Fasilitas Terbatas, Dana Terbatas, Bukan Berarti Tidak Meneliti

lab apa gudangTempatku bekerja adalah institusi warisan kolonial belanda. Perusahaan perkebunan belanda jaman dulu membangun sebuah lembaga penelitian untuk membantu pengembangan komodistas perkebunan di daerah jajahan hindia belanda. Kata sohibul hikayat, lembaga ini sangat disegani dan berhasil mengembangkan perkebunan di daerah jajahan. Singkat cerita, ketika Bangsa Indonesia merdeka, semua milik belanda dinasionalisasikan. Termasuk perusahaan perkebunan dan institusi di bawahnya.

Anak Pungut Badan Litbang Pertanian

Perusahaan kolonial dan aset-asetnya di-rampas untuk negera. Walaupun agak terlambat, laboratorium ku juga ikut dirampas oleh negara Indonesia. Tapi para birokrat jaman dulu hanya mau aset-asetnya saja, mau hartanya saja, mau yang enak-enaknya saja. Curangnya mereka, para karyawan yang bekerja di lembaga penelitian ini tidak ikut dijadikan ‘milik negara’. Para karyawan, peneliti, dan para proffesor dibiarkan statusnya tidak jelas hingga sekarang. Ibaratnya begini, negara mau rumahnya, mau tanahnya, mau kebunnya, mau mobilnya, tetapi tidak mau kalau disuruh ‘mbayarin’ orang yang kerja di dalamnya.

Status ini sampai sekarang masih mengantung. Pegawai negeri bukan, pegawai BUMN juga bukan, pegawai swasta juga bukan. Statusnya pegawai ‘BUKAN BUKAN’. Karena statusnya yang ngak jelas itu, kemudian laboratorium ku di’pungut’ oleh Badan Litbang Pertanian. Jadi status-nya ‘anak pungut’.

Maklum ‘anak pungut’, jadi kesejahteraannya juga tidak terlalu diperhatikan oleh ‘induk’nya. Kalau dilihat ke dalam sebenarnya kondisi balaiku cukup menyedihkan. Dana dari ‘orang tua yang memungut – Badan litbang – hanya untuk penelitian saja. Itupun jumlahnya kecil. Padahal kebutuhankan tidak hanya itu, ada biaya rutin, biaya GTS, biaya perawatan, biaya kesehatan, dll. Sebagian kebutuhan ini dipenuhi oleh mantan-mantan ‘orang tua’-nya, yaitu perusahaan perkebunan negera sekarang. Tapi ini masih belum cukup. Dengan segala keterbatasan akhirnya balaiku harus mencari ‘nafkah’ sendiri.

Alhamdulillah, meskipun pas-pasan tetapi sampai detik ini balaiku masih eksis.


lab apa gudang

Laboratorium merangkap pabrik dan gudang : (


Kondisi ini berimbas pada fasilitas penelitian yang tersedia. Fasilitas benar-benar terbatas. Alatnya kuno-kuno. Itu saja banyak yang tidak bisa digunakan lagi. Alat paling canggih di laboratorium kerjaku, mungkin pH meter. Ada juga beberapa mikroskop kuno, timbangan analitik kuno, dan laminar flow yang agak modern.


Neraca analitik. Sudah udzur : (


Menghasilkan Banyak Inovasi dari Penelitian

Yang paling aku kagumi adalah para penelitinya. Dalam kondisi yang serba terbatas, mereka tetap aktif berkarya. Keterbatasan ini tidak menjadi penghalang untuk meneliti dan menemukan sesuatu. Mereka tetap aktif memberikan solusi-solusi untuk industri perkebunan.

Banyak sekali produk-produk dan temuan hasil penelitian yang sudah diproduksi masal. Misalnya saja: Kelapa Kopyor 99,99% kopyor, biofertilizer, biodecomposer, biopestisida, NoBB, dan Spirulinna, dll. Kalau dihitung tidak kurang dari 20 produk yang sudah dihasilkan. Separo dari produk itu dihasilkan dari laboratorium ku yang sangat sederhana. Kalau main ke lab-ku, mungkin Anda akan berkomentar: Ini laboratorium, pabrik, apa gudang??? Kok ngak ada bedanya..????

Produk-produk yang dihasilkan dari laboratoriumku antara lain: NirAma, Greemi-G, BioMeteor, Metin, BeBas, Promi, dan ActiComp. Semua produk berbasis mikroba.

