Category Archives: PROMI

Bercocok Tanam di Teras Rumah (part 2)

image

Ini melanjutkan lagi posting sebelumnya tentang bercocok tanam di teras rumah. Awalnya cuma iseng-iseng saja, ternyata asik juga. Teras rumah yang cuma seuprit bisa untuk menanam sayur2an. Cara penanamannya organik dan tidak menggunakan pupuk kimia atau obat2a kimia. Jadi lebih sehat dan lebih aman. Istilah kerennya sekarang adalah urban organic farming.

Benih & Bibit Tanaman

Saya akan cerita mulai dari awal, benih tanaman sayur-sayuran. Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya mudik ke kampung halaman di Magelang. Di kampung benih lokal tanaman sayuran harganya murah. Saya beli beberapa macam benih. Terutama benih-benih yang cocok di dataran rendah. Saya membeli banyak benih tanaman, seperti: bayam cabut, kangkung cabut, tomat, cabai rawit hijau, cabai rawit merah, terong unggu, terong lalap, kacang panjang, sawi hijau dan kobis (kol). Belinya cuma sekantong kecil saja. Jumlah itu sudah lebih dari cukup untuk menanam di halaman rumah.

image

Kangkung Cabut

Continue reading

Jagung yang Dipupuk dengan Pupuk Kompos Promi Produksinya 12.5 ton/ha

Saya mendapatkan kiriman foto via Facebook dari teman yang menanam jagung di Tulungagung Jatim, Pak Agung Widiyanto. Dia mengirimkan foto2 tanaman jagungnya yang diberi pupuk dasar Promi. Batang jagungnya tumbuh besar dan jagungnya besar2. Berikut ini foto2 yang beliau kirimkan.

Info lain tentang Promi silahkan klik: Promi.
Info tentang Kompos Promi dan aplikasi ke jagung silahkan hubungi: Bp. Agung Widiyanto 081335581892

image

Foto batang jagung yang terlihat besar dan sehat.

image

Link komentar asli https://m.facebook.com/photo.php?fbid=878081758882151&id=100000410048681&set=p.878081758882151&source=47&ref=m_notif&notif_t=share_comment

Foto jagung sebeum panen.

Kompos Promi

Kompos Super Aktif yang dibuat dengan bioaktivator PROMI

aplikasi kompos Promi pada Jagung 14 HST

Tanaman jagung umur 14 HST yang hanya diberi kompos Promi

Catatan buku: Prinsip dan Teknologi Pertanian Organik, Prof. Agus Kardinan (editor)

Buku pertanian organik

Prinsip dan Teknologi Pertanian organik

Saya mendapatkan buku menarik tentang pertanian organik yang berjudul “Prinsip dan Teknologi Pertanian Organik” terbitan Badan Litbang Pertanian. Editor buku ini adalah Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, salah satu ahli pertanian organik dari Badan Litbang Pertanian. Bukunya cukup tebal, ukurannya A4. Menarik, kesan saya pertama kali mendapatkan buku ini.

Buku ini adalah kumpulan tulisan dari beberapa orang, terutama dari peneliti di Badang Litbang Pertanian. Artinya kredibilitas dari penulis maupun isinya bisa ‘dipegang’. Isinya cukup lengkap, mulai dari kebijakan pertanian organik di Indoneisa, prospeknya, prinsip pertanian organik yang ada di kepmentan, teknologi pestisida babati, pestisida hayati, cara praktis pembuatan pestisida nabati, aplikasi teknologi nano, dan juga kisah sukses pertanian organik. Menurut saya isi dan informasinya bagus dan bermanfaat. Namun, sayangnya buku ini lebih mirip monograph atau prosiding seminar. Kumpulan makalah yang ditumpuk dan di jilid.

Penulisannya juga bergaya tulisan ilmiah. Misalnya, bagian depan ada ringkasan eksekutif. Lalau di artikel-artikelnya ada abstrak, pendahuluan, dan ditutup dengan penutup dan daftar pusataka. Karena pada dasarnya adalah makalah terpisah terasa ada loncatan ide maupun gaya penulisan. Ada sebagian materi yang terasa diulang-ulang. Untuk pembaca awam atau praktisi pertanian organik, bahkan petani membaca buku ini terasa seperti makan roti afgan yang besar dan keras. Rotinya memang bergizi, tapi ngigitnya susah, apalagi mengunyah dan menelannya.

hormon tanaman giberelin auksin sitokininSaya juga agak sanksi dengan proses cetaknya. Sepertinya buku ini tidak dicetak tapi diprint dan langsung di jilid jadi buku. Saya khawatir kalau ketumpahan minuman atau kena air tulisannya bisa luntur. Sayang sekali.

Andaikan buku ini ditulis lebih populer, istilah-istilah teknis dan akademis dikurangi, lalu gaya bahasanya juga dibuat lebih santai, mungkin buku ini akan jadi seperti criping yang renyah dan membuat ketagihan.

