Siang itu, selepas dari lihat-lihat kebun tebu, saya diajak oleh Pak Anwar main ke kebun pribadinya. Nggak jauh katanya dari kebun.
“Nanti kita lihat ada rejeki apa di kebun,” kata Pak Anwar.
Saya ikuti motor Pak Anwar dari belakang. Setelah menyusuri kebun Sumaling, masuk ke Patimpa lalu belok ke arah kiri menuju kebun warga. Jaraknya nggak terlalu jauh, sekitar 10 menit saja perjalanan. Kita masuk ke kebun jalan kaki saja, ternyata di kebun Pak Anwar lagi musim buah rambutan. Kebunnya banyak pohonnya, lebih mirip hutan kecil daripada kebun. Saya pikir di sini sepertinya ada anggreknya.
Mata saya melihat ke atas, kalau-kalau ada anggrek yang nempel di pohon-pohon itu. Ternyata benar, Nggak jauh dari pohon rambuatan ada anggrek dendro besar yang mengantung. Saya minta tolong ke anggota yang ikut untuk menurunkan anggrek ini. Setelah diambil ke bawah, ukurannya memang besar lebih dari 1 m. Anggrek ini adalah anggrek besi sulawesi. Rejeki nomplok.
Dapat anggrek besi sulawesi dendrobium speudoconanthum
Sudah jadi rahasia umum kalau saya suka dengan tanaman anggrek, apalagi anggrek spesies asli pribumi Indonesia. Zukkaaa zekali…..!!!! Mumpung pas di Sulawesi Selatan, saya ingin mendapatkan anggrek pribumi asli Sulawesi Selatan ini. Asyikkk….nggakk….
Anggrek Bulan Sulawesi Selatan
Anggrek bulan spesies Sulawesi
Setelah lebaran tahun ini, surat tugas saya di PG Camming, Kab. Bone, Sulawesi Selatan. Lumayan jauh juga dari kota Makassar. Di PG Camming ini sementara saya tinggal di Mess. Satu kamar sendirian. Tetangga kamar saya waktu itu ada pak CA yang baru; Pak Yusron dan Pak Prasetyo. Selang satu kamar saja. Di ujung sana ada juga Pak Wasis. Saat itu saya belum punya ‘alat trasportasi’ sendiri, jadi kalau mau ke mana-mana masih ‘ndompleng’ ke Pak CA; kalau nggak Pak Yusron ya pak Prasetyo. Tapi paling sering saya pergi dengan keliling kebun dengan Pak Yusron. Kadang-kadang kalau Pak Yusron tidak sedang pergi, saya diperbolehkan pakai mobil dan sopirnya, Pak Supardi. Jadi ingat anggrek Paphio supardii….
Nah… kalau ke kebun mata saya selalu ‘menyapu’ pohon-pohon dan halaman rumah warga di sini. Kalau-kalau ada ‘sesuatu’ yang menarik, terutama ya…anggrek. Suatu ketika saya lihat merah-merah ramai di depan rumah warga…. anggrek dendro tuh…pikir saya. Bunganya besar dan tanamannya lebat… Cantik pokoknya. Saya ingat-ingat lokasi rumahnya. Kalau lewat saya akan minta ke empunya rumah. Saya lihat juga ada anggrek bulan yang warnanya putih menyolok. Lalu ada anggrek Doritis pulcherrima yang bunganya merah. Kalau pas lewat pohon-pohon besar, saya minta Pak Supardii berjalan agak lambat, biar saya bisa melihat ke lebih detail bagian atas pohonnya. Maklum, anggrek biasanya di atas-atas.
Pulang dari kebun Mapesangka, saya berhenti di depan rumah warga di pinggir jalan poros. Saya ingat di rumah ini ada bunga anggrek merah-merah dan putih. Saya nggak bisa bahasa bugis Bone, jadi saya minta Pak Supardi untuk ngomong ke yang punya rumah. Setelah saya dekati, anggrek yang warna merah adalah anggrek dendrobium, mungkin Dendrobium bantimurung. Cuma yang ini tanamannya agak langsing. Lalu anggrek merah yang kedua, sedikit pink adalah Doritis pulcerimma. Anggrek klasik yang menawan.
Pak Supardi ngomong ke orang yang ada di rumah itu. Nggak bisa mengartikan saya. Lalu pak Supardi bilang ke saya:
“Nggak bisa diminta, Pak. Ibunya nggak ada di rumah.”