Banyak Belajar dari Senior

Aku banyak belajar dari peneliti-peneliti senior. Awalnya aku banyak membantu Dr. Didiek Hadjar Goenadi. Banyak yang aku pelajari dai Beliau. Aku belajar tentang biofertilizer, pupuk dan pemupukan, pengomposan dan menulis yang baik. Dengan Beliau aku ikut mengembangkan beberapa produk antara lain: SuperDec dan BioSP.

Lalu aku pindah ke lab mikroba, lab yang aku pakai sekarang. Di sini aku bekerja dengan Dr. Agus Purwantara dan Dr. Darmono Taniwiryono. Dengan mereka aku belajar banyak tentang penelitian dan pengembangan produk. Sebenarnya banyak ide-ide penelitian yang sudah dilakukan. Salah satunya yang akhirnya menjadi produk adalah PROMI. Ini salah satu produk unggulanku. Di sini aku banyak mempelajari tentang jerami dan pengomposan limbah perkebunan lainnya.

Lalu aku bekerja sama dengan Dr. Siswanto. Ketika bekerja dengan beliau aku banyak punya kesempatan untuk mengamati kebun dan pabrik kelapa sawit. Aku banyak bekerja dengan TKKS dan mengenal karakteristiknya. Dengan Dr. Siswanto, kami mengembangkan produk ActiComp dan ActiComp Plus. Saat itu aku sempat pula belajar sedikit tentang biogas.

Aku mulai tertarik pada pemanfaatan biomassa lignoselulosa. Tidak hanya sekedar buat kompos saja, tetapi juga untuk yang lain. Aku sempat mencoba membuat biopulping dari jerami. Sempat belajar tentang proses pembuatan kertas/pulp dan limbah-limbahnya. Banyak pengalaman dan inspirasi yang aku peroleh.

Dalam pengembaraan intelektualku aku bertemu dengan makhluk ‘bioetanol’. Di sini aku bekerja dengan tim lain yang diketuai oleh Dr. Djoko Santoso. Dr. Djoko Santoso ilmuwan tulen. Aku belajar menjadi peneliti yang baik dari beliau. Dan aku semakin jatuh hati pada bioetanol ini.

Intuisi dan Kreatifitas


Shaker paling inovatif: tingkat. Cuma satu-satunya di dunia. Habis ngak ada lagi yang bisa dipakai. : (


Mungkin kalau ada peneliti dari balai lain atau lembaga lain atau baru pulang dari luar negeri akan frustasi melihat lab-ku. Fasilitas yang terbatas dan dana terbatas bukan berarti aku berhenti meneliti. Justru kondisi ini menuntut kami (peneliti di BPBPI) harus lebih kreatif dan efisien dalam bekerja.

Aku lebih sering menggunakan intuisi dan feeling ketika bekerja. Lebih banyak lagi mengandalkan data-data kualitatif bukan data kuantitatif. Mau apa lagi…lha wong… ngak punya alatnya. Misalnya saja, ketika membuat biopulping jerami. Dengan melihat dan meraba saja aku bisa memperkirakan sampel/perlakuan ini akan jadi kertas/pulp yang baik atau tidak. Atau ketika membuat kompos, kadang-kadang aku perkirakan saja kompos ini sudah cukup matang atau belum. Tetapi tidak semua percobaan bisa dilakukan dengan cara ini. Aku mencoba banyak hal yang sederhana tetapi cukup bisa dipercaya hasilnya, misalnya saja untuk menguji kualitas kompos.

Kadang-kadang aku lebih kreatif lagi dengan alat-alat alternatif yang ada dilab. Misalnya saja, lab-ku bukan lab untuk membuat pulp. Tidak tersedia alat-alat pulping di lab. Tetapi bukan berarti aku menyerah dan tidak membuat pulp. Aku bisa membuat biopulp dengan alat-alat sederhana. Aku juga bisa membuat handsheet. Meskipun tidak standard, tapi sudah cukup untuk melakukan percobaan-percobaan sederhana.

Atau kalau tidak aku mencoba mendekati dengan data-data yang mudah diperoleh dengan alat yang ada di lab. Misalnya: mengukur pH, suhu, menghitung delta massa, mengukur beberapa kandungan/karakteristik kimia yang bisa diukur dengan alat di lab. Seringkali aku melakukan sebuah percobaan berulang-ulang sampai hasilnya konsisten.