Apa pun itu. Kalau Anda hobi pertanian organik, praktisi pertanian organik, atau pun pengamat saja, saya sarankan untuk memiliki buku ini.

Baca ulasan tentang beberapa buku di Catatan Buku

Kembali ke Sawah Lagi

hormon tanaman giberelin auksin sitokininBeberapa tahun yang lalu saya aktif di ‘sawah’ melalui program Primatani Badan Litbang Deptan. Di sinilah saya banyak belajar bertani ke Pak Haji Zaka. Sayang belum tuntas saya belajar keburu harus pindah aktivitas. Kini saya punya kesempatan kembali ke sawah lagi. Saatnya belajar lagi.

Catatan belajar bertani itu saya kumpulkan dalam buku Budidaya Padi Sehat. Saya ingin melengkapi dan menyempurnakan isi buku itu. Saya berharap bisa mempraktekkanya langsung dan membuktikannya sendiri sebelum saya tuliskan dalam buku kecil itu.

Budi Daya Padi SehatBeberapa aspek yang belum tertulis secara jelas di buku itu adalah masalah HPT (hama dan penyakit tanaman). Saya cuma membahasnya secara singkat. Juga masalah pembibitan maupun paska panennya. Di dalam blog ini banyak resep MOL dan pestisida nabati. Artikel tentang itu akan saya masukkan. Kemudian tentang pemupukan, saya perlu masukkan pemupukan dengan menggunakan bagan warna daun. Tujuannya agar pemupukan lebih efisien.

Kalau saya punya kesempatan juga, saya ingin mempraktekkan pertanian yang full organik.

Insya Allah.

Panduan Aplikasi Biang POC untuk Padi Sawah

Cara Pembuatan MOL Keong Emas

Aplikasi Promi Langsung Di Sawah

CARA MEMBUAT KOMPOS DAN PUPUK DARI KOTORAN SAPI DENGAN PROMI

Dokumen yang bisa didownload dari Scribd ini adalah petunjuk cara pembuatan kompos dan pupuk organik dari kotoran sapi (kohe) dengan menggunakan Promi. Cara pembuatan dan alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana dan mudah dilakukan. Prosedur pembuatan pupuk kompos ini bisa dilakukan untuk skala kecil, kelompok tani maupun peternakan besar dengan penyesuaian-penyesuaian sepertlunya. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat kompos dari kohe sapi kurang lebih tiga minggu (jika kotoran sapinya masih segar). Jika kotoran sapinya sudah agak lapuk, lama waktu pembuatan kompos cukup dua minggu saja.

Informasi lebih lanjut tentang Promi bisa dilihat di link berikut ini: PROMI.

Cara sederhana untuk menguji mikroorganisme lokal (MOL), pupuk organik cair (POC), dan pupuk organik padat/granul (POG).

Buku Pupuk Organik GranulPetani, kelompok tani (POKTAN), atau gebungan kelompok tani (Gapoktan) bisa membuat sendiri mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan sebagai pupuk organik cair (POC) atau pupuk organik granul (POG) atau padat yang dibuat dari kompos jerami, kotoran ternak, seresah daun, dll. (Info lebih lengkap klik di sini: Kumpulan Resep MOL, kompos jerami, Promi, membuat POG, biang POC). Kalau petani bisa membuat sebagian pupuknya sendiri, petani tidak akan terlalu tergantung pada pupuk kimia/anorganik. Berikut adalah cara sederhana untuk menguji kualitas MOL, POC, atau POG yang dibuat petani. Cara ini bisa dilakukan oleh petani sendiri melalui pengamatan visual tanpa perlu analisa laboratorium yang rumit dan mahal. Paling tidak dengan uji sederhana ini, petani bisa mengetahui kualitas pupuk/mol yang dihasilkan sebelum diaplikasikan secara luas di lahannya atau anggota kelompok tani.


Catatan:
1. Cara pengujian POG ini adalah cara sederhana untuk petani dan bukan untuk tujuan ilmiah.
2. Cara pengujian POGini bukan cara baku, jadi bisa dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di sekitar petani.
3. Cara pengujian POG ini adalah pengujian skala kecil dengan menggunakan pot atau polybag.
4. Keberhasilan uji ini tergantung sepenuhnya pada penguji.
5. Saya tidak bertanggung jawab terhadap setiap kegagalan akibat menggunakan cara uji ini.


Pemilihan Tanah

Continue reading

Mengkritisi Standard Mutu Pupuk Organik Cair (POC) pada Permentan No.: 70 Tahun 2011

Departemen Pertanian RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri terbaru untuk pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah. Permentan ini merupakan pembaharuan peraturan dari permentan sebelumnya. Lampiran permentan ini menyebutkan persyaratan teknik dari pupuk organik padat, cair, dan pembenah tanah. Jika dicermati lebih dalam ada yang menarik untuk dikritisi dari lampiran permentan ini.

