Tag Archives: mudik

Mudik Lewar Jalur Selatan Jabar; Mencoba Tantangan Baru

(Foto2 dan videonya menyusul ya….)

Mudik melalui jalur pantura dan lewat jalan tol sudah terlalu mainstream. Apalagi jalur tol sekarang sudah bisa tembus ke Semarang, meski sebagian masih tol fungsional, menjadikan perjalanan mudik tidak lagi banyak tantangan dan hambatan. Tahun 2018 ini, kami ingin mencoba jalur baru; jalur pantai selatan Jabar. Jalur mudik yang baru pertama kali kami coba ini ternyata penuh kejutan dan sangat mengasikkan. Hanya saja kami melalui jalur ini ketika balik kembali dari Jawa (Pati) ke Bogor.

Menyiapkan Rute Perjalanan

Ketika berangkat mudik kami sengaja lewat jalur pantura, karena buru-buru ingin cepat sampai rumah. Kami berangkat hari jum’at selepas saya pulang kerja. Saya pulang kerja pukul 15. Siap2 satu jam, kurang lebih pukul 16.30 kami berangkat. Jalan masih cukup penggang, karena perkiraan puncak arus mudik hari sabtu dan minggu. Kami masuk tol dari Baranangsiang masuk ke Tol Jagorawi. Jalan tol terus, JORR-Cikampek-Cipali-tol fungsional Gringsing- tol fungsional Gringsing-Seramang-masuk tol Semarang-tol Bawen dan keluar di Bawen. Tol terus sejauh 400km. Lancar jaya.

Nah. Baliknya, kami membaca himbauan pak Gubernur Jabar Aher, kalau jalur pantai selatan jabar jalannya sudah mulus dan lancar. Tantangan yang perlu dicoba. Malamnya saya coba cek jalur ini melalui aplikasik Google Maps dan Waze. Start dari Pati, lewat Semarang, trus ke Temanggung, trus ke Wonosobo, lanjut ke Banjarnegara, trus ke Banyumas, ‘mlipir’ ke Rowalo dan lanjut ke Pangandaran. Jalur ini saya sudah hafal di dalam kepala. Karena sering saya lewati sejak jaman kuliah dulu.

Nah. Jalur berikutnya adalah jalur baru. Saya coba beberapa kali dengan berbagai pilihan rute. Google Maps dan Waze seringkali menyarankan rute via Bandung. Tapi kami ingin lewat jalur pantai selatan. Ketemu juga rute dari Pangandaran ke Cianjur, puncak baru ke Bogor. Kepikiran juga untuk lewat Pelabuhan Ratu trus lanjut Sukabumi baru ke Bogor. Saya trauma dengan kemacetan Sukabumi – Bogor. Pilih rute yang pertama saja. Lumayan jauh juga, kurang lebih 700km. Lebih jauh duaratusan km dari jarak mudik yang biasa kami lalui. Tidak apa-apalah.

Karena rute ini seumur hidup baru pertama kali ini kami lewati. Saya coba atur ketika melewati jalur itu sebisanya ketika matahari masih terang benderang. Kalau malam lewat jalur itu tidak ada yang bisa dinikmati.

Berangkat …!!!!!

Senin pagi, tanggal 18 kami sudah bersiap2. Setelah menyelesaikan urusan thethek bengek, kira2 jam sebelas siang kami baru bisa berangkat. Jalan santai saja. Isi BBM full tank dan tancap gas.

Biasanya kami berhenti sholat di Masjid Demak. Tapi karena agak macet di ring road Demak, kami sholat di masjid pingir jalan saja. Lanjut ke Semarang. Jam setengah dua sudah sampai Bawen.

Makan Siang di Rawa Pening

Rawa Pening

Indahnya pemandangan sawah di Rawa Pening, Ambarawa.

Perut mulai keroncongan. Akuirnya kami pesan bebek goreng Pak Slamet. Tapi kami tidak makan di tempat. Kami makan siang di Rawa Pening. Makan sambil menikmati pemandangan gunung2 di seputaran Rawa Pening.

Saya jadi ingat kisahnya Baru Klinting, kisah asal muasal Rawa Pening. Kisah anak manusia yang berwujud naga. Kisah anak buruk rupa dan lidi yang tertancap ditanah. Salah satu gunung di sekeliling rawa ini terbentuk dari lidi yang tertancap itu.

Perut sudah kenyang, saatnya melanjutkan perjalanan. Jalanan naik gunung dan berkelok2. Mobil melaju lambat. Di Temanggung ternyata juga macet. Mlipir lewat pingiran kota pun jalanan ramai. Kira2 selepas magrib kami baru lolos dari Parakan.