“Yang ada cuma anaknya, dia nggak berani untuk ngasih bunganya.”
“Ya…sudah..”
“Kapan-kapan lagi saja mampir ke sini lagi.”
Melanjutkan perjalanan ke PGC, jaraknya cukup jauh 20 km. Sepajang perjalanan mata saya tidak pernah lepas dari pohon-pohon dan rumah-rumah di sepanjang jalan. Saya lihat ada anggrek Phalaenopsi. Kapan-kapan saya akan mampir.
Di kebun Mapesangka sambil duduk melihat ibu-ibu yang sedang kethok bibit saya cerita kalau saya suka anggrek. Di sekitar kebun ada pohon-pohon besar. Mereka cerita biasanya ada anggrek warna putih di pohon-pohon. Anggrek bulan pikir saya. Anggrek bulan spesies sulawesi sedikit berbeda dengan anggrek bulan spesies jawa. Bedanya sedikit sekali sih..hanya di ‘sungut’ bunganya saja. Kalau anggrek bulan spesies jawa, sunggutnya warna kuning, kalau spesies sulawesi putih.
Saya coba jalan-jalan ke pinggir-pingggir kebun, kalau-kalau nemu anggrek bulan spesies sulawesi. Nihil.
Anggrek bulan spesies asli Indonesia ini adalah salah satu anggrek legendaris di dunia. Anggrek bulan spesies yang nama ilmiahnya adalah Phalaenopsis amabilis ini menjadi cikal bakal anggrek bulan hibrida yang sangat dikenal saat ini. Turunannya sekarang sudah lebih besar, lebih berwarna-warni dan lebih banyak bunganya dalam satu tangkai bunga.
Anggrek bulan spesies ini diperoleh dari pingiran hutan di daerah Cianjur selatan. Anggrek spesies cabutan. Daunnya lebih tipis dan tidak selebar daun anggrek bulan hibrida. Bunganya juga lebih sedikit dan tangakainya lebih panjang tergantung dengan banyaknya cahaya yang di dapatkannya.
Anggrek bulan spesies hutan cenderung lebih tahan terhadap penyakit dan hama. Lebih tahan kekeringan dan lebih mudah tumbuh. Anggrek bulan spesies ini bisa tumbuh dengan baik dan berbunga di dataran rendah yang cenderung panas dan kering.
Dari dulu saya suka tanaman dan suka menanam. Tapi, kurang suka tanaman bunga. Kenapa? Karena tanaman berbunga umumnya umurnya pendek. Entah kenapa beberapa tahun ini mulai menyukai anggrek, khususnya anggrea spesies dari bumi pertiwi.
Sajak lupa awal mula dan kapan saya mulai menyukai tanaman anggrek ini. Sekitar tiga tahun yang lalu kalau tidak salah. Di rumah mertua ada banyak tanaman anggrek, tapi merana. Kadang2 kalau pas pulang, saya coba rawat tanaman2 ini.
Nah. Suatu ketika kami ingin memberikan hadiah bunga anggrek ke Eyang Uti, karena beliau suka tanaman anggrek. Kami membeli bunga anggrek di salah satu kebun anggrek di Magelang; Anggrek Nambangan.
Nah waktu di Anggrek Nambangan itu saya melihat banyak sekali jenis anggrek. Cantik2 bunganya. Tapi saya lebih tertarik dengan anggrek2 yang biasa2 saja dan ditempel di tembok2 pinggir. Kata penjaga kebun anggrek ini, anggek2 itu adalah anggrek spesies asli Indonesia. Bunga2nya eksotik. Kami membeli beberapa anggrek untuk ditanam sendiri.
Ada yang membuat saya sedikit kaget. Di Nambangan itu ada tanaman digantung berdaun hanya satu. Bentuknya biasa2 saja. Saya tanya ke peniaganya.
“Apa itu, Mas?”
“Anggrek Kalimantan, Pak.”
“Berapa harganya?” Saya piki harganya murah. Karena bentuknya jelek.
“Sejuta, Pak.”
“Hah… mahal sekali. Apa istimewanya?”
“Itu anggrek spesies dari hutan asli Kalimantan. Unik dan sulit di dapat. Makanya mahal.”
Jadi penasaran kami.
Mulai Berburu Anggrek Spesies
Salah satu anggrek Spesies Mini Asli Indonesia yang kami dapati di Cipanas.
