Banyak yang bertanya kepada saya bagaimana menganalisa kandungan lignin, selulosa (cellulosa), dan hemiselulosa (hemicellulosa) di dalam biomassa lignoselulosa. Ada banyak metode yang bisa digunakan, seperti metode dari TAPPI dan metode dari NERL. Namun, karena keterbatasan peralatan laboratorium di Indonesia, jadi tidak jarang metode ini sulit dilakukan atau kalau bisa dilakukan biayanya lumayan mahal.
Ada metode lama yang bisa digunakan dengan peralatan laboratorium yang relatif mudah di dapat dan lebih murah. Memang metode ini ada kelemahannya, namun setidaknya bisa digunakan untuk memprediksi kandungan lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Metode ini dijelaskan oleh Datta (1981) yang dimodifikasi dari metode yang dijelaskan oleh Chesson (1978). Prinsip dasar dari metode ini adalah gravimetri, jadi berdasarkan berat biomassa yang hilang. Biomassa dihidolisis secara bertahap dengan menggunakan asam sulfat. Tahapa utama metode ini bisa dilihat di dalam gambar di bawah ini. Continue reading →
Permasalahan pupuk hampir selalu muncul setiap tahun di negeri ini. Permasalahan tersebut antara lain adalah kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, dan beban subsidi pemerintah yang semakin meningkat. Beberapa upaya dan program telah digulirkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian RI. Sebagai contoh, subsidi pupuk kimia untuk petani, namun implementasi di lapangan masih banyak penyelewengan yang merugikan petani dan pemerintah.
Alternatif pupuk kimia adalah pupuk organik. Petani di dorong untuk menggunakan pupuk organik sebagai penganti/alternatif pupuk kimia. Baru-baru ini Deptan juga mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi pupuk organik. Penyediaan pupuk organik diserahkan kepada BUMN atau perusahaan pupuk besar dengan mekanisme penyediaan yang mirip dengan pupuk kimia. Dikawatirkan masalah yang terjadi pada pupuk kimia akan terulang pada penyediaan pupuk organik granul ini apabila masih melibatkan perusahaan-perusahaan pupuk kimia. Beberapa tahun sebelumnya pemerintah juga pernah mengeluarkan program GO ORGANIK 2010, tetapi gaung program ini seperti kurang terdengar.
Praktek pembuantan kompos jerami oleh H Zaka, Ket. Gapoktan Sulih Asih, Cigombong, Bogor
Penggunaan pupuk kimia secara intensif oleh petani selama beberapa dekade ini menyebabkan petani sangat tergantung pada pupuk kimia. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia juga menyebabkan kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah menurun. Petani melupakan salah satu sumber daya yang dapat mempertahankan kesuburan dan bahan organik tanah, yaitu: JERAMI. Pemanfaatkan jerami sisa panen padi untuk kompos secara bertahap dapat mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas padi.
Diperkirakan kandungan bahan organik di sebagian besar sawah di P Jawa menurun hingga 1% saja. Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan organik ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan pupuk terus meningkat. Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula
Karena permasalahan hasil analisa contoh kompos TKKS yang ‘ngaco’ – seperti yang sudah aku sampaikan dalam posting yang lalu – kini aku berusaha mencari metode preparasi contoh TKKS yang lebih valid. Aku menduga bahwa sumber permasalahan terletak pada preparasi contoh yang kurang baik atau kurang benar dan tidak mewakili kompos TKKS yang diambil. Sebelumnya aku melakukan diskusi intensif dengan analis yang melakukan analisa ini – Bu Euis.
Sebenarnya analisa TKKS bukan sesuatu yang baru bagi kami. Sudah bertahun-tahun peneliti di BPBPI meneliti tentang TKKS ini. Salah satunya – bos saya – Dr. Didiek Hadjar Goenadi, Dr. Darmono, Dr. Siswanto, dan yang baru-baru ini Dr. Agus Purwantara dan saya. Di catatan yang ada di arsip lab. Kimia tertulis memang rasio C/N kompos TKKS sebagian di bawah 30. Beberapa waktu sebelumnya Dr. Siswanto mengalami hasil yang sama, yaitu hasil analisa yang tidak masuk akal dan terpaksa ngulang analisa sampai berkali-kali di lab yang berbeda-beda. Kalau dari pengalaman analisa yang dulu-dulu kompos TKKS rasio C/N -nya di bawah 30 atau mendekati 30. Yang aneh adalah kenapa hasil analisa yang saya lakukan rasio C/N-nya di atas 30 atau bahkan ada yang di atas 100. Aneh banget kan …..??????!!!!!!!!!!! Continue reading →
Kalau Anda tertarik dengan tulisan di blog ini dan berniat untuk meng-copy-nya serta menyebarluaskannya. Jangan malu-malu, copy aja langsung atau save as lewat menu bar. Boleh diubah, dimodifikasi, dan diperkaya, asal tetap mencantumkan credit-nya dan alamat URL-nya. Diperbolehkan selama untuk tujuan kebaikan, tidak melanggar hukum, norma-norma etika dan kesulilaan, tidak menyinggung SARA, dan BUKAN UNTUK TUJUAN KOMERSIAL. Yang terakhir ini harus bayar Royalti ;). Jika Anda memiliki sesuatu yang ingin ditambahkan, koreksian, komplain, bantahan, protes, gugatan, atau yang lainnya, silahkan masukkan di kolom komentar. Kalau Anda merasa bahwa isi blog bermanfaat, silahkan berbagi dengan yang lain. Silahkan klik icon-icon berbagi yang ada di bawah setiap artikel.