adalah komponen yang paling sulit didegradasi, sangat cocok untuk tugasnya sebagai pelindung.  Pelindung lignin ini yang membatasi pemanfaatan biomassa lignoselulosa sebagai bahan baku produk2 lain.

Kekuatan lignin ini bisa dicontohkan sebagai berikut. Dalam proses pembuatan kertas, lignin ini harus dihilangkan. Untuk mengurangi & melarutkan lignin ini dipergunakan asam kuat. Misalnya saja H2SO4, bahan air aki. Air aki saja kalau kena baju langsung bolong. Konsentrasi asam yg digunakan sampai 20% dan dilakukan pada suhu >180oC, takanan 2 bar, selama sekitar 2 jam. Luar biasa energi yang diperlukan untuk melarutkan lignin ini. Pantesan saja banyak mikroba yang tidak suka.

Namun, ternyata lignin ini ada musuhnya, yaitu jamur pelapuk putih. Jamur pelapuk putih hobinya makan lignin, makan yang keras-keras. Heran juga saya. Si jamur ini memngeluarkan enzim yang sangat kuat yang disebut enzim ligninolitik. Paling tidak ada empat enzim, yaitu: LiP, MnP, Lac, dan VP.

Sudah lama aku baca diliteratur klo jamur ini lebih memilih makan lignin daripada holoselulosa. Ada  juga yang mengatakan kalau jamur ini makan lignin dan sedikit makan holoselulosa. Aku lebih percaya pendapat kedua daripada pendapat pertama. Awalnya seperti itu.

Beberapa hari ini aku sedang mengkoreksi data penelitian temen. Data percobaan degradasi lignoselulosa dengan jamur. Awalnya data itu ditampilkan agak membingungkan. Kemudian aku minta data mentahnya. Aku coba olah sendiri. Hitung sana, hitung sini. Bandingkan antar data. Buat grafiknya. Dan coba analisis statistiknya.

Datanya benar-benar mengejutkan aku. Biomassa lignoselulosa mengalami degradasi. Lignin dan hemiselulosa terdegradasi sangat cepat. Tetapi, selulosanya tidak terdegradasi sama sekali. Massa selulosa relatif tetap sama dari awal  sampai akhir percobaan. Aku minta temen dicek ulang data ini untuk lebih meyakinkan lagi. Datanya masih sama. Data ini memperkuat pendapat bahwa jamur pelapuk putih lebih suka makan lignin daripada selulosa.

Hanya saja ada fonomena penurunan kecepatan degradasi lignin dan hemiselulosa. Aku belum tahu kenapa seperti ini.
Data ini masih awal dan saya belum tahu penjelasannya. Perlu analisa pendukung untuk mencari jawabannya.

Namun demikian, hasil ini membuka peluang pemanfaatan jamur yang lebih luas. Dengan bantuan jamur ini selulosa bisa dipanen tanpa perlu melakukan proses yang membutuhkan energi dan biaya tinggi. Setelah selulosa bisa dipanen, mau diolah jadi apa saja bisa.

Jamur mudah ditumbuhkan, mudah diperbanyak, syarat tumbuhnya juga mudah. Ini sangat potensial dilakukan dalam skala sangat besar.

Saat ini penelitian mesti lebih fokus lagi. Pertama, melakukan optimasi dan memepercepat prosesnya. Kalau itu berhasil, target berikutnya adalah melakukannya dalam skala yang besar. Insya Allah.


Artikel saya tentang pemanfaatan jamur pelapuk putih:
BIOLOGICAL PRETREATMENT OF LIGNOCELLULOSES WITH WHITE-ROT FUNGI AND ITS APPLICATIONS: A REVIEW


Posted from WordPress for Android