Saya jadi pingin tahu apa sih keistimewaan anggrek spesies pribumi Indonesia ini. Saya mulai tanya2 ke Mbah Google dan gabung di Group FB. Ternyata Indonesia sangat kaya dengan anggrek spesies.
Kami suka berlibur ke alam bebas; ke hutan, ke curug, ke gunung, ke kebun raya dan lain2. Nah, kalau kebetulan kami sedang main2 ke alam bebas, kini tambah satu kebiasaan kami, yaitu berburu anggrek liar.
Ketika kami main2 ke Kebun Raya Bogor atau ke Ciboda, kami berburu anggrek liarnya. Ketika kami ke Cibereum, Gn Bunder, Gn Rowo, Gn Andhong, Gn. Wungkal, situ gede, curug nangka, Cikaniki, Green Canyon atau hanya ke kuburan, mata kami selalu ke atas atau ke bawah mencari2 anggrek liar.
Anggrek2 itu kami bawa pulang dan ditanam di rumah. Teras depan rumah yang tidak seberapa pun jadi penuh dengan pot2 anggrek.
Kalau kami main2 ke rumah saudara atau teman. Kalau ada tanaman anggreknya, pasti kami minta anakannya. Habis ngiler sih.
Sebagian anggrek2 yang kami bawa pulang saya tempelkan ke pohon rambutan depan rumah. Batang rambutan itu jadi penuh dengan anggrek2 liar.
Beli Buku-buku Tentang Anggrek
Buku-buku tentang anggrek
Untuk memenuhi rasa ingin tahu say
Untuk memenuhi rasa ingin tahu saya, saya membeli buku2 tentang anggrek. Buku anggrek pertama yang saya punya adalah: Simon & Schuster’s Guide to Orchids. Sebuah buku bekas yang saya beli on-line.
Setelah sekian lama. Buku ini masih kurang memenuhi rasa ingin tahu saya. Saya beli lagi buku yang kedua. Buku bekas juga, buku kuno terbitan tahun 56, judulnya “Bunga Anggerik, Permata Belantara Indonesia”. Buku ejaan lama yang bagus dan sangat lengkap tentang anggerik asli Indonesia.
u-anggrek-spesies-kuno-1.jpg”> Buku Anggrek Spesies Kuno Indonesia karya M Latief 1960[/caption]Saya kurang tertarik dengan buku2 terbitan
Saya kurang tertarik dengan buku2 terbitan baru. Kebanyakan membahas tentang anggrek2 hibrida yang populer. Malas membelinya.
Ketika sedang buka2 perpuatakaan Nano. Saya menemukan buku anggrek klasik terbitan PS, judulnya “Budidaya Anggrek” karya dosen IPB Dr. Livy Winata Gunawan. Buku kecil yang bisa jadi pengantar tentang anggrek.
Lalu saya coba cari buku di Amazon.com. Saya beli tiga buku tentang anggrek. Buku second. Buku yang saya beli: “Orchids of Java”, “The Conplete Encyclopedia of Orchids”, dan “Illustrated Dicti onary of Orchid Genera”.
Gabung di Komunitas Anggrek Spesies FB
Saya mulai juga gabung di sebuah komunitas anggrek spesies di FB. Meskipun sebagian besar isinya jual beli anggrek spesies, tapi saya bisa belajar dan mencari informasi anggrek2 spesies pribumi Indonesia.Kadang2 saya posting foto anggrek yang kami temukan di hutan dan tanya ID dari anggrek tersebut. Responnya cepat dan bisa berduskusi juga.
Kebun Anggrek Langganan
Kini kami, saya dan keluarga jadi berlangganan kebun Anggrek. Salah satunya ya Anggrek Nambangan di Magelang. Kalau pulang ke Magelang hampir selalu beli anggrek. Meski hanya satu pot saja.
Di Bogor kami biasa main2 ke kebun anggrek di Selakopi. Penjaganya Mas Teguh cukup ramah dan saya banyak belajar bagaimana cara merawat anggrek spesies. Di sini banyak juga anggrek spesies, sayangnya tidak banyak yang dijual.