Rawapening, Ambarawa, Jawa Tengah

Rawapening, Ambarawa, Jawa Tengah

Makan Malam di Tengah2 Dua Gunung

Di jalur ini ada rumah makan yang biasa kita singgahi; Warung Joglo. Lokasinya hampir tepat di tengah2 antara gunung Sumbing dan gunung Sindoro. Kalau siang pemandangannya bagus baget. Pertama kali makan di tempat ini sekitar 3 lebaran yang lalu. Kami makan sahur di sini. Sepi. Hanya kami saja tamu yang makan. Kini, warung joglo sudah ramai sekali. Kami berhenti untuk sholat dan makan.

Agak lama juga kami berhenti di warung joglo ini. Sempat ngobrol2 dengan anak kecil yang jadi tukang parkir. Anak desa sekitar. Namanya Agus dan baru kelas 4 SD.

Melanjutkan perjalanan lagi. Mobil melaju agak kencang karena jalanan relatif sepi. Banyak juga mobil2 Plat B, A dan F yang sudah mulai balik dari kampung menuju ke Barat.

Sampai di Klampok saya ambil jalan ke Banyumas. Mobil2 lain belok kanan menuju ke Purbalingga dan Purwokerto. Ada jalan pintas menuju ke Jawa Barat yang tidak melewati Purwokerto. Saya tahu jalur ini dari sopir travel. Jadi dari Klampok ke Banyumas dan lanjut ke Rowalo. Baru masuk Jabar ke Bajar. Jalanan bagus, karena jalur ini salah satu jalur alternatif utama.

Dari Rowalo kami menuju ke Pangandaran. Google Maps menujukkan jalan pintas yang belum saya kenal. Kami ikuti saja. Lewat jalan2 desa. Jalan kecil. Bukan hanya kami yang melewati jalan ini. Ada empat mobil plat Jabar yang konvoi bersama-sama. Lumayan ada teman. Maklum, jalanan sepi dan gelap. Jelek lagi jalannya.

Menikmati Sunrise di Pantai Pangandaran

Jalanan mulai bagus dan ramai setelah melewati pertigaan yang dari arah Banjar. Banyak motor2 yang menuju ke Pangandaran. Terus terang, baru pertama kali ini kami ke pantai Pangandaran.

Masuk gerbang pantai Pangandaran macet. Mobil2 dan motor ngantri beli tiket masuk. Untuk mobil, tiketnya Rp. 65rb. Mahal amir.

Saya tanya ke salah satu pedagang di warung tempat parkir, mana lokasi yang paling bagus untuk menikmati matahari terbit. Mereka menunjukkan lokasinya, yaitu Pantai Timur. Kami menuju ke sana dan parkir di salah satu sudut lapangan. Saya istirahat sambil menunggu masuk sholat subuh. Kami sholat di mushola samping pos Polisi Air.

Saya mencoba untuk istirahat dan tidur di mobil. Anak2 menikmati suasana pagi di pantai Pangandaran.

Menurut kami sih pantai Pangandaran kurang bagus. Terlalu ramai dan banyak sampahnya.

Jam tujuh lewat kami melanjutkan perjalanan.

Bodyrafting di Green Canyon

Royan jadi navigator, maklum saya belum tahu rute ini. Jalanan bagus dan sudah di beton. Di salah satu papan penunjuk jalan saya lihat ada tulisan Green Canyon, latar belakang coklat; tempat wisata. Saya minta Royan cek di internet tempat apa itu.

Foto2 dan informasi di internet bagus-bagus. Sepertinya lokasi yang wajib di kunjungi, apalagi rutenya dilewati. Berhentilah kami di Green Canyon, Cijulang.

Belum juga mobil di parkir, sudah ada orang yang menawari bodyrafting. Saya tidak tahu, jadi ikut saja dengan ‘calo’ marketing agen wisata itu. Kami diajak jalan ke atas dan berhenti di kantornya.

Ada lelaki muda yang menjelaskan paket2 wisata Green Canyong yang mereka tawarkan. Paket bidyrafting menyusuri Green Canyon selama 2-3 jam plus makan siang dan guide. Biayanya per 6 orang Rp. 1 jeti. Basah2an di air.

Kami lalu berdiskusi. Baju kami semua ada di koper dan diikat di rak atas mobil. Kalau basah2an berabe ambil baju gantinya. Akhirnya kami batal tidak body raffing dan ambil paket reguler naik perahu saja.

Kami parkir di lokasi parkir depan dramaga perahu wisata. Harga tiketnya terpampang jelas di baliho dan papan pengumuman. Satu perahu maksimal 6 orang biayanya Rp. 200rb. Lama perjalanan kurang lebih 1 jam. Kalau ada kelebihan waktu ada tambahan biaya.