Saya mengapresiasi Deptan untuk mengeluarkan permenta ini, karena dengan adanya permentan ini akan menjadi acuan bagi produsen pupuk organik/hayati/pembenah tanah dan melindungi petani dari produk-produk yang berkualitas rendah. Namun, angka-angkanya, menurut saya, agak tidak masuk akal, khususnya untuk pupuk organik cair (POC).

Misalnya, di permentan itu disyaratkan bahwa kandungan c-organik minimal 6%. Setahu saya POC dibuat dari fermentasi bahan-bahan organik atau ekstrasi bahan organik kemudian baru difermentasi. Banyak contohnya, seperti: fermentasi urin sapi, urin kelinci, urin manusia, fermentasi limbah cair bioetanol, limbah cair agroindustri, atau ekstrak dari berbagai macam bahan organik. Sepanjang pengetahuan saya, kandungan bahan organik di bahan-bahan organik itu sangat-sangat rendah. Vinase (limbah cair bioetanol) memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Begitu juga urin binatang atau urin manusia, kandungan c-organiknya juga rendah. Kandungannya sekitar <3%. Pengalaman petani/produsen membuktikan bahwa POC yang dibuat dari fermentasi urin atau ekstrak bahan organik terbukti bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas tanaman. Meski kandungan c-organiknya rendah.

Saya sama sekali tidak tahu apa yang menjadi dasar para ahli penyusun Permentan ini dalam menetapkan angka 6%. Mungkin ada pembaca atau mungkin juga pembuat kebijakan ini bisa menjawab masalah ini. Mungkin juga deptan atau ahli pupuk yang lain sudah melakukan survei/penelitian terkait dengan angka 6% ini. Sayangnya belum saya dapatkan papernya.

Problemnya adalah, karena ada baku mutu ini, produsen POC mau tidak mau harus meningkatkan kandunga c-organiknya. Entah dengan cara bagaimana, yang penting c-organiknya bisa memenuhi spesifikasi deptan. Menyesuaikan spek berarti menambah bahan. Menambah bahan berarti menambah cost. Menambah cost berarti meningkatkan harga. …???????

Berikutnya adalah tentang kandungan unsur hara makro, yaitu: N, P, dan K. Di situ tertulis 3-6 %. Permentan yang lama, kalau tidak salah kandungan N, P, dan K adalah 5%. Permentan yang lama lebih tinggi lagi.

Produk-produk POC 'jaman dulu' memang agak 'gila' menurut saya. Saya pernah menemukkan POC yang kandungan N-nya disebutkan hingga 9%. Gendeng. Mana ada bahan organik yang memiliki kandungan N setinggi ini. Begitu juga kandungan untuk hara makro yang lain. Disebutkan dengan angka-angka yang tinggi-tinggi.

Sepajang pengetahuan saya, kandungan hara di pupuk organik sangat rendah. Tidak ada bahan organik yang sangat kaya hara. Dari diskusi dengan petani maupun produsen pupuk organik, muncul dugaan kalau bahan-bahan pembuat POC di-'mark up' dengan pupuk kimia. Jadi sebenarnya bukan beneran pupuk organik. Jaman dulu sekali ada kasus 'organim' atau 'tetes' yang digunakan untuk mengocor tebu. Begitu dikocorin langsung hijau tanamannya. Petani suka sekali. Tapi efeknya tanahnya menjadi rusak. Kecurigaannya, orgamin ini dicampur dengan urea dosis tinggi. Pantes.

Dalam permentan berikutnya, kandungan total hara makro diturunkan hanya menjadi 5%. Akibatnya banyak produk-produk POC yang asal-asalnya. Membuang POC gampang sekali kok, mungkin isinya hanya air diberi sedikit 'bumbu' organik. Kalau tidak salah ingat, Deptan juga memberikan subsidi untuk POC ini.

Namun, celakanya, banyak POC yang tidak 'berkhasiat'. Harganya mahal tetapi tidak ada pengaruhnya sama sekali ke tanaman. Petani banyak yang kecewa, bahkan apriori dengan pupuk organik.

Tahun 2011, isi permentan dikoreksi lagi dan kandungannya diubah menjadi 3-6 untuk masing-masing hara macro. Menurut saya bagus, terutama untuk melindungi petani dari produk-produk yang dibuat asal-asalan. Meskipun, mungkin, ada penambahan pupuk kimia untuk memperkaya POC ini, setidaknya penambahannya tidak banyak sekali. Demikian pula, POC tidak bisa hanya dibuat asal-asalan saja.

Saya berharap Permentan ini akan terus diperbaiki dan ditingkatkan. Semoga produk-produk POC di Indonesia semakin berkualitas untuk meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia.