Konsep zero waste pernah sangat ramai diperbincangkan beberapa tahun yang lalu. Banyak konsultan yang mempromosikan konsep ini untuk berbagai macam industri. Namun, pada kenyataannya tidak semua industri bisa menerapkan konsep ini seutuhnya. Maksudnya, masih saja ada ‘waste’ yang terbuang ke lingkungan. Atau ada industri yang seharusnya bisa ‘zero waste’ tetapi gagal menerapkan konsep ini. Salah satunya adalah industri bioetanol.
Secara konsep industri bioetanol dapat menerapkan konsep ‘zero waste’ ini seutuhnya. Tidak ada limbah yang terbuang, hampir seluruhnya bisa jadi ‘duit’ yang dapat mendatangkan keuntungan untuk produsennya. Dan yang lebih menarik lagi, sangat ramah lingkungan, bahkan menguntungkan untuk lingkungan juga. Bahan baku apa saja yang dipakai untuk membuat bioetanol dapat menerapkan konsep ini.
Namun, seperti yang sudah saya sampaikan di atas. Ada beberapa pabrik yang tidak/belum/gagal menerapkan konsep ini. Setahu saya, Pabrik Bioetanol/Spirtus milik PT Rajawali Nusantara 2 (RNI 2) yang ada di Palimanan Cirebon pernah tutup gara-gara gagal mengolah limbahnya. Demikian pula, pabrik spirtus di DIY kebingungan untuk membuang/menjual vinase-nya.
Limbah bioetanol yang masih bisa dimanfaatkan atau diolah mejadi produk lain, yaitu:
- Limbah Cair : dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair
- Limbbah Padat: dimanfaatkan sebagai pupuk organik padat atau sebagai bahan tambahan pakan ternak














Mengukur kadar bioetanol dalam cairan fermentasi adalah salah satu hal penting yang harus kita ketahui, jika kita ingin membuat bioetanol. Ada banyak cara untuk mengukur bioetanol. Mulai dari cara yang paling mudah, rumit, dan paling canggih. Setiap metode pengukuran memiliki keunggulan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Beberapa metode itu adalah analisis dengan GC (Gas Chromatography), HPLC (High Performance Liquid Chromatography), metode enzym, dan hydrometer. Tiga metode yang pertama sangat sensitif, dapat mengukur kadar bioethanol dalam konsentrasi yang sangat rendah, tetapi juga lebih rumit dan mahal. Metode enzym relatif lebih mudah dan murah dibandingkan dengan metode GC atah HPLC. Saat ini tersedia beberapa produk enzym kit untuk mengukur bioetanol. Tetapi metode ini masih cukup mahal untuk ukuran UKM atau rumahan. Metode terakhir adalah metode yang paling mudah, murah, tetapi juga kurang teliti. Meskipun begitu untuk ukuran UKM atau rumahan rasanya sudah cukup memadai.