Setelah membeli tiket, kami menuju ke dramaga perahu. Antrian kami nomor 48. Ada banyak perahu, tidak perlu antri lama. Langsung ada perahu yang siap kami naiki. Di perahu ada dua orang. Satu orang pemandu dan satu orang yang mengemudikan perahu.

Sepanjang perjalanan, si Pemandu ini banyak bercerita. Dia juga menawarkan untuk melihat2 lebih jauh masuk ke Green Canyon dengan tambahan biaya Rp. 100rb per setengah jam. Tapi kami harus basah2an. Di perahu sudah di sediakan baju pelampung.

Kami sempar ragu2 juga untuk basah2an lagi. Tapi, si pemandu gigih mengiming-imingi dengan pemandangan menawan di Green Canyon. Akhirnya, kami luluh juga. Apalagi banyak juga wisatawan lokal yang berenang ke bagian hulu sungai.

Green Canyong memang menawan. Rasnya tidak rugi tambah biaya untuk menikmati keindahan green canyon ini.

Liburan mendatang kami ingin mencoba paket 4 jam menyusuri Green Canyon. Wajib dicoba.

Menyusuri Pantai Selatan Jawa Barat

Badan masih terasa capek setelah berenang di sungai Cijulang. Tapi, perjalanan tetap harus dilanjutkan.

Arroyan jadi navigator lagi. Kami menuju ke Barat. Jalanan bagus. Sebagian aspal hotmix dan sebagian beton. Kondisi jalanan bagus seperti promosi Pak Gubernur Aher.

Setelah melewati Bandara kecilnya Bu Susi. Kami mulai menyusuri pantai. Jalan raya memang dekat dengan bibir pantai. Ombak laut selatan terlihat jelas dari mobil. Hari masih siang dan terik, membuat pemandangan pantai menjadi lebih menawan. Di salah satu pantai kami menepi, memarkirkan mobil kami di salah satu warung kecil di pingir pantai.

Pantainya masih sepi, tidak banyak pengunjung yang datang. Hanya beberapa mobil pemudik yang berhenti di pantai ini. Warung-warungnya juga masih sedikit.

Untungnya, kondisi ini membuat pantai selatan ini lebih bersih. Tidak banyak sampah yang terlihat. Kami pun berhenti dan mendekat ke bibir pantai. Ombak laut selatan yang besar menghempas ke pantai. Lautnya ‘ganas’, sangat berbahaya dan tidak memungkinkan untuk berenang di pantai ini. Anak-anak; Royan, Abim dan Yusuf pun bermain-main di pinggir pantai. Mereka bermain cukup lama. Baju yang baru saja kering dari sungai Cijulang, kini basah lagi. Malah sekarang basah dengan air asin. Yusuf basah kuyup dan celananya penuh pasir.

Meskipun anak-anak masih senang bermain-main di pantai, kami tetap harus melanjutkan perjalanan. Sudah lebih dari 24 jam perjalanna kami. Saya pun mulai terasa lelah dan ingin cepat-cepat sampai rumah. Akhirnya, kami pun melanjutkan perjalanan menyusuri pingir pantai ini.

Dalam perjalanan ini, banyak pantai-pantai yang menjadi lokasi wisata. Banyak orang yang menikmati liburan di pantai-pantai ini. Ada pantai yang pasirnya putih, ada pantai yang karang-nya terjal-terjal, ada pantai yang cukup tinggi sehingga pemandangan lautnya tampah lebih menawan. Sebenarnya kami ingin berhenti menikmati pantai-pantai ini, tapi kami sudah cukup lelah dan ingin cepat-cepat sampai.

Jalanan di sepanjang pantai ini bagus, sebagian besar sudah dibeton. Tapi di beberapa tempat masih ada jembatan-jembatan yang hanya cukup dilalui satu mobil. Kalau tidak salah ada dua atau tiga jembatan seperti ini. Posisinya sangat dekat dengan pantai. Ada juga jembatan-jembatan yang cukup panjang dan lebar. Banyak motor-motor dan muda-mudi yang berhenti di pingir jembatan untuk menikmati pemandangan laut selatan.

Pingir pantai selatan Jawa Barat belum terkenal sebagai lokasi tujuan wisata. Terlihat dari fasilitas wisatawan yang masih minim. Belum ada penginapan di sekitar sini. Warung-warung pun masih sederhana. Padahal pantainya menawan, tidak kalah dengan Pangandaran dan Pelabuhan Ratu.