Di Bogor akhirnya saya ketemu juga pedagang bunga yang biasa menjual anggrek2’cabutan dari hutan. Entah dari hutan mana. Yang jelas, saya tahu ini anggrek cabutan, bukan anggrek yang dibudidayakan. Katanya dikirim dari mana2. Ada banyak jenisnya juga. Sayangnya, penjualnya kadang2 tidak tahu semua nama ilmiahnya. Hanya tahu nama lokal/pasaran dan nama genusnya. Sebagian ada juga yang tahu nama lengkapnya.
Tapi, pedagang anggek ini bisa menceritakan banyak tentang anggrek2 spesies pribumi Indonesia.
Ternyata bumi pertiwi ini kaya akan jenis2 anggrek spesies. Subhanallah.
Anggrek adalah tanaman hias yang sudah terkenal dari jaman dulu. Indonesia termasuk negeri yang kaya akan berbagai jenis anggrek. Banyak sekali tanaman anggrek spesies asli Indonesia. Kami, saya dan keluarga, juga mulai suka mengkoleksi tanaman anggrek, terutama anggrek hutan.
Kalau ada waktu berlibur, biasanya kami jalan-jalan ke hutan, situ, gunung atau curug. Berburu anggrek hutan menjadi salah satu kegiatan kami ketika berlibur di alam ini. Kami sering mendapatkan banyak tanaman anggrek yang menempel di batang kayu atau ranting pohon-pohon besar.
Saya belajar cara menanam anggrek spesies cabutan dari hutan ini dari salah satu kebun anggrek yang ada di Bogor. Pengelolanya, Mas Teguh, mengajari saya bagaimana cara menanam anggrek cabutan dari hutan. Media atau tempat penanamannya bukan dengan papan pakis atau arang, seperti yang biasa dilakukan oleh orang, tetapi dengan menggunakan potongan ranting pohon atau kayu. Cara ini lebih mendekati tumbuhnya tanaman anggrek di alam aslinya.
Bahan dan peralatan yang diperlukan sederhana saja, yaitu:
1. Batang atau dahan pohon. Ukurannya tergantung dengan ukuran anggrek yang akan kita tanam.
2. Tali plastik
3. Gunting,
4. Tang,
5. Kawat
Anggrek spesies cabutan ini ditempelkan di dahan kayu, lalu diikat dengan kuat menggunakan tali plastik. Untuk mengantung dahan kayu itu digunakan kawat.
Kami sekeluarga lebih suka berlibur ke alam; hutan, gunung, kebun, situ dan ladang. Ketika jalan-jalan ke hutan kita suka mengamati tanaman-tanaman hutan yang unik-unik. Mencari-cari jamur hutan. Atau mengamatai serangga-serangga di hutan. Salah satu tanaman yang sering kita cari-cari ketika sedang di hutam adalah tanaman anggrek hutan. Tanaman anggrek ini sering kali tidak secantik anggrek-anggrek hibrida, tapi bentuknya unik. Itu yang kami suka.
Nah, ada satu tanaman anggrek; atau lebih tepatnya diduga jenis anggrek, yang ukurannya sangat kecil. Hanya beberapa centi saja. Anggrek-anggrek ini menempel di pohon-pohon besar. Kami menduga tanaman kecil ini anggrek karena bentuk daunnya yang mirip tanaman anggrek pada umumnya. Meski masih kecil, tanaman ini sudah berbunga. Tanaman ini memang sangat kecil dari sono-nya. Sayang bunganya sangat kecil, jadi kita tidak bisa melihat dengan jelas bentuk dan bagian-bagian bunganya. Bentuk dan bagian-bagian bunga akan lebih menyakinkan apakah ini termasuk jenis anggrek atau bukan.
Waktu kami menemukan anggrek-anggrek spesies yang berukuran mini ini, beterai HP sedang low batt. Pinginnya mengabadikan anggrek ini melalui video atau foto. Sayang sekali.
Kemi mengambil beberapa batang tanaman aggrek spesies mini ini. Kami berharap tanaman anggrek ini bisa hidup dan berbunga ketika ditanam di tempat yang lebih rendah dan lebih panas. Semoga.
****
Saya coba cari-cari dan tanya-tanya ke teman yang ahli anggrek. Anggrek mini ini kemungkinan namanya adalah Ascocentrum miniatum. Terus terang, saya penasaran mengunggu anggrek mini ini berbunga.