Super Crowded : (


Hal lain yang aku lakukan adalah banyak membaca dan belajar dari orang lain. Untungnya meskipun fasiltias terbatas, tetapi tersedia sambungan internet 24 jam. Ini memudahkanku untuk mengelana di dunia maya, belajar dan membaca dari tulisan-tulisan para ahli di dunia. Aku menggumpulkan tidak kurang dari 350 literatur tentang bioetanol dan 250 dokumen paten. Belum semua sempat aku baca. Masih ditambah lagi artikel-artikel di website. Meskipun tidak semua bisa aku terapkan, tetapi minimal cara berfikirnya yang aku pelajari.

Bioetanol dan Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa

Saat ini aku fokus pada bioetanol dan pemanfaatan biomassa lignoselulosa. Ada banyak yang bisa dikerjakan dari dua topik ini. Ada banyak ide yang mengganggu tidurku tiap malam. Sedihnya tidak banyak yang bisa aku praktekkan dan aku realisasikan. Maklum, fasilitas dan dana yang terbatas.

Ada beberapa alat laboratorium yang pingin banget aku miliki. Alat-alat ini bukan alat yang mahal atau canggih. Alatnya sederhana tetapi sangat membantu penelitianku tentang lignoselulosa dan bioetanol.

Pertama, alat yang ingin aku miliki adalah Mini Digester. Kapasitas alatnya cuma 600gr dan 2000 ml. Bisa bekerja di suhu dan tekanan tinggi. Dengan alat ini aku bisa mencoba banyak sekali perlakuan yang terkait dengan suhu, tekanan, retensi time, konsentrasi bahan aktif, dan lain-lain. Alat ini vital, karena aku tidak memperoleh alternatif metode penggantinya dengan alat-alat yang ada di lab. Harga alat ini katanya hanya beberapa ribu dolar saja.


Mini Digester. Dengan alat ini aku bisa mencoba beberapa penelitian untuk memanfaatkan lignoselulosa : (


Kedua, adalah fermentor. Ngak perlu yang canggih-canggih amat. Ukuran 1 liter juga sudah cukup. Fasilitas yang tambahan yang diperlukan mungkin ya… sensor pH, suhu, dan aliran udara. Untuk sementara aku bisa menggantinya dengan peralatan lain. Aku hanya bisa melakukan fermentasi batch culture, cara fermentasi yang paling kuno dan sederhana. Kalau aku punya fermentor yang lebih baik sedikit saja, banyak sekali variasi perlakuan yang bisa aku lakukan. Harga sebuah fermentor ukuran kecil rasanya juga tidak mahal.

Peralatan berikutnya yang pingin aku miliki adalah HPLC, sebuah alat umum di laboratorium-laboratorium saat ini. Data-dataku cukup banyak, tapi kadang-kadang malu juga kalau mau dipublikasikan. Misalnya saja untuk kandungan glukosa. Hampir semua jurnal ilmiah intenational menggunakan HPLC. Aku masih menggunakan titrasi untuk mengukur gula, metodenya juga tidak spesifik dan masih ada biasnya. HPLC juga penting untuk mengukur kandungan alkohol. Saat ini aku mengukurnya dengan cara langsung (gravimetri). Sensitifitas alatnya rendah dan hanya bisa mengukur alkohol dengan tingkat kemurnian tinggi. Jika untuk mengukur alkohol dalam campuran hasilnya kurang akurat.

Seperti judul di atas, ngak ada fasilitas, ngak ada dana, bukan berarti ngak meneliti. Aku tetap terus semangat meneliti. Apalagi setiap hari ada improvment, ini yang membuatku jadi bersemangat. Aku ingin membuat sesuatu yang bermanfaat. Aku ingin hasil penelitianku tidak hanya berhenti di jurnal-jurnal, masuk di rak perpustakaan, kemudian dilupakan. Aku ingin hasil penelitianku benar-benar berguna bagi masyarakat banyak.

Semoga saja ada ‘pejabat yang berwenang’ membaca tulisanku ini dan memberi perhatian pada lab-ku. Biar kami bisa bekerja lebih baik dan lebih banyak yang bisa kami hasilkan.

Insya Allah.