Mengisi Bahan Bakar

Jalur pantai selatan masih sepi. Tidak banyak POM Bensin atau SPBU di jalur ini. Sebagian besar SPBU ada di ibukota kecamatan atau beberapa tempat yang cukup ramai. Jadi, saran saya kalau melalui jalur selatan ini upayakan full tank dan cukup untuk sekitar 400-500 km. Kalau isi tanki bansin sudah separo dan ketemu dengan SPBU, sebaiknya isi lagi sampai full. Jaga-jaga daripada kehabisan bensin di jalan malah berabe jadinya.

Perjalanan dengan Sisa-sisa Tenaga

Rute ini lebih jauh sekitar 200 km dari rute yang biasa saya lalui. Kami pun sudah di jalan lebih dari 30 jam. Lelah dan capek mulai terasa. Saya bawa mobil sendiri, Royan memang sudah bisa bawa mobil, tetapi saya belum berani memberi kepercayaan pada dia untuk membawa mobil di jalur yang masih ‘asing’ ini. Untungnya kondisi jalan bagus dan tidak ramai. Jadi mobil bisa melaju dengan santai dan lancar. Kecepatan mobil bisa mencapai >100 km/jam dalam kondisi sepi. Kalau ramai bisa 40-60 km/jam.

Rintangan di jalan yang menurut saya agak mengganggu adalah motor-motor yang berseliweran. Saya lihat banyak juga konvoi motor dengan jumlah 5 sampai puluhan motor. Rombongan motor biasanya lebih tertib, karena ada pemimpin dan pemandu jalannya. Yang biasa menjadi masalah adalah para pengendara motor lokal. Mereka ibaratnya ‘Rosi’ kampung. Naik motor nggak pakai helm, boncengan dan ngebut seperti di lintasan balap. Parah. Kalau ketemu dengan rombongan motor seperti ini, mendingan mengalah saja, Sing waras Ngalah…..!!!!

Perut keroncongan. Kami terpaksa makan siang di warung kecil setelah melewati kebun karet-nya PTPN VIII. Mengisi perut sambil istirahat. Selepas sholat asar baru kami berangkat lagi melanjutnya menyusuri pingiran pantai.

Kalau tidak salah ingat, sampai di suatu tempat/desa atau kecamatan yang namanya Cidaun, baru ada aba-aba belok kanan dari Google Maps. Di perempatan jalan ada penunjuk arah ke Pelabuhan Ratu ke kiri. Tadinya saya mau ambil jelan ke pelabuhan ratu dan lanjut ke Sukabumi. Terlalu jauh pikir saya. Saya sudah pernah lewat jalan ini. Kondisi jalan cukup bagus, tapi saya trauma dengan kemacetan Sukabumi-Bogor. Saya pikir kalau lewat Cianjur akan lebih lancar.

Kami berhenti istirahat di sebuah SPBU. Isi tanki full tank dan menunggu sholat magrib. Selesai menunaikan kewajiban dan baca-baca dzikir sore. Lanjut lagi perjalannannya.

Berbeloklah kami ke kanan ke arah Cianjur. Awalnya, saya ragu-ragu.
“Bener nih jalannya, Mas Royan?”
“Kok kecil dan sepi begini?”

“Bener….!!! Nih lihat di Maps!”

Kondisi jalanan berubah drastis. Jalanan menanjak ke arah gunung. Jalanan kecil dan berkelok-kelok. Apalagi matahari sudah tidak kelihatan dan tidak ada lampu penerangan jalan. Setelah melewati perkampungan, jalanan lanjut ke hutan. Pohon kanan kiri besar-besar dan ada jurang-nya. Kelokannya tajam-tajam lagi. Saya jadi ingat waktu melalui jalan Deandles, setelah melewati Gombong, jalanan berubah terjal dan lewat hutan.

Jalanan sepi. Saya hanya bertemu dengan truk dan bak terbuka. Hanya satu dua mobil pribadi yang saya salip di jalanan. Saya tanya lagi ke Royan, “Berapa jauh sampai ke Cipanas?”

“136 km lagi…!”

Walah… jauh juga. Dengan kondisi jalan seperti ini, paling 4 jam lagi baru masuk ke Cianjur.

Tengah malam, kami masih di jalanan berhutan. Mata sudah mulai mengantuk. Minuman air mineral ber-oksigen yang saya minum tidak mampu lagi menahan rasa kantuk ini. Akhirnya, di Cibeber saya berhenti di sebuah SPBU. SPBU-nya sepi. Saya parkir di dekat kantornya yang ada WC-nya.

Anak-anak sudah tidur sejak dalam perjalanan tadi. Mereka tetap tidur bahkan tidak sadar kalau mobilnya berhenti. Saya coba memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan mencoba untuk terlelap walau sejenak.