Di Kota Bogor, selain Kebun Raya Bogor (KRB), masih ada danau dan hutan kecil yang masih terawat dengan baik dan bisa menjadi tujuan wisata keluarga yang menarik dan murah. Letaknya tidak jauh dari pusat kota Bogor, hanya sekitar 10 km saja. Situ Gede adalah nama danau (situ = danau) yang sekelilingnya ada hutan penelitian. Situ Gede cocok untuk rekreasi alam, rekreasi air dan mancing, atau asik juga untuk lokasi main sepeda XC (croos country).
Pulp yang dibuat dari 100% tandan kosong kelapa sawit.
Melanjutkan lagi postingan tentang pulp sebelumnya. Saya benar-benar ‘excited’ ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ‘ainul yaqin’, pulp dan kertas yang dibuat dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Potensi tankos sawit/TKKS sebagai pulp sudah mulai dilirik sejak bertahun-tahun yang lalu. Bos saya di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (sekarang PPBBI) sudah membuat pulp dan kertas dari tankos sawit sejak 15 tahun yang lalu. Kertasnya sudah dibuat menjadi kertas untuk surat-surat dari kantor. PPKS Medan juga sudah mengembangkanya. Balai Besar Selulosa Bandung juga menelitinya cukup lama. Namun, sebagian besar hanya berhenti di penelitian saja. Saya juga mendengar kalau beberapa perusahaan kertas besar pernah melakukan ujicoba pembuatan pulp dari tankos sawit. Namun, hasilnya belum cukup bagus dan memenuhi standard pabrik besar. Kalau di literatur, negera sebelah, juga sudah berhasil membuat pulp dari tankos. Temen saya yang pernah berkunjung ke negara tetangga untuk melihat industri pulp dari tankos, kertas tankos yang diklaim berhasil oleh negara tetangga adalah kertas untuk kerajinan tangan, bukan pulp untuk industri.
Banyak kendala pembuatan pulp dan kertas dari tankos sawit. Sudah saya sebutkan di postingan sebelumnya. Sebagian kendala ini dihadapi di tingkat laboratorium, sebagian lagi baru terasa ketika diaplikasikan skala besar di pabrik. Ketika saya mendengar cerita dari Pak Gunawan via telepon, terus terang saya sedikit tidak percaya. Karena itu saya ‘memaksa’ Pak Gunawan untuk bisa melihatnya sendiri secara langsung. Singkat cerita, akhirnya dua hari lalu saya diajak berkunjung ke pabriknya. Hanya boleh saya sendiri. Continue reading →
Ketika berlatih survival di alam liar. Nomorku 163.
Empat hari ini benar2 pengalaman luar biasa bagiku. Empat hari mencoba bertahan hidup sendiri di alam liar. Makan seadanya. Minum sedapatnya. Tidur sebisanya. Tidak ada ponsel atau alat komunikasi yang lain. Lapar, capek, hujan, dingin, gelap, was-was adalah tantangan yang mesti ditaklukkan.
Hari pertama, bekal yang terbawa hanya sepotong jagung, dua butir ubi, 5 butir kurma, dan gula jawa. Air hanya sebotol kecil air mineral. Baju hanya yang melekat di badan. Tidak ada alat komunikasi apa pun, kamera juga tidak ada. Tidak ada uang sepeser pun. Perlengkapan yang terbawa matras, ponco, kompas, head lamp, golok/belati, nasting, korek api, tali rafia, sleeping bag, buku kecil, ballpoint dan mushaf. Sangat terbatas bekal dan perlengkapan yang ada di tas carrierku. Bismillah.
Menjelang tengah malam petualangan dimulai. Langit terang dan bintang-bintang berkelap-kelip di langit mengiringi langkah ini. Aku menyusuri jalan setapak yang menanjak landai. Aku terus berjalan hingga lewat tengah malam, sampai di tempat yang agak lapang. Aku berhenti di tempat itu untuk bermalam. Segera aku membuat bivak sederhana yang penting bisa untuk berteduh. Aku membangun bivak tepat di dekat sungai kecil. Alhamdulillah, sungai itu airnya sangat jernih dan bisa diminum.
Sebelum istirahat, aku sempatkan sholat malam dua rokaat dan witir satu rokaat saja. Waktu subuh masih cukup lama, cukup banyak waktu untuk istirahat. Saya segera mengelar matras dan masuk ke dalam sleeping bag untuk tidur.