8 responses to “Fasilitas Terbatas, Dana Terbatas, Bukan Berarti Tidak Meneliti

  1. Alhamdulillah, Pak Isroi dapat bekerja dalam kondisi serba terbatas tetapi produktif, ini benar-banar peneliti yang luar biasa, terlatih, dan sukses dalam kerjanya. Mudah-mudahan kebaikan apa saja yang ada (produk) lab. sederhana ini yang dibidani oleh Pak Isroi menjadi pelajaran kepada orang lain bahwa untuk berbuat itu tidak mesti di dukung oleh instrumentasi yang moder dan canggih, namun dengan kolaborasi dengan dunia maya dan dikerjakan oleh orang yang punya kualifikasi yang ulet tetap akan menghasilkan produk istimewa. Semoga sukses dunia dan sukses akhirat. Amin.

  2. Terus berjuang pak majukan bangsa ini meski dengan fasilitas seadanya,,
    Saya do’akan bapak terus diberi rizki berupa ilmu,inovasi dan keluasan pikiran,,,amiiin.

  3. Dear Pak Isroi. Bapak tidak sendiri kok. DI institusi seperti ITB pun kadang-kadang kreativitas untuk memanfaatkan alat-alat yang sudah ketinggalan jaman masih dilakukan. Seluruh alat penelitian di Program Studi Teknik Kimia ITB (tempat saya bekerja) kami buat sendiri. Tidak ada alat penelitian yang dibeli dalam unit yang telah siap pakai, mahal! Jadi, ya kita pulung dari sana-sini, dan dirangkai menjadi satu di warehouse milik kita sendiri. Di situ justru seninya.
    Etanol dari lignoselulosa yang merupakan teknologi biofuel generasi kedua juga sedang gencar-gencarnya diteliti di Teknik Kimia ITB. Kalau main-main ke ITB, silahkan mengunjungi kami di sini, atau langsung ke Dr. Ronny Purwadi yang menjadi icon etanol di Teknik Kimia ITB.

  4. salut pak.bapak jadi menyemangati dan dan menginspirasi saya.mudah-mudah saya bisa mengikuti jejak bapak.terus berkarya.bravo

  5. pak isroi salut saya buat anda dan tim. saya mau meminta saran anda mengenai pengomposan skala tps (tempat pembuangan sampah sementara), volumenya sekitar 10 m3 per minggu, setelah dipilah sampah organik paling sekitar 20 %.
    sebelumnya perkenalkan saya, nama : Muhamad Ardhie Elmeidian, usia 31 tahun, bergabung dengan FOKAL (forum kader lingkungan) griya cempaka arum bandung karena meyakini sampah bukan masalah, yang masalah adalah sikap manusia terhadap sampah, kini FOKAL juga konsen terhadap pertanian dan telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar mengenai envirovment. FOKAL terdiri dari sebagian besar ibu-ibu dan sebagian kecil bapak-bapak jumlahnya sekitar 50 orang kader, tetapi yang terbilang aktif dan serius paling hanya 3-7 orang saja.
    masalahnya :
    1. adakah cara yang paling cepat dalam proses dekomposisi tersebut. karena untuk mencacah dan membolak-balik kompos yang sedemikian banyaknya kami tidak mampu, karena kesibukan masing-masing. saat ini hanya dilakukan pembalikan 1 minggu 1 kali paling cepat. dan panennya 8 minggu.
    2. bagaimana menghilangkan bau yang tidak sedap dari aroma kompos tersebut pada saat proses, karena tps gca dekat sekali dengan rumah +/- 5 m
    3. banyaknya lalat juga menjadi kendala bagi yang tinggal di sekitar tps.
    4. terimakasih atas tips nya.

    Muhamad Ardhi Elmeidian

  6. Selamat pak telah banyak yang bapak hasilkan dengan kondisi terbatas semoga ini akan banyak menginspirasi peneliti lainnya terutama saya sendiri. Tetapi bapak harus tetap mensyukuri kondisi lab seperti itu karena masih banyak yang lebih parah dari lab yang bapak miliki.

  7. Salut….maju terus pantang mundur dgn keterbatasan yg ada. Semoga tambah sukses ya Pak….Btw, saya juga pernah ‘belajar’ di lab ini dgn Pak DHG juga (thn’94-95) wkt sy buat skripsi IPB. Apakabar pak Pim, Pak Wawan masih disana ??

    • Salam kenal juga. Pak Pim sudah pensiun. Pak wawan masih kerja tetapi terakhir saya dengan sakit stroke :(. Sedangkan Pak Katiman sudah meninggal dua tahun yang lalu. Satu lagi, pak Mustarih masih aktif di lab.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s