Sejam atau dua jam saya istirahat. Lanjut perjalanan lagi. Oh…ya. Isi full tank dulu.

Macet di Jalur Puncak

Cianjur masuk ke kota, trus lanjut ke arah Cipanas. Jalanan mulai ramai dan tersendat. Masih jauh dari istana Cipanas jalanan semakin tersendat. Akhirnya macet-cet…

Astagfirullah.

Mau bagaimana lagi. Tidak ada pilihan.

Saya lupa kalau di puncak pas ada beberapa tempat yang longsor. Mobil besar, bus dan truk, tidak boleh lewat jalur ini. Saya lihat di peta, kemacetannya 36km dan waktu tempunya diperkirakan lebih dari satu jam.

Mobil-mobil berjalan merayap. Sesekali berhenti sesaat baru jalan lagi.

Titik kemacetannya ada di puncak pas, bagian yang longsor itu dan di Masjid Ta’awun, karena banyak mobil yang berhenti di sini.

Rasa ngantuk mulai menyerang lagi. Saya harus istirahat lagi nih.

Setelah melewati gerbang Gunung Mas dan pintu masuk taman Safari, saya minggir di sebuah SPBU. Istirahat lagi. Parkiran SPBU penuh.

Menjelang subuh saya sholat di SPBU ini.

Sudah dekat dengan rumah, tinggal beberapa km lagi. Mesti mata masih agak mengantuk, saya lanjutkan perjalanan.

Tidak beberapa lama jalanan mulai lancar dan masuk ke tol. Alhamdulillah. Perjalanan lancar jaya sampai ke Ciomas.

Mobil masuk garasi kurang lebih pukul setengah enam pagi.

Saya langsung mandi air hangat. Maklum, badan rasanya masih gatal-gatal kene air di Cijulan dan air asin pantai.

TEPAR……

Catatan Mudik 1435H (2014) Bagian 2

Menurut kabar di media massa, lalu-lintas mudik tahun ini yang paling parah dibandikan tahun-tahun sebelumnya. Ketika berangkat saya mesti menempuh perjalanan hingga 30 jam, dua kali lipat lebih daripada hari-hari biasa. (Baca di : Cataran Mudik Bagian Pertama).

Minggu, 27 Juli 2014
Dini hari
Saya capek luar biasa. Begitu sampai kami langsung sahur. Setelah sholat subuh saya langsung tidur. Badan capek luar biasa. Praktis saya dua hari tidak tidur.

Minggu malam
Saya panggil tukang pijet langganan saya untuk datang ke rumah. Habis sholat isya’ dia baru datang. Namanya Gatot, tetangga kampung sebelah. Dia seumuran dengan adikku. Dulu neneknya yang jadi tukang pijat. Namanya Mbah Gito. Keahlian memijat ini menurun dari neneknya.

Gatot kalau mijitin lama, bisa satu jam lebih. Bahkan kadang-kadang saya tertidur waktu dipijit. Pijitannya sakit, tapi nyaman setelahnya.

Senin, 28 Juli 2014
Kami sholat Ied di Masjid Agung Magelang. Jamaah kali ini sangat ramai, lebih ramai dari tahun lalu. Jamaahnya sampai meluber ke alun-alun. Kami kebagian sholat di alun2.

Selesai sholat, seperti biasa kami silaturahim. Pertama, tentunya sungkem ke Emak. Lalu dengan keluarga sendiri.

Di kampungku punya tradisi salam-salaman dengan orang sekampung. Orang2 berdiri di pinggir jalan utama. Kemudian dari ujung kampung tempel sari berjalan memutar dan berujung di masjid As Sofyan. Selesai silaturahim dengan orang sekampung lalu kami pergi ke rumah Simbah dan beberapa famili di desa.

Sore baru pulang ke rumah dan langsung ‘tepar’ lagi. Pinginnya malam ini langsung berangkat ke Eyang Pati alias Nano. Tapi badan sepertinya belum mau diajak pergi. Insya Allah besok baru berangkat.

Selasa, 29 Juli 2014
Selasa pagi kami sudah siap2 berangkat ke Pati. Rencananya kamk mau berangkat lewat Jogja sambil pingin silaturahim ke beberapa sahabat dan kerabat.

Kami pingin mampir ke rumah P Muslikhin dan Bu Ria, terus klo bisa ke Bu Siti sekalian. Sudah lama kami juga tidak mampir ke P Hartono, Bapak kos saya dulu. Lanjut klo sempat juga mampir ke Kang Cessi. Dari status di FB sepertinya beliau sedang balik ke kampung Macanan. Tidak lupa juga mampir ke Piyungan, ke tempat saudara jauh kami.