Aku benar2 terlelap di kehangatan sleeping bag ini. Hingga serasa ada sesuatu yang membangunkanku. Aku lihat jam menunjukkan pukul setengah empat lebih. Sebentar lagi masuk waktu subuh. Dengan agak malas, aku bangun dan mencoba untuk meluruskan otot-otot di badan.
Jarak antara bivakku dan sungai hanya sekitar dua-tiga meter saja. Dekat sekali. Aku menuju sungai kecil itu untuk cuci muka dan ambil wudhu. Aku sholat fajar dua rokaat. Istirahat sebentar sambil menunggu masuk waktu subuh. Untuk menandai masuk waktu subuh, aku mengandalkan jam tanganku dan melihat matahari. Ketika langit diufuk mulai terlihat semburat cahaya, dan sudah terlihat antara benang hitam dan putih, berarti waktu subuh sudah tiba.
Alhamdulillah, udara pegunungan ini segar sekali. Seperti biasa, sambil menunggu matahari, aku dzikir pagi yang saya hafal.
Ketika matahari mulai bersinar. Aku mencari kayu dan ranting kering. Aku buat tungku dari batu hingga bisa untuk menaruh nasting. Ada beberapa kotak parafin yang terisa di kantong. Aku bakar parafin ini untuk mulai membakar ranting dan kayu. Nasting aku isi air, kemudian jagung dan ubi mulai aku masak. Perlu waktu cukup lama memasak dengan cara ini. Meski agak basah karena embun pagi, kayu-kayu dan ranting kering ini mudah terbakar dan api bisa bertahan cukup lama.
Sambil menunggu jagung masak, aku coba mencari kalau-kalau ada sesuatu yang bisa dimakan. Di pinggir hutan ini saya temukan pohon perdu kecil yang daunnya berbulu. Buahnya kecil-kecil dan berbulu juga. Buah yang sudah masak berwarna unggu. Buah ini rasanya manis. Saya kumpulkan dan dapat lumayan banyak. Cukuplah untuk cemilan di pagi hari selain sepotong jagung dan sebutir ubi setengah matang.
Gunung Kencana, tempat kami berlatih survival. Gunung dengan hutan yang masih perawan. Menantang untuk dijelajahi.
Ketika matahari naik setinggi tombak, aku lanjutkan lagi perjalanan dan mulai masuk ke hutan. Petualangan yang sebenarnya baru dimulai. Sebelum mulai perjalanan, aku isi dulu tempat air dengan air dari sungai kecil itu. Jalan setapak mulai terjal dan menanjak. Hutan ini benar-benar hutan yang masih perawan. Vegetasinya sangat lebat. Di lantai hutan tumbuh paku-pakuan, rotan, dan tanaman perdu lainnya. Pohonnya tinggi-tinggi dan besar-besar. Batang pohon itu hampir seluruhnya ditumbuhi lumut dan paku2an sampai setinggi 10-15 m. Suasananya sangat lembab, tipikal hutan tropis di Indonsia. Lantai hutan memiliki humus yang sangat tebal. Aku dapat mencium bau tanah humus hutan ini. Aroma yang menyegarkan. Suara kicauan burung dan serangga tongeret ramai terdengar.
Saya suka memotret dan fotografi, tapi saya tidak punya waktu khusus untuk melalukan hobi saya ini. Saya memotret setiap ada kesempatan. Memotret apa saja. Dan seringkali memotret sambil jalan-jalan bersama keluarga. Salah satunya ketika memotret hutan di Gunung Bunder.
Kalau Anda tertarik dengan tulisan di blog ini dan berniat untuk meng-copy-nya serta menyebarluaskannya. Jangan malu-malu, copy aja langsung atau save as lewat menu bar. Boleh diubah, dimodifikasi, dan diperkaya, asal tetap mencantumkan credit-nya dan alamat URL-nya. Diperbolehkan selama untuk tujuan kebaikan, tidak melanggar hukum, norma-norma etika dan kesulilaan, tidak menyinggung SARA, dan BUKAN UNTUK TUJUAN KOMERSIAL. Yang terakhir ini harus bayar Royalti ;). Jika Anda memiliki sesuatu yang ingin ditambahkan, koreksian, komplain, bantahan, protes, gugatan, atau yang lainnya, silahkan masukkan di kolom komentar. Kalau Anda merasa bahwa isi blog bermanfaat, silahkan berbagi dengan yang lain. Silahkan klik icon-icon berbagi yang ada di bawah setiap artikel.