Tapi ternyata semua berjalan di luar rencana. Konon kabarnya jalan2 Jogja-Solo macet. Jalan di jogja memang biasanya macet kalau lebaran. Akhirnya kami merubah rencana dan langsung belok via Selo-Boyolali. Jalur ini sering kami lewati. Jalur yang melewati tengah2 dua gunung; Gunung Merapi dan gunung Merbabu. Jalannya memang berkelak-kelok, tapi pemandangannya asik.

Sampai di Boyolali, ambil kanan menuju Solo. Kira2 15 km sebelum pertigaan Kartosuro Waze

Kuliner Lebaran: Masakan Emak yang Ngangeni

kupat

Kupat, menu spesial di hari yang fitir


Catatan kuliner: KULINER


Mudik merupakan agenda tahunan yang selalu kami tunggu. Perjuangan melawan macet terbayarkan setelah sampai ke rumah dan ‘sungkem’ dengan Emak tercinta. Rasa penat seakan sirna setelah makan masakan-masakan Emak.

Di keluargaku Emak memang terkenal jago masak. Masakannya sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi banyak yang suka dengan masakan Emak. Ada beberapa masakan Emak yang sudah ‘langka’, karena jarang dimasak oleh orang lain dan Emak biasanya hanya memasaknya di hari-hari lebaran atau hari khusus lainnya.
Saya ingin melestarikan masakan Emak ini. Berikut ini beberapa masakan Emak yang sudah ‘langka’ itu.

SRUNDENG DAGING SAPI

srundeng daging sapi, kuliner lebaran

Srundeng Daging Sapi buatan Emak

Srundeng daging sapi adalah kuliner daging sapi yang dimasak dengan kelapa dan gula. Memasaknya sangat lama. Pertama, daging dimasak hingga empuk. Proses ini perlu waktu beberapa jam. Memasaknya dengan menggunakan tungku arang. Setelah itu baru dimasukkan parutan kelapa dan bumbu-bumbu lainnya. Di masak terus sampai matang dan sampai warna parutan kelapa jadi merah coklat. Masakan ini awet lama sampai beberapa hari meski pun tidak dipanaskan. Karena proses memasaknya yang lama dan melelahkan, SRUNDENG DAGING SAPI hanya dibuat di waktu-waktu special saja.

Srundeng daging sapi bisa dimakan dengan makanan apa saja. Kami biasa memakannya dengan kupat. Rasanya manis gurih. Pokokknya membuat air liur selalu menetes.

kuliner lebaran di kampung

Kuliner andalan di waktu lebaran buatan Emak

TERIK DAGING SAPI

Masakan ini sudah lama sekali tidak dimasak oleh Emak. Sampai saya lupa kapan terakhir Emak membuatnya. Bahan utamanya tetap daging sapi, tetapi dengan bumbu terik. Prosesnya hampir sama seperti membuat srundeng. Pertama daging sapi di masak hingga lunak. Kemudian diberi bumbu terik. Masaknya juga lama. Cita rasa Terik Daging Sapi sangat gurih. Apalagi kalau sudah dipanaskan berkali-kali. Nikmat sekali.

Terik Daging Sapi tidak seawet srundeng. Jadi mesti dipanaskan setiap hari. Namun, semakin lama dipanaskan akan semakin merasuk bumbunya.

Terik daging sapi enak dimakan dengan menggunakan kupat atau nasi.

Continue reading

My Notes on Homecoming 1435H (2014) Part 1

Rute mudik dengan Google MapsPlan routes going home and the back and forth that we’ve been through this in 2014. [/ caption]


Introduction

Indonesian people have a unique culture when Idhul Fitr, namely: ‘MUDIK’ it is mean ‘going home’ or back hometown. People who migrate and work in big cities, such as Jakarta, Bandung, Surabaya, and Semarang, will go back to their respective hometown. Initially, this was only done by the Javanese peoples, but then also carried by almost all workers in big cities throughout Indonesia. ‘Homecoming’ is a national celebration of the Indonesian people. All government officers; police, military, road workers, are busy preparing for this big event. Train tickets, plane, and bus are sold out. People are also uses a motor to do homecoming. Tens of thousands motorcycles are cornucopia to the road. It is also thousand of private cars.
Despite all been prepared, there is always a problem with the infrastructure for ‘homecoming’ or ‘mudik’. This year is worse than previous years. In Pantura (road at north site of java island), bridges of Comal sinkhole and could not pass by a big vehicle. This damage causes severe traffic jam in Pantura. Vehicle shifted into the middle traffic lane and the south traffic lane. Worse yet, in Tasik-Ciamis is also a bridge that collapsed. Severe traffic jam occurs in this traffic lane. Addional problem in the traffic lane of Banjar-Purwokerto that there was another landslide. A complete homecoming problems at this year.
The following notes is a note of my journey during homecoming to my hometown; Magelang and Pati at Central Java.


Friday, July 25th

Last day work. My quota of day leave is out, so I must stay logged in until Friday, the last day before leave together. Some of my friends have taken the day off today and the day before they were going home. They avoid traffic jam on the road, because, according to government estimates of peak congestion homecoming is this Friday. I have no choice, there is a traffic jam or not, I must going home, which is important to get home and ‘sungkem’ with Mother in the village.
Continue reading

Catatan Mudik 1435H (2014) Bagian 1

Rute mudik dengan Google Maps

Rencana rute mudik dan rute mudik yang kami lalui di tahun 2014 ini.

Jum’at, Tgl 25 Juli

Hari terakhir masuk kerja. Cutiku habis, jadi aku tetap masuk sampai hari jumat, hari terakhir sebelum cuti bersama. Teman-temanku sudah banyak yang ambil cuti hari ini dan mudik sehari sebelumnya. Mereka menghindari macet di jalan, perkiraan pemerintah puncak kemacetan mudik adalah hari jumat ini.Aku tidak punya pilihan, macet tidak macet yang penting bisa sampai rumah dan ‘sungkem’ dengan Emak di kampung.

Awalnya kami agak ragu2 untuk mudik, karena baru awal puasa lalu kami ‘boyongan’ ke Bogor. Uang tabunganku sudah kesedot, cadangan dana kami menipis. Rizqi yang kuharapkan akan datang ternyata tidak kunjung ada. Tapi, sungkem ke orang tua di hari raya lebaran adalah tradisi sakral bagi kami. Apalagi momen2 bertemu dengan sanak famili yang hanya setahun sekali, tidak mungkin kami lewatkan. Apa pun tantangan dan kendalanya kami harus mudik.

17.30

Beberapa hari ini saya selalu pantau berita mudik di televisi, radio, dan Twitter. Jalur pantura macet parah karena amblesnya jembatan kali Comal. Bis dan kendaraan besar dialihkan ke jalur tengah dan selatan.  Saya pun membuat rute rencana mudik. Pilihannya adalah via jalur tengah. Meski jalannya relatif sempit, berkelok-kelok, tapi kemungkinan tidak semacet jalur pantura dan selatan. Tapi, rute mana yang akan kami lalui tetap menunggu berita di radio/internet.

Saya menunggu Nendyo, temanku yg baru saja jadi peneliti dan kerja di Parung Kuda. Selepas magrib dia datang.  Rencananya selepas isya kami baru berangkat. Semua koper sudah masuk ke mobil. Bekal sudah dibeli. HP sudah dicharge penuh. Power bank sudah penuh. Siap berangkat.

20:15

Pukul 20 lebih kami berangkat. Royan duduk di depan jadi navigatorku. Ummi dan Yusuf di tengah. Abim dan Nendyo di belakang.

Radio Elshinta kami pantau. GPS saya hidupkan dan Waze kami siapkan. Saya sudah membeli holder HP untuk menaruh HP saya agar lebih mudah melihat Waze.

Awalnya kami mau lewat puncak, namun kami batalkan dan memilih via tol cikampek setelah mendengar Elshinta memantau Cikampek ramai lancar. Saya cek di Waze juga masih lancar2 saja.

Masuk tol Jagorawi radio menyampaikan kalau tol cikampek mulai tersendat. Mungkin banyak berangkat juga selepas isya’, sama seperti kami. Saya pantau di Waze tol cikunir juga mulai tersendat. warnanya masih kuning. Tidak ada pilihan lain. Jalan tercepat ya lewat tol cikunir.

Benar. Masuk tol cikunir mobil2 terlihat mengular. Kecepatan cuma 30km/jam. Waze melaporkan ada kecelakaan ringan di depan. Ampun deh….pantesan tambah macet.

21:30

Kami masuk ke tol cikampek. Jalan masih pelan2. Padat merayap. Kami pantau terus radio Elshinta dan Twitter. Simpang Jomin macet total. Jalur alternatif via Kalimalang terus Kerawang dan masuk jalur Pantura. Tapi pantura mulai macet juga. Pilihannya via jalur tengah atau selatan via Bandung. Jalur itu dilaporkan lancar dan hanya tersendat di pintu tol cileunyi. Nagrek masih ramaj lancar.

22:30

Keluar dari tol cikampek dan masuk tol cileunyi. Lalu lintas ramai lancar. Sedikit terhambat di Sadang, tetapi setelah itu lancar jaya. Saya meluncur dengan kecepatan di atas 80 km/jam.

23:45

Sudah dekat Bandung dan menuju ujung Tol. Jalan mulai tersendat, cenderung macet.

24:15

Macet parah di pintu keluar tol. Mobil merayap lambat. semua jalur penuh.

Continue reading

Tips Android: Kiat Mudik Menggunakan Aplikasi GPS Waze dan Google Maps

Google Maps Android

Rencana rute mudik dengan Google Maps

Smarphone Android bisa membantu Anda untuk menghindari kemacetan selama mudik lebaran ini. Ada beberapa aplikasi GPS yang bisa digunakan, yaitu: Waze dan Google Maps.
Kedua aplikasi ini bisa digunakan sebagai pemandu jalan ketika mudik. Kedua aplikasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing (baca di sini: Google Maps dan Waze). Salah satu keunggulan Waze adalah seperti aplikasi SocMed, namun lebih focus pada GPS. Waze bisa melaporkan kondisi terkini di jalan dan pengguna bisa saling berhubungan dan berkomunikasi satu sama lain.
Berikut ini sedikit tip mudik dengan menggakan aplikasi GPS di smarphone Android.

SAMSUNG Galaxy Note 3 Neo [N750] - White

Beli Smartphone Android Samsung Baru di Bhineka.com

A. Buat perencanaan route untuk mudik

Sebaiknya Anda pantau berita di televisi, radio, atau di Twitter. Untuk Twitter saya sering memantau kicauan dari @radioelshinta atau @infomudikllaj atau @lewatmana atau @NTMCLantasPolri. Kemudian buat rencana rute perjalanan Anda. Untuk membuat rute ini bisa menggunakan Google Maps via PC. Tandai jalan-jalan yang berpotensi macet dan temukan jalur alternative terdekat. Sebaiknya Anda melakukan ‘review’ jalur-jalur alternative ini dan buat scenario jika Anda terjebak kemacetan di daerah itu.

Akan lebih baik lagi jika Anda bisa mendapatkan peta mudik yang biasanya dibagikan oleh petugas di jalan. Peta ini akan sangat membantu ketika Anda mengalami kemacetan dan bisa memilih jalur alternatif terdekat.

B. Siapakan Kendaraan Anda

Siapkan kendaraan Anda sebelum melakukan perjalanan. Cek ke bengkel langganan Anda. Pastikan bahwa kendaraan Anda siap untuk di bawa mudik.

C. Siapkan HP Android Anda

Persiapakan HP Android Anda sebelum mudik.

1.Pakai HP Holder untuk mobil. Holder ini sebagai tempat meletakkan HP. Holder bisa dipasang di kaca depan mobil sehingga memudahkan pengemudi untuk melihat peta di layar smartphone Android.
2.Charge HP Anda sebelum berangkat. Siapakan juga power bank dan jangan lupa juga di-charge penuh.
3.Isi pulsa HP Anda dan juga pulsa internet. Aplikasi GPS Waze memerlukan koneksi internet.
4. Jangan lupa juga kabel charger untuk mobil. Jika suatu saat HP anda low bat bisa dicharge dengan colokan di mobil.

D. Pada Saat di perjalanan

1. Sebelum berangkat coba tanyakana kondisi jalan via Twitter ke akun twitter @radioelshinta atau @lewatmana tentang kondisi jalan yang akan dilalui. Jika masih lancar kira-kira dalam beberapa jam ke depan Anda bisa melalui jalur itu. Tetapi jika macet, cari alternatif yang paling lancar. Meskipun kemungkinan semua jalur macet.

2. Melalui Waze Anda juga bisa menanyakan kondisi jalur ke pengguna Waze yang sedang melaui jalur itu. Caranya, coba cek jalur yang akan Anda lalui. Jika ada pengguna Waze akan terlihat di layar. Sentuk icon pengguna itu dan lalukan chatting. Jika pengguna itu sedang tidak mengemudi, mungkin dia akan memberitahu kondisi jalan saat ini.

3.Sebaiknya anda meminta bantuan salah satu penumpang/keluarga sebagai navigator. Dia yang bertugas mengawasi peta di Waze dan memantau kondisi jalannya.

4. Jika Anda terjebak macet, minta tolong navigator Anda untuk mencari jalur alternatif di Waze.

5. Pelajari jalur alternatif ini dan jika tidak macet, pindah rute ke jalur alternatif ini.

6. Selama dalam perjalanan sebaiknya dengarkan siaran radio Elshinta atau stasion radio lain yang menyiarkan kondisi lalu lintar di jalur mudik.

Selamat mudik. Mohon Maaf Lahir dan Batin.